Such a Funny Day


Pagi menjelang siang kapan kemarin, terjadi percakapan  antara seorang perempuan yang baru naik dengan saya yang terlebih dulu sudah berada di dalam angkot.

Perempuan itu : (tersenyum pada saya)

Saya : (membalas senyumnya)

Perempuan itu : "Kuliah dimana?"

Saya : (tersenyum sekali lagi) "Saya sudah selesai kuliah. Sekitar 4 tahun yang lalu."

Perempuan itu : (tampak terkejut) "Oh ya?! Saya kira masih maba*!!!"

Saya : (lagi-lagi memasang senyum) Banyak yang bilang muka saya nggak berubah dari saya SD."

Perempuan itu : "Emang usia mbak berapa?" __baru pada level ini dia menggunakan sapaan mbak pada saya. haha

Saya : "28" __straight to the number tho~

Perempuan itu : "Wow"

Dan percakapan nggak berlanjut karena saya sudah sampai tempat pemberhentian. Sementara dia masih harus duduk di angkot menuju kampusnya.

____________________________________

Masih pada hari yang sama, setelah turun dari angkot ketika saya berjalan pulang menuju rumah.

Di tengah perjalanan ada seorang ibu-ibu yang tersenyum dan menunjuk tepat ke arah saya seraya berkata, "Adeknya Umi Hasanah, kan?"

Untuk sepersekian detik saya terkejut, lalu kembali pada kejadian dan menjawab, "Bukan, bu. Saya anaknya..." __There, there's some #jlebb in the bottom of my heart.

Ibu itu tertawa lalu berlalu. Saya pun melanjutkan langkah untuk pulang.

Nyokap.. Nyokap... barusan di angkot ada yang bilang saya baby face. Seketika itu juga, hari belum berganti padahal, kok saya dibilang adeknya nyokapku sendiri. I know I'm old enough, now. But Mom... just don't make it seem more obvious, please. Haha...

Nyokapku sekarang "muda" banget soalnya. Saya yang anaknya kadang sering geleng-geleng kepala saking aktif-nya beliau. Tapi tetap saja, yang saya harapkan adalah beliau bahagia. Makanya, saya dan kakak perempuan saya, pun bokap saya, nggak begitu rewel dengan aktif dan gesitnya nyokap yang membuat beliau semakin tampak lebih muda dari sebelum-sebelumnya. Asalkan nyokap bahagia dengan apa yang nyokap lakukan. That's it.


 Sampai di rumah, saya bercandain nyokap setelah cerita pertemuan dengan (mungkin) kenalannya nyokap tadi. "Duh, Mom... Mom yang kelihatan muda atau saya yang tampak tua nih?!"

Dan nyokap saya tertawa.... Dan itu sudah cukup untuk menghilangkan #jlebb saya tadi.






* maba: Mahasiswa Baru

Bertahanlah. Berjuanglah. Jangan Menyerah. Jangan Pernah Kalah




Untukmu yang harus berjuang dengan kehidupan…


Apa yang kau rasakan sekarang, kawan? Masih merasa bahwa hidupmu penuh dengan beban? Masih berjuang untuk menukar air mata dengan tawa? Tak apa… aku tahu, semua terasa berat bagimu. Aku pun begitu. Dia pun begitu. Percayalah. Setiap orang pasti memiliki masalah yang memberatkan. Tapi, bertahanlah. Berjuanglah. Jangan pernah kalah.

Kawan, Jika hatimu terasa sesak, menangislah. Menangislah sampai sesak di dadamu lenyap. Jangan biarkan sesak itu membunuhmu. Jika kau sudah berhenti menangis, maka kumpulkan kembali kekuatanmu untuk bangkit. Bertahanlah, kawan. Jangan menyerah. Jangan pernah kalah.

