Tak Utuh


Pada akhir masa pembagian, aku mencoba mengambil darimu sebagian.

Untuk merasaimu utuh, ternyata aku terlalu penuh.

Sebagian darimu yang masih tersisa, tak ayal harus terbuang sia-sia.

Sepertinya kita memang hanya bisa berpadu, tak untuk bersatu.

Bukan inginku, tapi takdir berkata begitu.

 

 

PU Kedaton, the end of oktober 2014

(Belajar) Ikhlas Melepas



Wahai diri,
Sadarlah bahwa kamu hanya partikel kecil dalam dunia yang luas.
Menganggap dirimu sebagai pusat semesta raya, itu sungguh tak pantas.
Sesekali belajarlah untuk tak tersakiti meski hakmu terampas.
Cobalah belajar bagaimana ikhlas untuk melepas.

Wahai diri,
Biasakan untuk tak posesif pada apa yang kau kira adalah milikmu.
Padahal, bisa jadi hak orang lain ada di atas hakmu.
Jika hal sesepele itu tak sanggup kau pahami,
Bagaimana jika kelak suamimu hendak menikah lagi?

Wahai diri,
Sesungguhnya kau harus mengerti.
Ada hal yang harus kau pertahankan.
Dan ada juga yang sebaiknya ikhlas kau lepaskan.
Maka belajarlah..
Berusaha ikhlaslah..

A Sense of Nature

Pandangku terfokus pada semburat langit sore ini.
Cahaya mentari membias, menembus pekatnya awan mendung.
Ah, sungguh keindahan yang mampu memaksa mataku untuk tak mengalihkan pandangan.
Aku bahkan tak punya kamera dengan lensa canggih untuk mengabadikannya.
Hanya mataku: Aku mengabadikannya melalui kedua lensa mataku.
Sementara ingatanku telah lancang tertuju pada sosokmu.

Kamu : yang tetiba menjelma menjadi cahaya mentari sore yang indah.
Kamu : yang tetiba berwujud bulan penuh di malam yang tengah.
Kamu : yang tetiba berbisik melalui angin pagi yang dingin.
Dan selalu kamu : yang dalam setiap keindahan alam selalu menjelajahi pikiran.

Ah, berapa banyak sore seperti ini yang telah kuhabiskan?
Dan masih saja pikiran ini lancang menjelmakan dirimu dalam sebuah bayangan.
Tapi, tenanglah.
Kesadaran merajaiku sepenuhnya : bahwa keindahanmu hanya akan kuabadikan dalam diam.
Kupastikan tak kan ada selaras rindu dalam bait kata yang mengantarai kita berdua.

Seperti mentari sore kali ini yang cahayanya bebas menembus awan sepekat mendung,
aku tak akan membebanimu dengan segala rindu yang melulu.
Tapi jangan larang aku membebaskan perasaanku : biar ia hanya untukku tanpa pernah sampai padamu.

Kamu, tetaplah dengan keindahanmu.
Kan kuabadikan dalam diamku.


Bdl, Ba'da Ashar, 25/10/2014

Barakallahu Laka Wa Baraka Alaikuma

gambar random dari google


Hari ini nikahannya kak Nenz. Kapan itu sewaktu saya masih di kampus, saya suka banget manggil kak Nenz dengan sebutan "kakak ipar". Kenapa? Karena saya terobsesi pengen punya kakak ipar kak Nenz. Meskipun pada kenyataannya, Kak Nenz nggak bisa jadi kakak ipar saya beneran karena satu-satunya Mas saya udah punya istri, pun satu-satunya adik kak Neznz adalah Arfi (cewek). Tapi, saya waktu itu keukeuh aja manggil Kak Nenz dengan sebutan kakak ipar. Dan pada akhirnya saya berhenti manggil Kak Nenz dengan kakak ipar saat Kak Nenz meminta saya untuk nggak manggil dengan sebutan itu karena khawatir orang salah paham. Well yah, emang iya sih. Cuz Kak Nenz pada saat itu masih single. Jadi emang panggilan itu bisa bikin salah paham banget. Haha.

Kak Nenz itu, tipikal orang yang easy going banget. Saya suka sama Kak Nenz karena sifatnya yang nyanteee banget. Jadi, kalo kita ngelihat kak Nenz itu hidupnya kayak nggak ada masalah yang berat. Habis, Kak Nenz kelihatannya "take it easy" banget. Makanya, saya pengen banget kayak Kak Nenz, apa nggak saya pikir dengan dekat2 sama Kak Nenz bikin beban hidup rada ringan.

