Writing WAS My Healing Process


"Haps, kamu sekarang udah jarang nulis lagi ya?"

Beberapa waktu yang lalu, seorang teman menanyakan hal itu padaku via messenger. Sempet hesitate, antara jawab lucu-lucuan atau emang jujur aja. Akhirnya saya pilih tengah. Jawaban jujur tapi dibikin lucu. Haha.

Sempet, saya berkali-kali berpikir bahwa vakumnya saya dari menulis adalah karena kesibukan. Tapi, eventually saya paham banget bahwa bukan itu jawabannya. Sesibuk apapun, itu bukan hal paling krusial sehingga saya nggak lagi menulis. Dan memang, ada alasan yang lain selain kesibukan.

Yah, writing was my healing process.....

Kenapa saya pakai past tense dalam kalimat itu? Karena itulah jawaban dari pertanyaan teman saya. Dahulu, saya sering merasa tidak bahagia. Saya berkali-kali mendapatkan kekecewaan dan pengkhianatan. Saya terlalu banyak melihat kehidupan dari sudut pandang yang gelap. Saya selalu menganggap bahwa happy ending hanya ada pada dongeng belaka. Maka, saya berusaha mengobati luka di hati saya dengan menulis.

Dengan menulis (dahulunya) saya berusaha menguatkan diri saya. Agar tidak melakukan hal-hal bodoh yang akan saya sesali kedepannya. Dengan menulis (dahulunya) saya berusaha untuk menghibur diri saya. Agar di sela-sela tangis, saya tak lupa bagaimana cara tertawa. Dan dengan menulis, (dahulunya) saya berusaha menguntai asa. Bahwa kelak saya akan mendapat kebahagiaan sebagaimana yang saya harapkan.

Maka, saya terus saja menulis. Dan, saya tak pernah menulis untuk orang lain. Menulis adalah cara saya untuk berkomunikasi dengan diri sendiri. As my healing process.

Dan, 2 atau 3 tahun belakangan ini, saya merasa my heart's more at ease. Saya nggak bilang bahwa saya telah menemukan kebahagiaan. Nggak sejauh itu, tapi saya udah nggak begitu greedy lagi. Saya udah nggak begitu fragile lagi. Saya udah mulai melihat dunia dari sisi yang terang. Saya berusaha menerima kesedihan beriringan dengan hal-hal yang menyenangkan. Dan, mungkin saja kebahagiaan bermulai dari bagaimana kita bisa menerima hal-hal yang ada ataupun yang datang pada kita dengan hati yang lapang.

Well, seiring berjalannya waktu, menulis mulai tak lagi jadi kebutuhan saya. Yah, karena mungkin healing process itu tak lagi se-urgen dahulu. Sebagaimana seseorang yang telah sembuh dari sakitnya, maka ia tak perlu lagi mengkonsumsi obat dari dokter. Karena menulis mungkin bukan antibiotik buat saya. Haha

Jadi, jika saya sudah tak lagi menulis, yakinlah bahwa................


sumber: random by googling

Kenangan, dalam Benak Seorang Perempuan


Ada jejak yang kau tinggalkan kuat di sini: dalam ingatanku. 
Hingga apa yang kurasa selalu saja: tentangmu.
 

Aku berada di sebuah tempat yang sangat gelap. Aku menengadah. Tepat di atasku, bintang-bintang bertaburan tanpa penghalang apapun. 

Tanganku... Aku merasa ada yang sedang menggenggam tanganku. Aku menoleh, dan mendapati Kenang sedang tersenyum manis padaku. Ia menggenggam tanganku. Aku tersenyum padanya.

Kami berjalan beriringan masih sambil bergandengan tangan. Angin bertiup memainkan rambut Kenang yang lurus dan panjang. Aku tersenyum menikmati pemandangan indah ini. Langit bertabur bintang dan angin memainkan rambut indah Kenang, adalah sebuah pemandangan yang sempurna. 

Lalu, aku dikejutkan dengan angin yang tiba-tiba bertiup sangat kencang. Aku menengok ke arah Kenang, tapi rambut Kenang yang tertiup angin menghalangi pandanganku. Aku menutup mata, berusaha menghalangi debu dan daun agar tak masuk ke mataku. Terpejam, kudengar suara angin semakin kuat. Aku bergulat melawan angin yang seolah hendak menerbangkanku. Kakiku mulai terseret selangkah demi selangkah. Saat aku berusaha untuk berpegang pada sesuatu agar tak terseret lebih jauh, angin tiba-tiba berhenti. Suara ribut tadi berhenti. Semua sunyi kembali. 