Jika beratnya bebanmu mengarahkanmu pada kematian yang direncanakan, maka berteriaklah. Jangan biarkan dirimu mati dalam kesedihan. Jangan relakan kematian mendatangimu sementara hidupmu masih menyedihkan. Kau berhak untuk bahagia. Kau harus tahu itu, kawan. Maka, berjuanglah untuk bahagia. Jangan mati sebelum kau berbahagia. Jangan pernah bunuh dirimu sendiri. Tanpa kau membunuh dirimu, kematian pasti akan mendatangimu. Tapi, pastikan bahwa kau harus meraih kebahagiaan sebelum kematian mendatangimu. Kawan, bertahanlah. Berjuanglah.

Kawan, lihatlah pada dirimu. Tanyakan pada dirimu, bentuk kebahagiaan apa yang kau inginkan? Kau harus mendapatkannya. Kebahagiaan itu bisa kau ciptakan. Bisa kau upayakan. Percayalah itu, kawan.

Kawan, lihatlah pada dirimu. Tanyakan pada hatimu. Apa beban yang paling berat dalam dirimu sehingga kebahagiaan itu tak menyapamu? Perpisahan orangtuamu? Minimnya uang jajanmu? Jebloknya nilai lapor milikmu? Menyebalkannya teman-temanmu? Kawan, kebahagiaan itu bias menyapamu jika kau mengabaikan semua itu. 

Kali ini biarkan aku mengatakan ini, kawan. Emang kenapa kalo orangtuamu bercerai?Bukan kau yang menikah dengan ibu atau ayahmu. Maka biarkan mereka urus beban mereka sendiri. Dan kau hanya perlu fokus pada hidupmu. Jangan biarkan perceraian orangtuamu ikut menghancurkanmu. Karena jika orangtuamu berpisah agar mereka bahagia, maka kau pun juga memiliki hak untuk bahagia. Maka, carilah kebahagiaanmu sendiri. Dan, bahagia itu bukan dengan menghancurkan dirimu sendiri. Bukan dengan mencoba barang-barang haram yang akan merusak tubuhmu. Bukan dengan menjual dirimu pada om/tante genit atau ikut kehidupan malam yang justru merusak otakmu. Carilah kebahagiaan dengan hal yang bisa kau banggakan di hadapan orangtuamu yang egois. Raihlah prestasi di sekolahmu. Kejar cita-citamu yang telah kau bangun. Bersenang-senanglah dengan temanmu, nikmati masa mudamu dengan mengunjungi tempat-tempat yang menarik. Kesuksesanmu di masa depan adalah pembalasan dendam yang paling indah untuk perceraian orang tuamu. Ingat kawan, kau pun berhak untuk bahagia. 

Tak usah bersedih dengan terbatasnya uang jajanmu, kawan. Kekayaan tak menjamin kebahagiaan. Beasiswa diberikan kepada mereka yang kekurangan, bukan? Maka, ambil hakmu. Kemiskinan bukan sesuatu yang memalukan. Tak perlu terlalu bersedih, kawan. Anak-anak manja yang hanya tahu cara menghabiskan uang orang tua mereka, apa kau ingin seperti itu? Apa kau tak ingin dikenal sebagai orang yang meraih kesuksesan dengan jerih payahmu? Nikmati prosesnya dari bawah kawan. Sehingga kelak jika kau sampai diatas, ada yang bisa kau ceritakan untuk anak cucumu. Yang tidak dimiliki orang-orang kaya itu: Perjuangan.

 Kawan, jika teman-temanmu resek dan kau di-bully terus-terusan, maka kalahkan mereka dengan pertahanan. Orang resek dan pem-bully ingin melihatmu lemah dan menyerah. Maka, jangan pernah lakukan apa yang mereka inginkan. Kau harus menang. Buat mereka yang menyerah dan kalah. Alihkan pikiranmu dengan hal-hal yang menyenangkan. Atau pada hal-hal yang lebih memberatkan. Fisika, matematika, kimia, adakah yang lebih berat dari ketiga pelajaran itu? Lebih berat mana antara menghadapi bullying dengan menghadapi soal fisika dan matematika?
Kawan, jika kau merasa bebanmu begitu berat, maka sudah saatnya kau meletakkan bebanmu satu persatu. Mulai dengan berusaha merubah hal yang menyedihkan menjadi sesuatu yang lucu. Atau lakukan forgive and forget.