Dan lagi, Kak Nenz itu pinter banget. Udah gitu low profile pulak. Sama siapa aja bisa. Udah berapa olimpiade diikutin sama Kak Nenz deh. Kak Nenz tuh terkenal banget di kalangan dosen-dosennya. Dan, mana ada temen, senior, junior, yang nggak pernah ngobrol sama Kak Nenz. She's adorable banget deh. Makanya, saya suka banget sama Kak Nenz.

Dan, sebenernya saya temenannya sama Arfi, adeknya. Tapi, Kak Nenz tuh asyik aja diajak ngobrol. Asyik juga diajakin seru-seruan. Haha. Jadi, saya sama Kak Nenz tetep keep in touch gitu deh.

Well, tadi pagi saya dapat notifikasi WA. Ternyata dari Kak Nenz. Selfie pagi-pagi pake baju pengantinnya. Sengaja karena udah dari jauh hari saya emang minta. Ya Tuhan..... Kak Nenz cantik bingits subhananllah.

Aaaaaahhhhh, pengen sih saya bisa ada disana kayak waktu nikahannya Arfi. Tapi yaaaa qadarullah. time's not as it be. Tapi, asli deh saya ikutan seneng. Finally, Kak Nenz nikah juga. Semoga kehidupan pernikahannya benar-benar bahagia dunia akhirat. Terwujud sakinah, mawaddah, dan rahmah. Dikaruniai anak-anak yang lucu2, sholih dan sholihah.

Kak Nenz...... Selamat yaaaaaa.... Harus bahagia! :)

Barakallahu laka wa baraka alaikuma wa jama'a bainakuma fii khoir....

Don't Judge a book By Its Cover


Oh, Please... ini sudah tahun ke berapa? Kenapa masih menghakimi orang dari tampang atau penampilan fisik dia? Fisik itu kan bukan hal yang bisa kita pilih-pilih. Saya mau terlahir dengan hidung mancung, bermata (seperti) kucing, atau pipi yang tirus, dsb, dsb. Tapi, kalo kenyataannya Tuhan ngasih kita takdir hidung pesek, mata yang lebar, pipi yang chubby, dsb, trus apa kita harus meratapi diri atau justru pergi ke Korea untuk operasi plastik? Ya Tuhan...

Barusan saya di sms temen lama saya. Saya pikir ada apa, ternyata dia hanya mau ngomentarin tentang calon suami si A temen saya. Oh well, dulu kami bertiga emang berteman akrab ketika sekolah. Temen saya (sebut saja si O) yang duluan nikah. Sementara saya dan si A masih single. Nah, temen saya si A rencana menikah awal tahun depan dengan calon suami yang notabene temen kami dulu. Jadi, kami emang udah kenal.

Entah bagaimana ceritanya, ternyata temen saya A nggak ngasitau si O siapa calon suaminya. Sementara si A ngasih tau dengan pasti ke saya siapa orang yang bakal jadi calon suaminya. Dari awal malah si A cerita ke saya. Nah, ntah ada apa diantara mereka, tiba-tiba tadi si O sms saya, bertanya tentang calon suami si A. I have no idea kalo dia terlambat tahu, saya cerita kalo saya udah tahu. Lagian, mereka kan ngerencanain nikah awal tahun depan, jadi kenapa masih dirahasiain?

Oh, well... ternyata oh ternyata... Kenapa mesti dikomentarin? Temen saya si A emang cantik luar biasa. Maklum aja, dia masih keturunan Arab-Sunda, jadi bisa bayangin dong gimana cantiknya dia. Calon suaminya? Emang kenapa kalo dia nggak ganteng? Dia baik dan bertanggung jawab orangnya. Apa itu nggak cukup dijadikan alasan kuat untuk nerima lamarannya? Apa harus di tolak hanya karena secara fisik dia nggak pantas bersanding dengan si A? picik banget deh ah komentarnya..

Ini udah tahun berapa? Please don't judge a book by its cover. Jangan menilai orang dari fisiknya. Nyatanya, hari ini banyak banget cowok2 ganteng nan keren tapi brengseknya luar biasa. Apa standar kecocokan mesti dilihat dari, "kalo ceweknya cantik, cowoknya juga mesti ganteng." enggak kan?

Komentar-komentar begitu itu nyakitin loh. Saya inget gimana si A cerita waktu ada yang ngomentarin fisik calon suaminya. Saya lihat dari bagaimana ia bercerita. Bagaimanapun, hargai keputusannya. Yakin deh kalo kamu ada di posisinya, hal itu nggak mudah.

