Tampilkan postingan dengan label poems. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label poems. Tampilkan semua postingan

보고싶어








 _pada 27 setahun lalu

Jarak kita hanya selaras jejak. Tapi tak saya tak juga kamu bisa saling mendekat. Pagi ini, pilu mendekap. Merenda isak membuat perasaan sesak.

 

_pada 28 setahun lalu

Pada masa mata terpejam lalu membuka, jarak kita kembali merapal dua pulau. Dan lalu saya sadar, ini bukan tentang jarak. Ini tentang ikatan hati, yang hingga hari ini belum terpatri.


_idul adha kemarin

Tapi, keteguhan itu tak pernah betah bersandar padaku. Sesering aku berjanji, sesering itu pula kukhianati. Pada diammu, aku terusik sepi.


  ~merapal dua pulau~


Tak Utuh


Pada akhir masa pembagian, aku mencoba mengambil darimu sebagian.

Untuk merasaimu utuh, ternyata aku terlalu penuh.

Sebagian darimu yang masih tersisa, tak ayal harus terbuang sia-sia.

Sepertinya kita memang hanya bisa berpadu, tak untuk bersatu.

Bukan inginku, tapi takdir berkata begitu.

 

 

PU Kedaton, the end of oktober 2014

(Belajar) Ikhlas Melepas



Wahai diri,
Sadarlah bahwa kamu hanya partikel kecil dalam dunia yang luas.
Menganggap dirimu sebagai pusat semesta raya, itu sungguh tak pantas.
Sesekali belajarlah untuk tak tersakiti meski hakmu terampas.
Cobalah belajar bagaimana ikhlas untuk melepas.

Wahai diri,
Biasakan untuk tak posesif pada apa yang kau kira adalah milikmu.
Padahal, bisa jadi hak orang lain ada di atas hakmu.
Jika hal sesepele itu tak sanggup kau pahami,
Bagaimana jika kelak suamimu hendak menikah lagi?

Wahai diri,
Sesungguhnya kau harus mengerti.
Ada hal yang harus kau pertahankan.
Dan ada juga yang sebaiknya ikhlas kau lepaskan.
Maka belajarlah..
Berusaha ikhlaslah..

A Sense of Nature

Pandangku terfokus pada semburat langit sore ini.
Cahaya mentari membias, menembus pekatnya awan mendung.
Ah, sungguh keindahan yang mampu memaksa mataku untuk tak mengalihkan pandangan.
Aku bahkan tak punya kamera dengan lensa canggih untuk mengabadikannya.
Hanya mataku: Aku mengabadikannya melalui kedua lensa mataku.
Sementara ingatanku telah lancang tertuju pada sosokmu.

Kamu : yang tetiba menjelma menjadi cahaya mentari sore yang indah.
Kamu : yang tetiba berwujud bulan penuh di malam yang tengah.
Kamu : yang tetiba berbisik melalui angin pagi yang dingin.
Dan selalu kamu : yang dalam setiap keindahan alam selalu menjelajahi pikiran.

Ah, berapa banyak sore seperti ini yang telah kuhabiskan?
Dan masih saja pikiran ini lancang menjelmakan dirimu dalam sebuah bayangan.
Tapi, tenanglah.
Kesadaran merajaiku sepenuhnya : bahwa keindahanmu hanya akan kuabadikan dalam diam.
Kupastikan tak kan ada selaras rindu dalam bait kata yang mengantarai kita berdua.

Seperti mentari sore kali ini yang cahayanya bebas menembus awan sepekat mendung,
aku tak akan membebanimu dengan segala rindu yang melulu.
Tapi jangan larang aku membebaskan perasaanku : biar ia hanya untukku tanpa pernah sampai padamu.

Kamu, tetaplah dengan keindahanmu.
Kan kuabadikan dalam diamku.


Bdl, Ba'da Ashar, 25/10/2014

Apa Yang Terjadi, Terjadilah


Terakhir kali saya masih saja mempertanyakan, 'kenapa saya tidak, kenapa dia boleh?'. Sebelumnya juga saya pernah mempertanyakan, 'kenapa cuma dia, kenapa saya tidak?'. Pun di tiap detik masalah menerpa saya selalu bertanya, 'kenapa begini?', 'kenapa begitu?'. Sampai di satu titik saya sangat lelah karena terus saja bertanya, 'kenapa bisa?'.
Lalu antara putus asa, sedih, ingin lupa, dan ketiganya, saya berhenti mempertanyakan 'kenapa?'. Pada akhirnya saya sudah tak peduli lagi. Pada diri sendiri saya katakan, 'Qadarullah, apa yang terjadi, terjadilah.'
Dan kini saya memaksa diri untuk tersenyum lagi.


