Puisi Rindu


Pejamkan mata sekali lagi. kali ini, saya rindu kegelapan menyergap. sakitiku lebih dalam, lagi dan lagi. rindu sepenggal puisi.

Saya tak sedang mencipta. pun bukan mengolah rasa. puisi ini bagian diri. mungkin utuh atau separuh.

Penggalan kata-kata tak waras. yang terserak tak bermakna. terkumpul jatuh tak mempesona, tapi ibu pernah berkata, "jadikan jujur sebagai penghias lisanmu, nak."

Ah, ibu. apa kau tahu tingkahku selama ini? pendusta dan pendosa. jujur mungkin telah terpenjara sangat lama. tapi bu, bisakah saya membebaskannya?

Ah, kenapa saya membawa nama ibu untuk larut dalam noktah? untuk berkabung dalam hidup yang dipenuhi noda? apa hidup segamang itu? saya mungkin sudah hilang arah.

Jika boleh jujur, saya rindu berkumpul dengan orang-orang sholih itu lagi.

Jika boleh jujur, saya rindu terbius senandung ayat alqur'an dari pemilik bibir-bibir pucat tak bergincu.

Jika boleh jujur, saya rindu berdiri berdempetan dalam kekhusyukan shalat di malam panjang.

Jika boleh jujur, saya rindu mendengar petuah-petuah shohih tentang janji berupa syurga. tentang cinta dan airmata. tentang perjuangan dan kemenangan. juga tentang siksa dan murka.

Jika boleh jujur, saya mengharap uluran tangan para pejuang. yang mengajakku serta meretas jalan menuju syurga.

Untuk semua cerita, luka, dan airmata, bisakah kita maafkan saja semuanya?

Baik Agamanya

"Mom, indikator seseorang disebut baik agamanya itu yang bagaimana?" Sedikit berspekulasi, saya menumpahkan uneg2 yang bertengger beberapa hari ini di kepala.

Mom, masih sedang fokus ke jalan didepannya. She's riding me to Kedaton. Mom nggak langsung ngejawab, mungkin dia bisa merasakan keraguan dalam pertanyaan saya.

Pelan, saya bisa mendengar dia menarik nafas sebelum menjawab, "Ya dia ngelaksanain shalat lima waktu, menampakkan bahwa dia melaksanakan syariat, dan dia bergaul dengan orang lain dengan akhlak yang mulia." Mom melirik ke arah spion sebelah kiri. Matanya bertabrakan dengan pandanganku.

Saya terdiam. Masih meresapi makna kata-katanya. Sejujurnya saya tahu dengan apa yang Mom katakan, hanya saja, saya sedang ingin membingung2kan diri sendiri.

Setelah ada jeda beberapa saat, Mom menambahkan, mungkin tahu kalau hatiku ingin lebih diyakinkan. "Jika dia baik secara pemahaman agama, maka dia akan melaksanakan syariat. Dan dia pun akan menunjukkan identitasnya sebagai seorang muslim. Dengan identitasnya itu, dia senantiasa menjaga kemuliaan akhlaknya."

Kini giliran saya yang menghela napas. Sebenarnya saya tahu, tapi...
"Jadi Mom, lebih baik mana, orang yang baik secara akhlak tapi dia nggak menampakkan keislamannya secara penampilan, atau orang yang secara penampilan dia Islami menampakkan ciri seorang muslim tapi secara akhlak dia buruk?" Saya lagi-lagi hendak menyalahi pikiran jernihku.

"Ya, nggak ada yang lebih baik. Dua-duanya termasuk perkara hati. Jadi susah bagi kita untuk merubah kedua kategori itu.  Susah untuk menggerakkan orang yang buruk akhlaknya, karena akhlak adalah sifat bawaan seseorang. Ciri spontan dari seseorang. Pun demikian susah bagi seseorang yang nggak bangga dengan identitas muslimnya, jika dia saja menyembunyikan kemuslimannya, maka bagaimana dia mampu untuk nggak banyak melakukan penyimpangan2. Begitulah orang yang abu-abu."

Saya bergelut dengan pemikiranku sendiri.
"Jadi, indikator seseorang dikatakan baik agamanya mencakup pelaksanaan syariah dalam ibadah, menampakkan dengan sulukiyah, dan akhlak yang baik." Saya lebih bergumam kepada diri sendiri.