Kawan, apakah kau masih menangis jika bercerita tentang perceraian orangtuamu? Apakah hatimu masih terasa sesak jika kau teringat dengan perpisahan orangtuamu? Kenapa tak kau setel otakmu untuk melihat peristiwa perceraian orangtuamu dari sudut pandang yang lucu? Kalau kau tak bisa memaafkan orang tuamu yang begitu egois, maka lupakan saja. Buat otakmu lupa dengan kesedihan yang diakibatkan oleh perpisahan orangtuamu. Tak mudah memang, kawan. Tapi berlatihlah.

Kawan, teman-teman yang resek dan suka mem-bully membuat kehidupan sekolahmu terasa seperti di neraka. Tapi, jadikan hal itu sebagai sesuatu yang lucu. Bertahanlah untuk 3 tahun. Sambil menyiapkan pembalasan dengan prestasimu. Buat mereka malu dengan prestasimu yang meroket. Kelak, jika kau sukses kau bisa melempar muka mereka dengan kenangan tentang jahatnya mereka dulu padamu. Betapa mereka akan malu dengan kejahatan mereka padamu.

Kawan, bertahanlah. Berjuanglah. Kebahagiaan itu ada padamu. Ia tersimpan di hatimu. Kau hanya harus berkompromi dengan hatimu. Ganti kesedihan di hatimu dengan kebahagiaan. Kau berhak untuk itu.

Kawan, percayalah… telah ada mereka yang sudah bisa melewati masa yang saat ini sedang kau hadapi. Maka kau pun bisa melewatinya. 

Kawan, bertahanlah. Berjuanglah. Jangan pernah menyerah. Jangan pernah kalah.


Dariku, yang ingin agar kau bahagia.


Selalu Seperti Itu...


Setiap kali ada yang ingin saya tuliskan di blog ini -yang biasanya adalah tentang gundah dan disoriented of me, dan lalu sebelum nge-klik new entry, malah justru blog walking pada postingan-postingan yang muncul di daftar bacaan, dan akhirnya justru urung menuliskan. Segala gundah dan disorientasi yang tadi membuat penat seketika  menghilang.

Dan saya bersyukur dengan itu. Setidaknya, saya terlepas dari satu kesalahan yang selalu berulang. Keluh. Mengeluh. Mengaduh.

Well, jangan cuma katakan pada orang yang kau ajak bicara, haps. Tapi katakan juga pada dirimu sendiri: "Baik-baik, ya haps!" Supaya kau ingat untuk menjaga dirimu agar tetap berada dalam kondisi baik.

Haps, semangat ih. Jangan kayak orang tua. Tunjukkan pada dunia kalo kamu masih muda. Semangat kamu mana????







Sentimentil


Sore ini saya sedikit sentimen. Saat pulang, entah karena saya capek, atau memang karena cuaca begitu panas, saya merasa begitu peluh. Angkot yang saya tumpangi panasnya minta ampun. Penuh sesak. Ditambah lagi ban kiri belakang mobil kempes. Mobil berhenti dulu untuk isi angin. Betapa kayak di'oven' kondisi dalam angkot tadi. Karena suasana yang penuh, saya agak sedikit kepayahan. Gamis saya panjang dan lebar. Saya bawa tas sekaligus tentengan (saya beli roti tawar untuk bekal keponakan saya di salah satu toko roti). Dan angkot benar-benar dalam kondisi penuh sesak. Saya udah khawatir banget-banget. Saya berdo'a terus-terusan agar ada penumpang yang turun sebelum saya. Jadi saya nggak "rempong-rempong amat" saat turun. Ternyata, Allah nggak kabulkan doa saya. Sayalah penumpang yang pertama turun.