Secara manusiawi, kamu pasti bertanya dalam hati tentang hal yang menurut kamu timpang. Tapi, nggak mesti diucapin kan komentar-komentar itu? Simpan aja untuk kamu sendiri. Kalo kamu keluarin, itu cuma memperlihatkan betapa piciknya kamu.

We'll Wait

"Mana, De? Laki-laki yang katanya mau datang ke rumah?" Nyokap saya tiba-tiba melontarkan pertanyaan mengejutkan pada saya. Saya pikir, nyokap sudah melupakan pembicaraan itu. Ternyata tidak. Duh...

Saya menarik napas, lalu berkata, "Orangnya nggak serius ternyata, Mom. Yang serius orang tuanya aja." jawab saya tanpa berani menatap mata nyokap saya.

"Lah, kok bisa gitu?" Alih-alih berhenti, nyokap saya justru bertanya lebih lanjut.

"Ya gitu, Mom. Orang tuanya serius nyariin calon istri buat anaknya. Ternyata anaknya nggak." Saya nyengir.

"Idih, malesin amat deh..." Tiba-tiba Mbak Citra ikut nimbrung. "Emang kamu mau nikah sama orang tuanya?" lanjut Mbak Citra.

"Ya udah, deh. Kalo cuma orangtuanya yang serius tapi anaknya enggak ya nggak usah di lanjutin aja, De." Kata Nyokap. "Ibu emang pengen kamu dapat mertua yang sayang sama kamu. Tapi suami kamu juga harus sayang bangeet sama kamu." Kata Nyokap saya lagi.

Ya Allah, percakapan apa itu Ya Allah? Saya merinding sendiri......

Haha, begitulaah. Saya malas kalo ngomongin masalah pernikahan yang belum fix. Pernikahan itu suatu hal yang melibatkan banyak orang. Jadi kalo belum fix trus udah banyak yang tau itu, semacam memberi banyak harapan yang belum pasti jadi kenyataan. Kadang, kalo ternyata nggak lanjut, kitanya oke, tapi orang-orang di sekitar yang ngerasain kekecewaan. Kan, kasian....

Oh, Well. Sakit ini bikin saya sadar satu hal juga yang harus saya ungkapkan ke calon suami saya kelak. Semoga nggak jadi penghalang. Haha

Rest For Awhile


Aaaaaaahhhhhh.... selama sepekan kemaren saya sakit. Chikungunya. Awalnya, nggak tahu kalo chikungunya. Sebenarnya, saya udah nyadar kalo nakal pake banget. kegiatan saya lumayan padat dari Jum'at. Pergi pagi-pagi banget. Nggak sarapan, di luar aktivitas penuh, nggak sempat jajan pula. Seingat saya, hari Sabtu saya cuma sempat makan sekali, itupun sudah jam 3 sore. Trus hari Ahad lebih parah lagi. Jam setengah 5 sore saya baaru makan. Bukan nasi atau mie, tapi pempek kapal selem. Lengkap sudah.

Akhirnya, kejadian deh. Malam senin saya kecapekan, dipanggil makan saya nggak kuat bangun. Jadi saya pilih tidur. Paginya, Ya Tuhan.... dada saya nyeri banget-banget. Tiap ngegerakkin badan sedikit, dada kayak ditusuk dan dihimpit. Sakitnya luar biasa. Saya pilih tidur terus saja. (Pada saat itu saya sedang cuti shalat). Sampai jam 9 pagi, saya maksa buat bangun. Tapi ya Tuhan..... saya sakit luar biasa. Bergerak dikit, dada saya nyeri banget-banget. Tante saya bikin lelucon saya tertawa, saya kembali merasakan sakit di dada yang begitu hebatnya.

Pas siangnya, ternyata sakitnya meningkat ke level saya nggak bisa jalan. Kaki, tangan, leher, semuanya terasa nyeri. Kepala saya pusing banget. perut saya  mual. Dan, saya lihat timbul bintik-bintik merah di kedua lengan saya. Kepala saya dipegang, ternyata demam.

Chikungunya! Ya Allah, 3 hari saya nggak bisa jalan. Senin sampai Rabu. Hari Kamis udah mulai bisa jalan, tapi masih kerasa nyerinya sedikit-sedikit.

Obatnya? Saya minum parasetamol buat nurunin demamnya. Buat chikungunya-nya apa? Nggak usah minum obat buat nyembuhin chikungunya. Minum air kelapa muda aja. Chikungunya nggak ada obatnya. masa inkubasinya katanya 2-4 hari. Dan yang terjadi sama saya kemarin selama 3 hari. Dan, setelah itu kelumpuhan yang saya rasa bener-bener hilang dengan sendirinya.