Huwaaahhh... Perjalanan saya mungkin masih cukup jauh, mom. Doakan saja indikator2 itu suatu saat bisa ditemukan. Aamiin...

Berdoa saja haps!

Wanna Say


Saya cuma mau bilang, it's ok. Never mind. Nggak masalah. Gwaenchansemnida. La ba'sa. I'm just fine. Saya baik2. Jal jinaessoyo. Ana bii khoir, alhamdulillah.

All i wanna say is, I'm great whenever and wherever i am. I'm great however i was. There's no need to worry me. Asal kamu tahu, saya kuat seperti beruang. Meski saya masih sering cengeng, tapi saya bukan orang yang gampang putus asa.

Jadi, tenang saja. Nggak ada kamu saat ini, saya masih bisa berjalan kok, insyaAllah. Kembalilah kapanpun kamu ingin kembali. Mungkin, kita masih bisa berjalan beriringan lagi.

We Were There. Here We Are


I've always been asking myself this question, am I a memory? Or is the memory you? Are we nothing, but a collection of memories?

They say that a memory is something you reconstruct depending on small fragments of recollections in your mind. They say that remembering, is the same as seeing an illusion.

What if we'd stopped there, or if we'd turned the corner...
What if we hadn't stumbled over pebbles, or ever gotten lost...
Or what if we had never stopped...
What if, back then, what if,

Innumerable small choices led me onto the road I'm on now. When I was right, and when I was wrong, I was always me. You, her, him, anyone, everyone, we're all right now.

The sad times, the happy times, all of them are precious memories.
Please, let these forever be precious memories for you as well.

Dear Myself


Kenapa emang kalo kamu kembali seorang diri? Bukankah kamu sudah teramat lekat dengan kesendirian? (1) Kamu lebih suka makan sendiri. Katamu, untuk urusan makan, kenapa mesti mikirin selera orang lain? (2) Kamu lebih suka jalan sendiri. Katamu, velocity kamu berbeda dengan orang lain, dan kamu nggak suka disuruh menunggu. (3) Kamu lebih suka dengan status masih sendiri. Katamu, kamu bisa dengan egois melakukan apa yang kamu mau, tanpa harus pusing memikirkan orang lain. (4) Kamu lebih suka bekerja sendiri. Katamu, kamu selalu menunggu inspirasi datang padamu, jadi kamu bisa santai sesukamu. (5) Kamu lebih suka menelurkan ide-idemu pada diri sendiri. Katamu, orang lain nggak bisa mengerti jalan pikiranmu, dan mereka hanya merintangi langkahmu. Dan (6) kamu lebih suka berdiskusi dengan diri sendiri. Menyemangati dirimu sendiri, atau justru merutuki kebodohanmu sendiri. 
Lalu, apa masalahnya kalau saat ini kamu kembali harus berjuang seorang diri lagi? Apa kamu lupa, nggak ada dia, dia, dia pun kamu tetap punya backing-an abadi? Jadi, nggak ada masalah kan hei diriku sendiri?
So, cheers up!

Love Late Dinner


Indomie soto dan kapal api grande (white). Love this much! :9

Solution


Untuk semua hal yang ingin diselesaikan, kuncinya: Komunikasikan. Nggak bisa dikomunikasiin sama orang-orang disekitar, komunikasikan pada yang paling bisa mendengar setiap bisikan: Rabb semesta alam...

Would You Come Back Here Again?


Sudahlah. Berhentilah merasa cemburu terhadap ini itu. Bukankah telah sampai ilmu padamu, bahwa merasa cukup dengan apa yang kau miliki adalah jalan untuk sampai kepada kebahagiaan sejati?! Lalu, apa yang membuatmu berhenti mempercayai itu, dan malah menuruti keserakahanmu? Apa yang saat ini menggerogoti kepalamu?

Pernahkah kau berpikir, bahwa dirimu sudah sangat jauh tersesat? Apakah kau tak berniat untuk kembali sekali lagi? Ayo lah, jujur pada dirimu sendiri. Terlalu banyak kesalahan yang kau benarkan. Dan kau pun larut pada dosa-dosa manis _begitu kau menyebutnya_ yang kau sadari ia pasti akan merintangi langkahmu di akhirat kelak.