Saya biasanya nggak memilih melalui jalan yang dalam (ditempat saya dikenal dengan sebutan "bambu"). Saya biasanya memilih berjalan kaki melalui jalan besar (disebut "perintis"). Tapi karena pertimbangan "rempong" tadi, saya nggak mau menyusahkan banyak orang sehingga memilih berhenti di "bambu" (berhenti di perintis agak menyulitkan orang lain karena kondisinya adalah tempat memutar kendaraan dari arah berlawanan). Akhirnya saya berjalan kaki melalui jalan dalam.

Nggak berapa lama saya jalan, saya bertemu dengan Yudi. Seorang yang maaf, agak berbeda dari orang pada umumnya. Dia memiliki keterbelakangan mental. Sulit berbicara, saraf pada mulutnya agak bermasalah, dan kakinya pun agak kecil dan bengkok. Sebagaimana yang diajarkan ibu saya, kalau bertemu dengan Yudi saya selalu merogoh uang yang bisa saya temukan untuk diberikan padanya. Uniknya, Yudi ini sangat suka jalan-jalan. Ia akan terus berjalan dan kemudian pulang. Ia bukan peminta-minta. Keluarganya pun nggak tergolong miskin meski bukan pula orang kaya.

Begitu melihat Yudi, saya langsung merogoh uang yang ada ditas saya. Dan saya cuma menemukan Rp 2000,- karena saya nggak sempat buka-buka dompet saya. Ketika Yudi berlalu, sebelum berbelok saya memperhatikan Yudi dari belakang. Dan lalu saya menyesal. Kenapa cuma Rp 2000,- yang saya keluarkan? kenapa bukan Rp 5.000,-? Padahal di dompet saya ada uang Rp 10.000,- bahkan Rp 50.000,- pun ada?!! Lalu saya menyesal. Saya menyesal. Saya berdiri agak lama memperhatikan punggung Yudi yang semakin menjauh. Jalannya sudah agak kesulitan karena kondisi kakinya yang kecil dan bengkok. Tangan kirinya pun tak seperti tangan kannya yang normal. Tapi, saat saya beri uang tadi, saya lihat wajahnya yang bahagia. Dengan ketidaknormalannya, Yudi pun bisa merasa bahagia.

Ketika saya meneruskan langkah untuk pulang, tiba-tiba mata saya terasa panas. Sebelum jatuh, saya menghapus airmata cepat-cepat. Saya nggak ingin ada adegan drama, dimana orang-orang yang saya lewati bertanya kenapa saya menangis. Tapi, air mata saya tampaknya cukup banyak volumenya. Karena ia masih tak mau berhenti meski sudah sekitar 25-an langkah saya lewati. Tapi, saya sedikit bisa meredam sentimen saya ketika 4 orang anak kecil murid TPQ saya yang baru pulang ngaji datang mengampiri saya untuk bersalaman.

Baru sebentar saya keluar dari sentimen saya (sekitar 25-an langkah berikutnya), saya bertemu dengan ibu dari salah satu murid TPQ saya yang sedang mengorek-ngorek tempat sampah tetangganya yang kaya raya. Dia menyapa saya sambil meneruskan aktivitasnya. Saya nggak berpikir apa-apa sebenarnya, ketika melewatinya dan balas membalas sapaannya. Tapi Ibu itu justru berkata pada saya menjelaskan, "Lagi ngambil sisa nasi untuk makan ayam, bu."

Setelah mendengar perkataan itu, sentimen saya muncul lagi. Saya kembali menangis. Sore ini saya sentimentil. Padahal, saya nggak bertanya pada Ibu itu. Ia pun tak perlu menjelaskan apa-apa pada saya. Tapi, ketika mengatakan itu, Ibu itu tak perlu malu. Bisa jadi ia bahagia dengan hidupnya. Dengan aktivitas memelihara ayamnya.

Lalu saya bertanya pada diri saya, 

"apa yang masih membuatmu tidak bahagia, haps???"