Angkasamu, Semestaku


Apa yang kulakukan ini tak ubahnya bagai permainan layang-layang. Kuciptakan senar panjang mengantarai kita berdua. Jika angin mengiramai angkasamu, kuurai senar panjang itu. Kuulur seirama resonansi angin, agar ia tak mencurimu dariku. Sesekali kumenarik senar ditangan, sehasta demi sehasta. Kau tahu, kusangat takut jika adamu hilang dari pandangku.
Layang-layangku, semestaku adalah berjibaku dengan tarik ulur untuk membersamai angkasamu. Menarikmu terus menerus hanya akan membuatku kehilanganmu. Pun selalu mengulurmu adalah kebodohan yang tak akan kulakukan.
Layang-layangku, mengangkasalah. Biar semestaku menengarai angkasamu.
*Pict taken randomly from google*

Padaku, Banyak yang Sebenarnya Bukan


Kata

Laku

Cara

Ramu

F???i???l???s???a???f???a???t??? Tersesat


Jangan mengambil mataku untuk kau pakai melihat. Karena kau tak akan pernah bisa memperkirakan seberapa dalam jurang yang akan kau masuki. Kegelapan yang terhampar begitu pekat.
Kau mungkin akan kehilangan arah. Kau mungkin tak akan bisa lagi mengetahui kemana kakimu harus melangkah. Bahkan, kau mungkin sudah tak bisa mendeteksi dimana kakimu bisa berpijak.
Mengambil mataku berarti kau membuat dirimu tak lagi tahu kemana harus kau arahkan pandangan, bagian mana yang bisa kau gunakan sebagai sandaran selama perjalanan.
Begitulah, kau mungkin akan tersesat dan tak bisa kembali. Jadi jangan pernah mengambil mataku untuk kau pakai melihat. Karena mata ini penuh dengan kegelapan yang membutakan.

Can You See Me?


Akan ada massanya dimana kamu akan berkata, "who really that care, sih." Dan kamu akan terus dengan keacuhanmu. Kebodohanmu. Yang membawamu pada kehancuran.

See me, the one who always care about you. A white lie you always want to hear.

Kala itu Kamu


Kala waktu terasa lengang, ada satu yang selalu menganggu: rindu, kamu.

Siapa saya,siapa kamu, kita akan semakin sering bertanya. Selanjutnya, kita masih terus bertanya.

Apa saya sempurna? Apa kamu paling purna? Kita masih terus mempertanyakannya. Bahkan, untuk setiap detik saat hati kita bicara: Kamulah.

Puisi Rindu


Pejamkan mata sekali lagi. kali ini, saya rindu kegelapan menyergap. sakitiku lebih dalam, lagi dan lagi. rindu sepenggal puisi.

Saya tak sedang mencipta. pun bukan mengolah rasa. puisi ini bagian diri. mungkin utuh atau separuh.

Penggalan kata-kata tak waras. yang terserak tak bermakna. terkumpul jatuh tak mempesona, tapi ibu pernah berkata, "jadikan jujur sebagai penghias lisanmu, nak."

Ah, ibu. apa kau tahu tingkahku selama ini? pendusta dan pendosa. jujur mungkin telah terpenjara sangat lama. tapi bu, bisakah saya membebaskannya?

Ah, kenapa saya membawa nama ibu untuk larut dalam noktah? untuk berkabung dalam hidup yang dipenuhi noda? apa hidup segamang itu? saya mungkin sudah hilang arah.

Jika boleh jujur, saya rindu berkumpul dengan orang-orang sholih itu lagi.

Jika boleh jujur, saya rindu terbius senandung ayat alqur'an dari pemilik bibir-bibir pucat tak bergincu.

Jika boleh jujur, saya rindu berdiri berdempetan dalam kekhusyukan shalat di malam panjang.

Jika boleh jujur, saya rindu mendengar petuah-petuah shohih tentang janji berupa syurga. tentang cinta dan airmata. tentang perjuangan dan kemenangan. juga tentang siksa dan murka.

Jika boleh jujur, saya mengharap uluran tangan para pejuang. yang mengajakku serta meretas jalan menuju syurga.

Untuk semua cerita, luka, dan airmata, bisakah kita maafkan saja semuanya?

(Kembali) Do'a


Kapan kau akan benar-benar menengadahkan tangan? Menghadapkan wajahmu untuk meminta.
Kau tahu, Allah sedang menunggu untaian do'a yang kau rajut setiap detiknya.
Ia Maha Tahu isi hati. Ia hanya ingin mendengarmu mengadu : setiap kata yang tak pernah terucap, yang kau jaga dengan diam, yang kau simpan dalam-dalam.