Berapa, berapa waktu yang kau butuhkan untuk terus hidup semaumu? Kamu tahu, alasan kenapa kau masih saja tak tergugu dengan semua penjelasanku? Karena kau tak lagi menuntut ilmu dari seorang guru. Agama tak bisa dipelajari dari buku dan text saja. Kau pasti tahu itu. Jadi, kembalilah. Kembalilah. Sebelum Allah yang memaksamu kembali: memisahkan ruh dari jasad, lalu kaupun mati.

Sabar, Yah


Hari ini kepala saya berdenyut-denyut hebat. Nggak terlalu ngerti sebabnya apa. Tapi, lumayan banyak hal yang saya lalui hari ini. Yang saya berharap bisa mengikhlaskan semua hal yang sudah saya lewati. Bagaimanapun, semua hal yang terjadi nggak lepas dari kehendak Allah. Dan, pilihan mengeluh nggak lebih baik dari menjaga agar lisan bisa terkendali.
"Sama saja bagi kita, apakah kita mengeluh atau bersabar nggak ada tempat untuk melarikan diri." (Ibrahim: 21)

Ayat itu baru saya temukan kembali saat sabtu lalu saya mengisi waktu perjalanan dengan membaca buku. Selama ini saya bener-bener sangat jauh dari kategori sabar. Yah, coba lagi saja haps. Mudah-mudahan kedepannya kamu nggak hanya bisa berkompromi dengan hatimu, tapi juga dengan lisanmu. Begitu pikir saya. Yah, nggak pernah ada kata terlambat untuk memulai kan?

Hayoklah... Buat siapapun yang sedang diuji kesabarannya.... Sabar, yah. Bukankah Allah maha teliti untuk setiap hal sekecil apapun? Bahkan untuk menghitung setiap debu yang menempel disepatumu ketika kau berjalan ketempat-tempat yang kau harap menjadi representasi taman-taman syurga.

Sabar, yah. Yakin saja kalau Allah nggak akan mengabaikan setiap niat yang kau simpan meski tak ada seorangpun yang pernah mengetahuinya.

Sabar, yah. Untuk semua hal yang belum bisa terwujud. Semua hal yang sudah kau rencanakan. Semoga semua bisa menjadi penggugur segala dosa. Bukankah setiap kita adalah pendosa yang tetap berusaha agar menjadi mulia?

Sabar, yah. Kalau kau mendapati hal yang menguji kesabaranmu sedang engkau dalam keadaan berdiri, maka duduklah. Dan jika engkau mendapatinya ketika duduk, maka berbaringlah. Dan ketika kesabaranmu diuji saat engkau sedang berbaring, maka berwudhulah.

Sabar, yah. Allah bersama orang-orang yang sabar.

(more) #Random


Ragu. Saya selalu membenci satu kata itu. Tapi ia begitu lekat padaku. Seakan-akan ia adalah bagian dari hidupku. Tak pernah ada keputusan yang tak dilalui tanpa berteman ragu. Saya benci. Karena, saya seperti orang yang linglung. Nggak konsen. Nggak fokus. I just do nothing. Ragu, saya sungguh membencimu.

Beberapa hari ini saya ragu. Saya punya segudang rencana yang perlu saya diskusikan dengan seseorang di tiap rencananya. Rencana A dengan si P. Rencana B dengan si S. Rencana C dengan si T. Tapi, saya selalu berjalan dalam keraguan. Makanya, hati saya berasa lelah masyaAllah. I need someone to talk with. But it seems I hardly find through the one. Saya jadi nggak bisa mengatakan semua isi kepala saya kesiapapun. Entah, kenapa saya nggak bisa mengurai ide2 kusut di kepala ini.

Saya jadi ingat dengan kata-katanya Aro dulu sekali, ketika saya masih kelas dua SMA.
"Kalo kita berinteraksi, pasti pilihannya cuma dua: Menyakiti atau disakiti. Tapi, masa' kita mau ngurung diri di kamar karena nggak mau mengambil salah satu pilihan itu?! Biarpun begitu, jangan pernah takut buat mengenal lebih banyak orang."