"apa yang masih kau keluhkan dari hidupmu, haps???"

"apa  yang masih membuatmu tidak bersyukur, haps???"

Bahkan ketika saya me-recall kejadian sore tadi, saya masih tidak bisa menahan air mata saya untuk tidak jatuh.

Ya Allah, jadikan saya sebagai hamba yang pandai bersyukur.







__________________________________

Alhamdulillah-nya, ketika saya menangis di sepanjang jalan tadi tak ada orang yang melihat. Saya melewati rumah orang-orang yang pagarnya tinggi-tinggi. Mereka tak punya waktu untuk mengetahui apa yang terjadi di luar pintu pagar mereka.

Featuring November


Kapan Kemarin, aku bercerita pada ibuku tentangmu. Entahlah, aku pun tak tahu kenapa aku melakukan itu. Mungkin, aku sedikit rindu padamu. Dan tentu saja, membicarakan dirimu adalah hal menyedihkan yang selalu memaksa airmataku untuk jatuh.

Ibuku pernah bertemu denganmu. Meski cuma sekali. Tapi, bisa saja ia punya kesan tersendiri tentangmu. Beliau pun berteman denganmu di dunia maya. Maka, sepertinya ibuku tak butuh ceritaku. Tapi, aku tak bisa menahan diri untuk tidak membuka kapsul waktu yang sudah lama kukubur saat ibuku menyebut namamu dalam pembicaraan santai kami siang itu. Kunci kapsul waktu yang kukira sudah hilang, kembali kau beri padaku saat kau tanya kabarku melalui WA seminggu yang lalu.

Kak, sedari awal aku mengenalmu, aku tahu ada hal menyedihkan yang kau sembunyikan dariku. Dan dari orang lain. Dari keceriaan yang kau tampakkan di hadapan manusia hanya untuk menyembunyikan gloomy-nya hidupmu.Dari lebarnya senyumanmu hanya untuk menyembunyikan kesedihan hatimu. Dari suara renyah tawamu hanya untuk menahan jatuhnya airmatamu. Dari kata-kata penyemangat yang kau ucapkan lebih untuk menyemangati dirimu sendiri. Kak, apakah kau pernah mendengar sebuah perkataan "Jiwa (spirit) itu akan mengenali yang sejenis / yang memiliki kesamaan dengannya"?

Kak, kau adalah orang yang baik. Maka tetaplah seperti itu. Kau yang tak pernah serakah dengan kebahagiaan yang dimiliki oleh orang lain. Kau yang tak pernah mengeluh atau berharap menukar takdirmu yang buruk. Kau yang bahkan masih tak murka meski kecewa dengan orang disekitarmu yang memanfaatkan kebaikanmu. Kau, yang bahkan masih merasa kasihan pada orang lain di sekitarmu, padahal mereka tak tahu bagaimana menyedihkannya hidupmu.

Kak, aku sungguh berterima kasih atas semua yang pernah kau lakukan untukku. untuk semua kebaikan-kebaikanmu. Meski hidupmu begitu sulit, tapi kau tak pernah berhenti membantuku.

Kak, aku sungguh berterima kasih padamu. Sejak mengenalmu, hari-hari sulit tak banyak menderaku. Meski bebanmu tak kalah berat,  kau tetap bersedia mendengar keluh kesahku.

Kak, aku sungguh-sungguh berterima kasih padamu. Aku mendoakan kebahagiaan untukmu. Aku berharap agar kau bahagia. Tidak, tidak. Aku sungguh ingin kau bahagia. Kau harus bahagia, Kak!

Tapi Kak, aku ingin kau mengerti bahwa berada di dekatmu membuat dadaku sesak. Berada di dekatmu membuatku semakin marah. Dengan berada di dekatmu, aku merasa diriku begitu menyedihkan.