Cuma emang mesti nyabarin diri banget pas masa inkubasinya itu. Tersiksanya banget-banget. Terutama di malam hari. Ya Tuhan.... berapa kali saya terbangun dalam semalam karena sakit kepala saya yang menghebat itu? Dan bagaimana saya harus ngesot buat ke kamar mandi ataupun untuk sekedar ngambil minum ketika habis.

Dan selama sepekan saya benar-benar nggak berteman dengan air. Karena seluruh badan saya akan merah dan gatal banget kalo kena air. Jadi jangan bayangkan bagaimana aroma saya selama sepekan kemarin. Ya Allah....

Alhamdulillahnya, meskipun sakit, saya paham banget pentingnya minum. Jadi, ketika saya masih demam tinggi selama 3 hari kemarin, dalam sehari saya bisa menghabiskan air minum 3,5 liter bahkan lebih. Saya emang doyan banget minum.

Dan, meski saya nggak nafsu makan, saya maksain diri untuk tetep makan. meskipun cuma 3 atau 4 sendok. Dan alhamdulillah, saya udah baikan sekarang. Sisa berkompromi dengan maag yang masih belum pulih benar.

Well, saya ini kuat seperti beruang sih :)

So Difficult

Ini Idul Adha... Dan saya masih saja suka dengan Idul Adha. Begitu suka. Sangat-sangat suka. Teramat suka.

Tapi, beberapa waktu ini, saya teralihkan dengan hal lain. Bukan, saya nggak ikut daftar tes CPNS. bukan, saya juga udah nggak lagi terfokus pada proposal yang stuck itu. Ada hal lain, dan itu begitu menakuti saya.

Usia saya sudah mendekati 26. November nanti. Kata beberapa orang, usia itu sudah mesti diperhitungkan. But, what? Mungkin saya masih begitu childish sehingga saya selalu berpikir, I'm not in a hurry. So what? Tapi itu yang dijadikan konklusi bagi sebagian orang yang mengatakan bahwa saya hanya sedang menunda-nunda.

Beberapa waktu lalu saya sempat membaca, jika seseorang dekat dengan Rabb-nya, ia tak akan merasakan kegelisahan dan semacam galau. Tapi, saya sering mengalami disorientasi. I just dont know what to do. Jadi, memang saya yang belum mendekat pada Rabb saya. Dan saya sadari hal itu.

Yang begitu menakutkan adalah ketika saya dihadapkan pada pilihan, dan orang di sekitar saya mendesak saya untuk segera memberi keputusan. Lalu, saya sadar. Bahwa harapan saya begitu tinggi melambung sampai ke angkasa. Sementara saya masih saja belum beranjak dari tempat saya berdiri saat ini.

Saya tau bahwa saya tipikal perempuan yang masih jauh dari kata shalihah. Saya masih sering membangkang. Saya masih sering bandel dan nekat berjalan di batas syari'at. Tapi, meski begitu saya nggak ingin orang yang datang adalah setipikal dengan saya. Apalagi yang jauh di bawah saya secara keimanan. Bagaimanapun, saya begitu ingin menyelamatkan diri. Dan, pasangan yang tak menjerumuskan adalah salah satu bentuk menyelamatkan diri yang efektif menurut saya.

Kenapa saya begitu ketakutan? Karena saya paham, jika saya menikah, maka kewajiban saya untuk ta'at pada pasangan saya. Dan, ketaatan itu ingin saya berikan pada orang yang benar-benar pantas untuk dita'ati. Dan saya nggak ingin, jika ternyata pasangan saya kurang shalih, saya justru jadi perempuan tak tahu diri yang durhaka pada suami.

Oh, Tuhan. Saya jadi ingat kata tante saya, "begitulah dilematisnya orang yang terlalu banyak tahu." Dan, I just dont know what to do.

Ya Tuhan..... apa tak bisa dimengerti bahwa saya bukannya sembarang menolak. Tapi, saya hanya nggak ingin sembarang menerima. Menikah, bukan perkara gambling. Menikah urusan seumur hidup. Bukan pikiran ya udah jalani aja, perkara ntar dilihat ntar. Setahun, dua tahun, tiga tahun, lalu apa?

Saya tahu, bahwa laki-laki yang baik untuk perempuan yang baik. Dan Kalam Allah pasti benar.

Tuhan, doa saya masih sama. Saya ingin menikah dengan laki-laki yang paling shalih. Paling shalih.