Dan sekarang saya takut banget. Saya nggak mau merusak apa-apa yang udah ada. Semua kenyamanan hidup yang saya rasa. Semua kebahagiaan yang sedang saya semai. Saya sudah capek menyakiti banyak orang. Tapi saya juga nggak mau jadi orang yang tersakiti. Lalu, apa yang harus saya lakukan?

Ragu. Sepertinya memang saya yang menautkan hati padamu. Sepertinya memang saya yang mengikatmu erat disisiku. Lalu, dengan sengak saya bilang membencimu. Ragu, maafkan saja kepicikanku. Sekarang, katakan padaku, apa yang harus saya lakukan?

A Friend of Mine (The Story)


Saya mengenal perempuan hitam manis itu. Dia tipikal manusia suram. Tak suka dengan kisah-kisah yang berakhir bahagia. Katanya: "Kisah picisan hanya membuat cewek-cewek lembek. Padahal, seharusnya mereka tahu, bahwa hidup nggak selalu nyaman-nyaman saja. Bahwa hidup nggak melulu bertutur tentang kebahagiaan. Ada luka menganga dimana-mana." Saya terkejut. Ia seperti saya di masa lalu.

Yang menarik dari perempuan itu, ia nggak pernah bercerita tentang kepedihan apa yang sebenarnya ia bawa. Sampai-sampai ia sesuram itu menghadapi hidup. Ia pernah menuturkan pada saya tentang kebenciannya pada dunia. Kebenciannya pada kehidupan yang ia jalani sendiri. Tapi ia nggak pernah mengatakan padaku tentang apa yang jauh di dalam sana ia simpan untuk dunia. Karena toh, sampai hari ketika kami bertukar kata, ia masih nggak berani mengambil langkah untuk mengakhiri hidupnya. Padahal, katanya, ia benci setengah mati dengan hidupnya selama ini. Saya lalu bertanya-tanya dalam hati, apa ia masih mengharap agar Tuhan memberinya kebahagiaan pada akhirnya? Beruntung jika ia masih menyimpan harapan meski sekecil apapun.

Sejujurnya saya kasihan. Gemas. Dan juga ingin membantu perempuan itu. Sekali lagi, saya seperti dihadapkan dengan masalaluku. Tapi, apa yang bisa kukatakan? Saya hendak bilang, "Hei girl, move on dong. Ngapain sih terus-terusan hidup dengan bayang-bayang masa lalu? Apa kamu nggak sumpek dengan semua kesuramanmu itu?" Tapi kok kayaknya saya kejam amat yah. Lagian, saya masih punya hati sih, nggak mungkin bisa ngomong langsung ke perempuan itu.

Pada akhirnya yang bisa saya lakukan hanya mengungkap aibnya di dunia maya melalui blog saya ini. Dan sepertinya tindakan ini malah lebih kejam. Tapi-tapi, saya hanya berharap semoga semua yang baca ini bisa mengambil pelajaran.

Hei perempuan manis, sampai kapan kau akan hidup di masa lalu? Nggak bisakah kau lupakan dan maafkan saja semua?

Family Time (Beach Peach)


Ahad, 12 Mei 2013

Fade Away


I made a notification on my twitter:

Temporarily fade from twitter. Need me? just give me a call or text me @ 0719(As)/7101(Tri). Didn't have my phone number? Just leave a mssg on my blog. Tq

Yah, saya mau ngumpet untuk sementara waktu. Nggak muncul2 di twitter dulu. Ada beberapa hal yang sedang saya persiapkan di kehidupan nyata. Dan, jika tiba masanya, mungkin saya akan kembali atau mungkin juga nggak. Ehehehe

Aunty nanya, "kenapa? someone's stalking at you this time?!" Ahahaha... Segitunya deh aunty. Nggak sih, saya ini nggak punya penggemar dan semacamnya. Jadi, that's nonsense will happen in my life.

Saya fade away cuma karena dunia nyata sedang membutuhkanku. Lagipula, it's a little time to much to do. Sementara kl saya udah mantengin TL, seolah2 waktu berhenti pada saat itu. Saya jadi kalap dan lupa waktu. Ehehehe

Tapi, keputusan itu bukan hal besar kok. Nggak muncul di twitter bukan akhir dari dunia. I'm not kim kardashian yang dicari2 sama wartawan lewat akun twitter. Bukan sih. Ehehehehe. Jadi, ini bukan hal besar.