Kak, saat aku menatap senyummu, saat aku mengingatmu, yang terbayang adalah beratnya beban hidupmu. Aku tak mau menatapmu dengan kasihan. Karena kutahu, kau tak suka dikasihani. Kau berusaha menyembunyikan kesedihanmu agar tak dikasihani orang lain. Tapi kak, itu justru membuatku semakin susah.

Kak, maaf. Ini semua salahku. Aku yang aneh. Aku yang selalu memiliki kesimpulan sendiri. Tapi Kak, inilah alasan kenapa pada akhirnya aku melepasmu.

Kak, ingat. Kau harus bahagia!






______________________________________________

Jangan salah sangka. Pada kenyataannya, hidup ini bukan hanya tentang asmara.

Don't Delude Yourself


You throw a tantrum when things don't go your way, just like kiddos.
You're pulling and pushing anyone around you, as if you're the boss.
So why don't you start asking yourself?
Something about what's been changed even after you're twelve?

So may I give you an advice?
Don't delude yourself!


I Beg You, Dont Touch My Things, Please. Just Leave It as I Place.


Saya benar-benar nggak suka kalau barang saya dipindah-pindahkan orang lain. Saya benar-benar nggak suka kalau barang-barang saya disentuh orang lain tanpa sepengetahuan saya. Tanpa saya melihatnya dengan mata kepala saya sendiri. Saya tahu bahwa sifat buruk yang melekat pada diri saya adalah saya begitu mudah menyalahkan orang lain untuk kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam hidupku. Maka, saya ingin mengajarkan pada diri untuk lebih bertanggung jawab. Untuk tidak terus-terusan make a defense mechanism. Maka, saya hanya memohon untuk tidak menyentuh barang-barang saya, apalagi memindahkannya saat saya tidak ada. My room is my zone. My room is my private life. Just leave my room alone.

Saya (berusaha) nggak mengeluh saat saya pulang dan ternyata kamar saya sudah ditempati orang lain dan saya harus tidur di kamar yang lebih mirip dengan gudang. I'm okay, setidaknya saya punya kamar sendiri.

Saya pun (berusaha) biasa saja saat saya harus pindah dari kamar (yang tadinya gudang kemudian saya jadikan kamar) ke kamar utama yang mesti disekat menjadi dua kamar karena ada penghuni baru datang ke rumah. Still, I'm okay dengan kamar yang hanya cukup untuk satu ranjang dan satu lemari kecil. Really, I'm still okay.

Pun, ketika rumah direnovasi habis-habisan, lalu saya harus pindah kamar lagi. I'm okay. Saya beneran nggak masalah. Meski lantainya jelek dan nggak ada jendela, pun pengap, saya nggak masalah. Tapi, saya nggak oke ketika saya pergi setengah bulan, dan lemari saya dipindahkan dari posisinya. Kasur, bantal, guling, serta barang-barang lain yang saya sudah susun sebelum saya pergi ternyata sudah tidak pada tempatnya, saya nggak oke dengan semua itu. Seperti sore ini, ketika saya nyari surat motor, dan nggak ketemu. karena posisi barang-barang saya sudah berubah. Sifat saya menyalahkan orang lain keluar lagi.
kalau sudah begitu, saya akan membenci diriku sendiri. Padahal, saya sudah berusaha berkompromi dengan diri sendiri. Untuk bisa sedikit mencintai diriku sendiri.

Saya mohon bantu saya. Saya sudah tak ingin membenci siapa-siapa lagi.

Againts Calculus


Kalkulus adalah cabang matematika yang fokus pada fungsi, limit, derivative, integral, dan deret tak hingga seperti deret Taylor dan Mc Laurin. Tapi saya tak sedang ingin membahas secara mendalam tentang kalkulus, karena saya bukan anak matematika. Pun saya tidak kuliah di jurusan Matematika. Pun tidak pernah mengambil kuliah tentang Kalkulus ketika kuliah. Namun, sepertinya saya menyadari bahwa Kalkulus begitu dekat dengan saya.

