I Refuse



Saya menolak untuk kembali pada rasa sakit yang sama. Alangkah bodohnya saya, kalau berkali-kali saya mendapati hal itu, dan saya masih saja terluka. Saya menolak rasa sakit itu. Kalau memang saya nggak bisa membuat diri saya menghindar dari perlakuan itu, maka saya akan buat diri saya kebal dengan perlakuan yang mungkin sudah ratusan atau bahkan ribuan kali saya dapatkan. Saya menolak untuk terluka. Bodohnya saya kalau saya masih saja menangisi hal yang sama. Sungguh bodoh. Saya nggak akan menangis lagi. I'm not in my teens anymore. So now I confident to say that I refuse to fall into your way on hurting me. You say it's your way to show your love? Bodohnya saya kalau masih saja tertipu dengan "tradisi" yang aneh itu.

Mungkin saya masih saja nggak punya kemampuan untuk keluar dari tradisi yang salah ini. Tapi, saya tahu dan yakin bahwa saya akan memutus tradisi ini. I refuse to become the one you create me to be. Saya nggak mau lagi-lagi terluka dengan hal yang sama. Sudah habis airmata saya untuk menangisi hal yang begitu-begitu saja. Saya  bertekad untuk bahagia. Maka, saya hanya menyiapkan senyum dan tawa. Saya sudah tak butuh air mata apalagi luka.

Saya sudah hampir 30, bodohnya saya kalau masih saja menangis seperti balita.

Saya kuat seperti beruang, tauk. Dan saya telah memilih menjalani hidup dengan bahagia. B-A-H-A-G-I-A. Kamu dengar itu??? Maka saya nggak akan mau terluka dengan sikapmu itu.
Sudah cukup. Lukai saja orang lain. Tapi, kamu nggak akan bisa lagi melukai saya. Karena saya menolak untuk (kembali) terluka.


***

Inget Haps, kamu pernah ngomong apa ke dirimu sendiri di lantai dua tepat di depan kelasmu? "You're a great girl. Cewek hebat nggak akan menangisi hal bodoh kayak gini. Dan kamu cewek hebat kan, haps?" Dan setelah itu kamu berjanji pada dirimu untuk nggak menangisi hal yang sepele. Kamu menyimpan air matamu dan menjadikan dirimu kuat.

Haps, kamu yang sekarang kalah dengan kamu yang masih pakai seragam sekolah????????



Indecisive?


Kapan kemarin, teman saya bercerita melalui whatssapp tentang masalah yang sedang dia hadapi. Terlibat dengan suami orang. Mendengarnya, seperti ada yang meletup di hati saya. Meski dari cerita yang dia kemukakan, "keterlibatan" itu hanya dari satu sisi: Suami orang itu berusaha mendekati teman saya, bahasa lainnya mengejar-ngejar teman saya. Tapi, ada hal yang saya tak pahami disana. Kenapa suami orang???

Pernah juga beberapa waktu yang lalu, bahkan sempat saya tuliskan di blog saya tentang teman saya yang lain, yang juga memiliki masalah keterlibatan dengan suami orang. Pertanyaan saya: Kenapa harus dengan suami orang???

Saya mungkin terlalu idealis atau terlampau naif. Tapi, mendengar kata "suami orang" seperti momok yang menakutkan untuk saya. Apalagi "suami orang" itu "sudah punya anak sekian". Ya Allah... terlampau banyak yang jadi alasan untuk nggak terlibat dengan laki-laki seperti itu.

Pertama: Dia punya istri yang juga seorang perempuan. Maka, bagaimana perasaan perempuan (istrinya) itu? Bukankah kita juga seorang perempuan??? Jika alasan keterlibatannmu itu mampu mengalahkan pikiranmu tentang perasaan seorang perempuan, maka semoga selamanya kau tetap berada pada alasanmu itu. Sampai ketika kau berada pada posisi perempuan itu, kau tidak akan terlalu terluka.

Kedua: Apa alasan laki-laki itu mendekatimu, padahal ia sudah punya seseorang disampingnya? Cinta? Bukankah dahulu ia juga mengatakan itu pada istrinya? Ada yang kurang berkenan dari istrinya? Lalu, apa kau seyakin itu sempurna untuknya? Jika ia bisa berpaling dari istrinya untukmu, bukankah ia juga bisa melakukan hal yang sama padamu?

Ketiga: Bagaimana kau akan menghadapi anak-anak mereka?? Apa kau siap dengan kemarahan mereka? Apa kau mampu mencintai mereka seperti kau mencintai anak-anakmu? Dan bagaimana kau menghadapi sikap laki-laki itu jika ia tak adil terhadap anak-anaknya???

Memikirkannya saja sudah terasa melelahkan buatku.

Maka, mungkin saja ada benarnya perkataan seseorang padaku:  "nggak ada yang salah kok dengan menikahi suami orang. Tapi, ada banyak pertimbangan yang harus dilakukan. Dan alasan kenapa pernikahan itu terjadi harus benar. Kalo sekedar karena cinta, bukankah cinta itu bisa usang dan menghilang?"

Entahlah, saya hanya berharap agar Allah tidak menguji saya dengan hal yang saya tak mampu menanggungnya.

Ya Allah, jika cinta bisa membutakan seseorang dari melihat yang benar, maka jauhkan saja cinta seperti itu dariku.

Ya Allah, perkenalkan saya pada cinta yang semakin mendekatkan saya pada-Mu. Pada orang-orang yang juga mencintai-Mu. Dan pada orang-orang yang mendapatkan cinta dari-Mu.




***

semoga teman saya bisa mendapat jalan keluar yang terbaik. Saya nggak ada masalah kok dengan laki-laki yang punya istri lebih dari satu. Saya juga nggak ada masalah kok dengan perempuan yang jadi istri kesekian. Pikiran di atas hanya refleksi dari kisah teman saya yang diceritakan pada saya. Itu adalah pikiran saya untuk permasalahan dia. Mungkin nggak berlaku untuk kisah orang lain meski terkesan sama. Entahlah.