Forgive and Forget


Forgive and forget. The best ways to creat your own happiness.

Bimbang


Terpikir untuk menceritakan kisah kelamku saat itu. Berharap ia memiliki semangat yang sama untuk membesarkan hati dan keluar dari segala kepenatan hidup. Tapi, kisah itu cukup kelam. Sehingga saya sendiri ragu untuk membukanya kembali. Apa harus kembali kukisahkan?

Hai pemilik senyum lugu, tak bisakah kau biarkan kisahku terkubur dan hancur? Semua sendu itu menyayat kalbuku. Andai saja kau tahu. Tapi, saya tak tahan melihat kepedihanmu. Saat airmatamu menetes kala kau bercerita tentang pahitnya hidupmu.

Hai, pemilik semangat menggebu, saya berharap kau tak terpuruk dengan kesedihanmu. Saya pun pernah mengalami yang sama sepertimu. Bahkan mungkin, lebih buruk dari yang kau bisa bayangkan. Tapi, saya ingin mengubur semua itu. Karena kini saya merasa telah mendapat semua kebahagiaan. Kenapa mengingat semua kisah yang berisi kemarahan?

Yakinlah, kau bisa melewati semuanya. Lihat, perempuan yang bertutur ini telah membuktikannya. Meski saya berharap kau bisa lebih baik dari saya. Tanpa umpatan, tanpa keluhan, tanpa kemarahan. Tapi, ingat satu hal. Jika ingin melewati semuanya, percayalah pada pemilik semua kekuatan. Allahu Akbar.

Bright Sight


Location : somewhere inside there
Doc. by : a lovely mom of mine

Ceracau


Saya nggak mau ngomongin tentang rencana kemarin. Jengkel saya, rencana ditunda karena nyokap dan kakak ipar sekeluarga ada undangan dari keluarganya kakak ipar. Finally, ke lautnya batal. Dan, tadi ada omongan besok perginya. Saya ngambek. Asli ngambek karena sabtu saya udah punya jadwal pasti. Dan mereka nggak mikirin saya. Maless deh.

Tapi saya nggak mau ngomongin itu lah. Bikin tambah jengkel aja nginget2.

Selain itu, saya dilupakan. Entah terlupakan atau benar2 dilupakan oleh 2 anggota 3 angels. Mereka bener2 sibuk dgn kehidupan mereka. Sementara saya adalah manusia tersantai sedunia. Well, saya tetap memaafkan mereka sih. Our friendship will never end. Itu slogan saya. Best friends forever :-)

Tadi juga, saya komunikasi sama temen lama. Lamaaaa banget nggak komunikasinya. Wkt skripsi dia sempet escape dari saya. Trus keterusan sampe 1,5 tahunan. Pas tadi tuker kabar, tauk2 dia bilang will marry someone. Saya tanya apakah dengan seniornya yg dulu sempat dia ceritakan padaku? dia bilang bukan. 1,5 tahun ternyata bisa mengubah segalanya. Tapi saya seperti masih gini-gini aja. Nggak berubah jadi kurus, nggak berubah jadi cantik, nggak tambah pinter juga. Ya, still the same, sementara orang2 seperti sudah melaju sangatt jauh.

Waaaahhh, saya jadi berasa desperate nih. Berasa need some alone time di gunung manaaa gitu.

*sekedar info, saya nggak sampe nangis kok :-)

Konsep Islami


Secara pemikiran, saya ini masih jauh dari konsep Islami. Makanya, secara penampilan seenggaknya saya berusaha untuk sedikit Islami. Karena baru hal itu yang bisa saya upayakan untuk "cari muka" di hadapan Allah subhanahu wata'ala. Trus kenapa? mau pamer? mungkin iya sih sedikit, tapi lebih banyak enggaknya sih :-)

Kok pamer?! Iya lah. Pamer ke semua orang yang ngelihat kalau saya ini muslim, orang Islam. Bukankah emang disebutkan kalau pakaian wanita muslimah itu sebagai identitas agar mereka lebih dikenali? (al-Ahzab:59) Jadi, kalau ada orang yang mau ngucap salam nggak perlu ragu karena identitas saya sudah dikenali sejak awal. Salam = doa keselamatan.