Ketika googling untuk mencari tahu lebih detail tentang Kalkulus, saya mendapati sebuah catatan bahwa "Kalkulus bukan sekedar Kalkulasi" (karena secara awam, saya memang mengartikan kalkulus sebagai kalkulasi). Tapi kemudian saya mendapati dari sebuah link ini bahwa Kalkulus (Dasar) adalah pembahasan yang berkaitan dengan Fungsi dan Grafik (yang berkaitan dengan hubungan antar titik, garis, dsb; pun bilangan yang berkaitan dengan pencacahan, pengukuran, dan perhitungan; fungsi atau pola aturan; pemetaan), Limit (mencari nilai dengan pendekatan ke kanan atau ke kiri), Integral (bahwa jumah membawa implikasi yang sangat besar), dan lain sebagainya, semacam itulah pembahasan kalkulus.

Kenapa Kalkulus begitu dekat dengan saya? Entah sejak kapan ini terjadi pada saya, tapi sejauh ini saya menyadari bahwa dalam menjalani kehidupan ini, saya selalu penuh dengan kalkulasi. Yang dahulu, saya pikir kalkulasi saya hanya terbatas pada untung - rugi, atau take and give semata. Ekonomi, Bisnis. Manajemen.

Tapi ternyata tidak. Kalkulasi saya sekompleks matematika (Kalkulus). Jika dalam hidup saya hanya memperhitungkan untung - rugi, maka saya tak akan memikirkan orang lain. Yang penting saya untung, terserah orang mau kena imbas apa. Kalau kalkulasi saya hanya sekedar take and give, saya hanya akan memikirkan untuk mendapat dari orang lain sebanyak yang bisa saya dapat dan mempersedikit apa yang harus saya berikan pada orang lain.  Itu prinsip Ekonomi.

Tapi sekali lagi tidak. Kalkulasi saya sekompleks Kalkulus. Perhitungan tentang hubungan yang terjalin antara saya dan orang-orang di sekitar saya, menjadikan tujuan saya bukan hanya sekedar memenuhi keuntungan pribadi (apakah keuntungan yang benar-benar materi atau keuntungan batin). Harus ada kerelaan untuk "rugi" secara materi atau perasaan dengan mengkalkulasikan hubungan yang sudah terjalin.

Kalkulasi untuk tetap menjalani hidup dengan idealis sesuai dengan pola aturan. Bukan hanya sekedar mencari kenikmatan fana yang mungkin sudah banyak dikerumuni orang-orang hari ini. Kalkulus. Kalkulasi yang kompleks.

Anak Sospol berbicara Kalkulus, saya mungkin seperti orang buta yang sedang mendefinisikan siang dan malam. Haha.

random by googling
  

UNbreakble


Ada begitu banyak yang ingin saya tuliskan. Bahwa saya sangat bersyukur dengan segala keraguan yang dulu saya rasakan sehingga pada akhirnya saya nggak pernah menghubungi nomor yang sudah saya dapatkan. Karena ternyata, itulah yang terbaik. Tak ada yang perlu dikatakan. Tak ada yang perlu dijelaskan. Karena memang tak pernah ada kesepakatan diantara kita berdua. Cukup saya saja yang perlu berkompromi dengan masa lalu. Dan masa depan. Hingga hati saya mulai menyadari bahwa pretending as a great girl adalah sebuah keputusan yang tepat. Saya bersyukur dengan kebahagiaan yang (mungkin) sudah kamu dapatkan. Sebuah persahabatan yang kamu tawarkan (baca: kamu inginkan) mungkin tak bisa terjadi karena keadaan yang tak memungkinkan. Bahkan saya saja hari ini tak lagi tahu, siapa yang masih jadi sahabat saya. They were gone. Sibuk dengan kesibukan masing-masing. Haha

Sebuah hal yang juga mendorong saya membuka kembali blog ini adalah sebuah kesalahan yang baru saya lakukan pada keluarga saya sore hari ini tadi. I was hurting them. Dengan kebodohanku. For a moment i was forget that they don't think as I do. And I have been sorry to bring all the errors on them. Padahal, sebagian kesalahan juga ada padaku. Sebagaimana saya merasakan kemarahan atas semua kerugian itu, sudah pasti mereka lebih marah dan terluka dengan kejadian tadi. Padahal, merekalah orang yang mendapat kerugian, bukan saya. And I have no right blaming them. Seharusnya yang saya lakukan adalah comforting them. I'm so sorry..

