Puisi Rindu


Pejamkan mata sekali lagi. kali ini, saya rindu kegelapan menyergap. sakitiku lebih dalam, lagi dan lagi. rindu sepenggal puisi.

Saya tak sedang mencipta. pun bukan mengolah rasa. puisi ini bagian diri. mungkin utuh atau separuh.

Penggalan kata-kata tak waras. yang terserak tak bermakna. terkumpul jatuh tak mempesona, tapi ibu pernah berkata, "jadikan jujur sebagai penghias lisanmu, nak."

Ah, ibu. apa kau tahu tingkahku selama ini? pendusta dan pendosa. jujur mungkin telah terpenjara sangat lama. tapi bu, bisakah saya membebaskannya?

Ah, kenapa saya membawa nama ibu untuk larut dalam noktah? untuk berkabung dalam hidup yang dipenuhi noda? apa hidup segamang itu? saya mungkin sudah hilang arah.

Jika boleh jujur, saya rindu berkumpul dengan orang-orang sholih itu lagi.

Jika boleh jujur, saya rindu terbius senandung ayat alqur'an dari pemilik bibir-bibir pucat tak bergincu.

Jika boleh jujur, saya rindu berdiri berdempetan dalam kekhusyukan shalat di malam panjang.

Jika boleh jujur, saya rindu mendengar petuah-petuah shohih tentang janji berupa syurga. tentang cinta dan airmata. tentang perjuangan dan kemenangan. juga tentang siksa dan murka.

Jika boleh jujur, saya mengharap uluran tangan para pejuang. yang mengajakku serta meretas jalan menuju syurga.

Untuk semua cerita, luka, dan airmata, bisakah kita maafkan saja semuanya?

1 komentar:

Komentarnya masuk kotak penampungan dulu ya...

Just make sure saya baca satu persatu :-)