Lagian, itu sebuah perintah dari Allah yang emang a must. Jadi, kalau dari awal emang bisa ngupayain ya diupayain. Trus, enggak pamernya... saya nggak pengen pamer ke orang2, seolah2 dengan penampilan saya yang sedikit Islami ini nunjukin kalau saya udah setaraf para rahib2 yahudi. Karena kenyataannya emang nggak kayak gitu. Saya juga nggak pengen pamer, seakan-akan dengan penampilan yang sedikit Islami ini, saya punya pengetahuan segudang tentang konsep Islam. Sejak awal kan saya udah bilang, kalau pemikiran saya ini kadang masih sering melenceng.

Nah, trus kalau keimanan saya belum tinggi, pengetahuan saya masih minim, saya nggak boleh berpenampilan sedikit Islami gitu? widih, parah amat. Masa' kalau hancur, harus hancur total?! Saya nggak bisa kalau diminta kayak gitu. Maaf, tapi saya emang tipikal orang yang suka cari aman. Terutama kalau menyangkut urusan dengan Tuhan.

Cari aman versi saya maksudnya, saya emang sedikit egois dengan ilmu dan keyakinan yang saya punya. Saya, paling nggak suka dan sangat menghindari yang namanya perdebatan dan semacamnya. Terutama tentang aliran dan ajaran yang bersebrangan dengan yang saya genggam saat ini. Buat saya, I prefer staying with my little faith to being busy of seeking another opinions. Soalnya, saya paling males kalau udah ditempa keragu-raguan.

Mungkin buat sebagian orang, perasaan ragu itu adalah hal yang sepele. Tapi kalau buat saya, nyiksa banget. Makanya, saya nggak suka sibuk sama pendapat orang tentang aliran-aliran dalam Islam dan beberapa hal tentang eksistensi Tuhan. Lebih baik saya yakin saja dengan rukun iman dan rukun islam, meski nggak punya ilmu tentang pertanyaan2 tingkat tinggi para kaum filsuf itu. Dari pada saya ikut-ikutan mempertanyakan, lalu cari jawaban, tapi pada kenyataannya saya selalu meragukan semua tanya yang saya bawa.

Lah, trus kok saya yakin amat kalau apa yang saya yakini ini benar? Ya insyaAllah, lah ya. Kan manusia dibekali hati dan akal. Jadi, logika yang bersih insyaAllah mampu mencerna yang haq sebagai yang haq, dan yang bathil sebagai yang bathil.

Dan karena hati manusia itu berada di antara dua jemarinya Allah, yah patutlah kita untuk memperbanyak do'a. Agar kita diselamatkan-Nya. Dan satu hal, cobalah untuk terus menuntut ilmu dari sosok guru. Mengaji. Mengikuti kajian. Tarbiyah, ta'lim, sekolah, or whatsoever the name. Intinya, harus ada ilmu yang kita terima dari seorang guru. Siapapun bisa kita jadikan guru. Tapi untuk urusan agama, kita harus mengambil dari ahlinya. Karena ini menyangkut akhirat. Kehidupan kekal setelah akhir dunia. Jadi, jangan sampai menyesal kedepannya.

Kalau harus cari aman, kenapa enggak? Aman untuk akhirat is a must!

Family Gathering (Ke Sekian)


Lokasi : Balai Krakatau
Dok. by: owner

Welcoming May


Udah tanggal 1 di bulan Mei.... Trus kenapa emang? Yah.. nggak apa-apa sih. Cuma, waktu bergulir dan saya nggak banyak melakukan apa-apa. Masih sering terjebak dengan segala disorientasi. Semangat yang timbul tenggelam, semacam itulah. Lalu, saya masih menunggu kemungkinan nomor berapa yang akan Allah berikan pada saya, sebagai janji-Nya tentang sebuah pinta.

Saya bahagia. Dan terus mengupayakan kebahagiaan itu bisa tetap bergelayut selamanya. Meski kadang saya masih saja serakah dengan apa-apa yang dimiliki orang lain, tapi setidaknya saya sudah bisa sedikit berkompromi dengan hati: untuk lebih berhati-hati.

Dewasa itu pilihan, sementara menjadi tua adalah sebuah keharusan. Saya merasa sudah benar-benar tua....