Dan saya mulai nggak tahu, dimana starting point dari messy-nya hidupku ini. Berapa kali saya harus merasakan disorientasi lagi? Kalo saya katakan saya sudah nggak greedy lagi, mungkin saya salah. Bukankah disorientasi memperlihatkan sifat greedy yang masih tersimpan dalam diri? Ah, entahlah.

Mungkin saya sudah terlalu lama berhenti berkompromi dengan diri sendiri. Mungkin, diri ini rindu untuk berbincang dan saling menyemangati. Apa itu yang kau inginkan wahai diri?

Haps, semangat dong ah. Kamu memang nggak lagi muda, tapi jangan seperti orang tua. Kamu harus S-E-M-A-N-G-A-T. Biar awet muda. Hehe.

Perbaiki apa yang bisa kamu perbaiki. Rapikan messy-nya hidupmu dimulai dengan merapikan kamarmu. Mungkin kamu akan menemukan catatan harapan takdir yang kamu pernah langitkan tapi tak kamu lanjutkan. And be careful next time, please. Dont forget to be more and more care about others.

Pasang senyummu yang paling lebar, Haps. Terutama buat keluargamu. You know they love you more than you do them.

Feels So Heavy


It kinda feels so heavy. I don't know why. That's why, I just told myself  'ah, kali aja PMS'. Tadi sore, just because I want to realive my stress out, saya gosok tuh wajan, teflon, dan segala perlengkapan menggoreng-goreng yang tergeletak di cucian piring. It doesn't mean saya sedang stress atau apa. Tapi, it just... I feel so heavy inside of me. Like something, but I don't know why.

Kemarin, setelah sekian lama saya lost contact sama temen-temen SMA saya, akhirnya kami bisa chit-chat lagi via WA. Nggak hanya satu orang, bahkan 7 orang sekaligus. Harusnya saya senang kan ya. Saya senang, hanya saja, setelah nge-chat itu, ada perasaan berat yang justru bergelayut.

I said to myself: "it's enough, haps! pull yourself together."

Dan setelah saya capek menggosok perlengkapan masak memasak, saya mencari kesibukan lain untuk mengalihkan diri dara rasa berat. Semoga cepat kembali ringan. Hati.

Perhitungan Aset Dan Waris


Sekitar 3 atau 4 bulan yang lalu, saya dapat tugas belajar menghitung waris. Dengan paparan kekayaan dan jumlah ahli waris yang terdiri dari Istri, Ibu kandung, 1 Anak laki-laki, dan 1 Anak perempuan. Agak bingung juga jika langsung masuk pada kasus. Dulu, waktu sekolah belajar waris hanya sekedar teori. Nggak pernah ngitung-ngitung. Tapi beberapa bulan lalu, harus berkutat pada angka-angka. Nggak tau juga itu harta didapat dari mana. Haha.

haps
coret-coretanku
Eh, btw nggak tau juga itu total kekayaan bersih kenapa salah gitu jumlahnya ya. hahaha. Padahal jumlah kekayaan bersih didapat dari total aset dikurang total kewajiban (hutang). Tapi, karena berhubung ngitung warisannya udah terlanjur pake angka itu, jadi malas ngerubah-rubahnya lagi. Hahaha. Untung aja itu nggak beneran. hehe

Tapi, seenggak-enggaknya ada gambaran dikit lah. Yang paling penting, kalo mau ngitung warisan, emang harus datang ke ahli waris. Kalau mau ngitung-ngitung sendiri, mumet kepala. Hadddeeehhhh...