lebih untuk diri sendiri


Malam ini saya begadang. Semenjak berhari-hari setelah kepulangan saya ke rumah ini saya isi dengan tidur dan tidur sepanjang malam. Rasanya sudah agak lama saya tidak merasakan ini. Begadang dengan laptop menyala di depan mata saya. Tangan yang sibuk menari dia atas keyboard. Dan, internet yang sering error in network, serta secangkir kopi. Haha, saya kangen dengan wifi di kos-kosan saya. Saya kangen men-download sembarang semasa kuliah dulu!

Hidup sebagai mahasiswa kos-kosan yang tinggal jauh dari keluarga ternyata ada enaknya juga. Saya kangen dengan ke-bebasan memperturutkan egoisme diri. Saya kangen dengan hidup semau saya. Saya kangen dengan begadang-begadang saya dulu. Lalu, tidur di pagi menjelang siang saya.  Benar-benar seenak udel saya. Haha!

Tapi ya seperti itu lah hidup. Saya pun menyadari bahwa semua itu tak kan abadi. Saat ini misalnya, saya harus kembali ke rumah. Berbagi dengan anggota keluarga yang lain. Harus siap mengalah baik kepada yang lebih tua maupun yang muda (tergantung case). Dan mau gak mau saya harus menerima semua itu. Karena saya tak terlahir seorang diri. Karena saya tak melahirkan diri saya sendiri. Jadi, ya ketika ada kesempatan begadang seperti malam ini, laptop bisa disentuh hingga jemari keriting seperti ini, dan (meski) internet (gak) bisa dipake tengah malam gini, maka saya ber-azzam untuk tidak tidur hingga subuh nanti.

Dan, inilah hidup kawan. Akan ada saja hal-hal dari masa lalu yang akan kita rindukan, selalu.

Curhat seorang sarjana...

woho..... lama banget ya gak sentuh blog lagi. Hem,,, gak tau brapa lama. Gak mau ngitung. Sekarang mencoba menulis meski cuap-cuap semata.

Saya sudah lulus kuliah. Belum kerja memang, tapi bukan itu yang ingin saya ceritakan. Konsekuensi saya lulus kuliah adalah kembali ke rumah. Separuh hati senang (jingkrak-jingkrak) setengahnya lagi bimbang. Saya adalah anak bungsu, dari tiga bersaudara. Mas saya yg pertama sudah menikah, punya anak, bekerja dan tinggal di kalimantan. Mbak saya yg kedua sudah menikah, punya anak, jadi seorang guru, dan tinggal di rumah bersama ibu saya (karena diminta oleh ibu saya).

Nah, saya memang bukan seorang feminis yang mati-matian mengatakan saya harus jadi wanita karier. Tapi, saya gak mungkin serta merta "nodong" uang dari orang tua saya yg sudah tua dan pensiun ataupun dari kakak saya yg sudah punya anak dua! Dan saya sudah memikirkan ini, karenanya saya berpikir untuk bekerja (untuk sementara). Demi menghidupi kebutuhan pribadi saya.

Parahnya, orangtua (ibu) saya memiliki pikiran yg unik dan keluar dari frame orangtua kebanyakan. Saya tidak diijinkan bekerja di luar rumah! Alasannya sederhana. Saya seorang perempuan! Seorang perempuan tak perlu bekerja. Itu tugas lelaki. Untuk kasus mbak saya, beliau mengatakan guru bukanlah "pekerjaan" (karier). Dan parahnya, saya hanya diijinkan jika menjadi guru. Padahal, saya sendiri bukan tipe seorang pengajar yg baik. Jiwa saya bukan jiwa seorang GURU!

Saya frustasi sedikit. Ijazah hanya menumpuk di map yg tergeletak sembarang di kamar. Dan saya masih bimbang.... Dan berdoa di beri jalan keluar.