Hati, apa kau lupa bagaimana berbisik lirih pada-Nya? Kala gundah, di kala resah...
Hati, apa kau takut untuk kembali melangitkan do'a? Kala harap, di kala senyap...
Hati, apa kau tak rindu untuk lama-lama berdua dengan-Nya?
Padahal kau tahu, hanya ia tempat semua keluh kesah. Hanya Ia muara setiap harap. Hanya Ia Pengabul segala pinta.

Hati, ajak aku kembali.

Kehilangan


Kehilangan...
Banyak hal yang datang lalu pergi. Pergi dan tak kembali. Apakah harus diratapi?!

Menahan yang hendak menghilangkan diri adalah hal paling sia-sia. Menahan apa-apa yang akan pergi hanya akan membuat diri menderita.

Terima sajalah. Terima setiap kebingungan karena banyak hal begitu gigih menghilang dari hadapan mata.

Maka, berlatihlah. Berlatihlah dengan semua kehilangan. Lebih gigih lagi. Lebih banyak lagi.

Hingga kehilanganmu, bukan menjadi sebuah derita. Meski tampaknya, (sejak awal) kau tak (berniat) menghilangkan saya.

Tears Of Sheep


Cinta...
Yang bagaikan jejak kaki di atas pasir
pasti tidak akan terbalas
Punggung itu seperti menghalangi perasaanku.
Selalu berjalan sendirian
Setiap aku mendekat........
Seperti halnya pasir di tepi pantai
Yang terhempas kembali ke pantai
Yang tinggal hanya jejak kaki.
Perasaanku padamu seperti halnya tepi laut
yang hanya bisa tenang
tanpa suara...
hanya tulisan yang menghilang

Jejak Cinta


Jejak cinta kita kini sudah hampir menghilang. Seiring waktu yang tak lelah berjalan. Tapi, kuharap kenangan itu tak kan hilang. Karena yang bisa kita lakukan sekarang hanyalah memutar ulang kenangan. 10 hari yang menghapus setahun. Kita tak pernah tahu masa depan akan membawa kita kemana. Akan seperti apa kita setelahnya...

Intitled


Aku merindu dalam diam. Laksana laut tanpa deburan ombak. Seperti hutan tanpa kicau burung. Aku menginginkanmu dalam kehampaan, temaram bak kuburan.

~merapal dua pulau~

. . . . .

Apakah kita sedang bernostalgia?!

Apakah kita sedang merajut kembali asa yang pernah ada?!

Tahun ke tahun yang tetap (masih) diam.

Kata-kata diantara kita terbungkus teredam.

Lalu celotehan tiba-tiba datang, seperti tak (pernah) ada yang berubah.

Padahal hati kita sama-sama (tak) tahu, masa lalu sudah tertinggal jauh.

Yang kita lakukan (pagi ini) tadi mungkin hanya basa-basi.

Lalu esok kita (seperti) tak kenal lagi.

Love is...

haps'
pict owner

Gaza Memanggil


Utsbut..!
Utsbut..!
Utsbut..!
Tsabatkallah..!

Mesiu..
Menari-rayu pada rindu-rindu kita di malam buta, pada sujud-rukuk kita demi cinta..

Peluru..
Memanas-manasi himmah tentang mati untuk hidup selamanya.
Tentang pergi untuk pertemuan yang tak habis-habisnya..

Tank-tank musuh..
Berlagak pongah padahal kami tak pernah cemburu, si lemah memang lebih membutuhkannya.
Berlagak angkuh seakan-akan kami menyerah, sementara kami melihat ketakutan di mata-mata mereka.

Gaza, tanah yang penuh cinta..
Tanah yang disesaki prajurit-prajurit langit.
Tanah yang selalu merah.. Untuk sebuah janji mulia: Jihad!

Maka kemarilah..
Penuhilah janji manis kita..

Disini Gaza menanti..
Dan bidadari merindu..

Pict random from google


*puisi ini spesial ditulis oleh kak Farah atas permintaan saya. Thanks a lot kakak :)

Asing


pict owner

Angin berteman sepi meyambut
Uluran tangan pengelana
Dedaunan jatuh berguguran
Tak ada gurun pasir
Hanya bangunan-bangunan batu di sekitar

Bising
Ramai celotehan manusia pemilik peradaban
Penuh cela dan kritik menyakitkan
Pada pengelana yang datang dengan segenggam keyakinan

Berbekal keyakinan akan sebuah kebenaran
Pengelana berjalan sendiri
Hanya seorang diri
Dalam keterasingan yang panjang