Aku membuka mata dan menengadah ke atas. Sudah tak ada lagi bintang di langit. aku mengedarkan pandangan, melihat sekeliling yang telah berubah menjadi terang. Baru kusadari indahnya pemandangan di sekeliling. Begitu hijau dan menyenangkan. Aku tersenyum dan menoleh ke arah Kenang. Tapi betapa terkejutnya aku... Kenang sudah tak ada lagi di sampingku. Sebelah tanganku hanya menggenggam udara. Kosong.

Kenang... Dimana Kenang? 

Aku berlari sambil memanggil-manggil namanya. Aku terus berlari. Jalan yang kususuri ini panjang sekali. Tapi aku tetap saja terus berlari. Aku tak ingin kehilangan Kenang. Aku harus menemukannya kembali. Ah, kenapa tak kugenggam erat tangannya tadi? Atau kudekap saja ia erat-erat? Ah, sungguh bodohnya diriku.

Dengan napas tersengal, aku sampai di sebuah tempat dengan kerumunan orang. Aku berusaha mencari kenang di lautan manusia. Ah, itu dia. Tak jauh dariku, seseorang berdiri membelakangiku. Rambutnya lurus dan panjang, sama seperti Kenang. Aku tersenyum dan menyentuh pundaknya. Ia menoleh dan aku harus menelan kekecewaan. Dia bukan Kenang.

Aku kembali mengitari orang-orang yang sedang berkerumun, berusaha menemukan Kenang. Namun, berkali-kali aku mendapati seseorang yang dari belakang tampak seperti Kenang, tapi ternyata ia bukan Kenang. Aku mulai panik. Dan aku ketakutan. 

"KENANG..." Aku berteriak memanggil namanya. 

"KENANGA..." Aku terus saja memanggil namanya sampai suaraku habis dan tak bisa lagi memanggil namanya.

* * *

Pada akhirnya, aku berpisah dengan Kenang begitu saja. Tanpa banyak kata. Hanya pengertian masing-masing atas takdir yang telah terjadi. Dari awal, memang aku yang salah. Aku yang pengecut. Aku yang bodoh. Sampai akhirnya, aku harus mengakui bahwa aku yang sedari awal tak berusaha. 

Jadi, ini yang disebut takdir? Aku mungkin egois dengan berpikir bahwa Kenang akan bersama denganku suatu saat. Jadi kubiarkan Kenang terus hidup dalam bayangan. Aku dengan bebas berkali-kali menemuinya dalam mimpiku. Tapi, pada akhirnya aku menyadari. Yang tertinggal hanyalah kerinduan. Tentang sebuah Kenangan.

Menikah adalah Bukti Cinta


Kemarin, saya kumpul dengan teman-teman saya. Mumpung saya libur, mereka juga libur. Dan, pas banget dapat waktu yang bisa bikin kami kumpul, karena biasanya saya libur, merekanya yang sibuk, atau kebalikannya, pas mereka libur, sayanya yang lumayan sibuk. Dan, alhamdulillah, kemarin karena dapat waktu libur yang bareng, akhirnya secara spontan kami mutusin buat jalan-jalan. Berenam, cewek semua. Nekat jalan ke pantai meski nyetirnya nyusahin pengendaraa lain di jalan karena belum terlalu mahir pake mobil manual. Teman saya yang nyetir terbiasa pakai mobil matic, tapi nggak dengan mobil kopling. Haha. Tapi, selalu ada pemakluman untuk perempuan kan? Ahahaha....

Kami pergi ke pantai. Sari Ringgung. Tapi nggak berenang ataupun main air. Kami cuma nikmatin pemandangan dan bau air laut aja. Dan memang subhanallah pemandangannya bagus. Well, setelah makan, seperti biasa kami cerita-cerita. Dan, nggak bisa nahan airmatanya, salah seorang temen saya cerita kalo pacarnya baru saja nikah dengan orang lain. Saya bingung, antara mau ketawa atau prihatin dengan airmatanya yang terus ngalir.

Well, mungkin terdengar klise, tapi yang saya katakan ke dia, "Berarti dia bukan jodoh kamu. Udah, nggak usah sedih. Santai aja lah." Tapi, bukannya tenang, justru saya lihat dia semakin sedih. Dan, dia tambah curhat bagaimana perasaannya yang sudah "terlanjur" dalam ke cowoknya itu. Dan, nggak nyalahin sih, tapi memang kenyataannya kan, kalo orang pacaran berarti mengingatkan hati. Padahal, pacaran itu nggak jaminan sampai ke pelaminan. Kalo hati udah terikat, tapi nggak jadi nikah, hati pasti banget-banget sakit. Dan gitu deh, akhirnya susah move on.

Dan, saya nasihatkan kepada teman saya itu untuk nggak lagi berhubungan dengan laki-laki itu. Seberapa pun manis janji laki-laki itu, tapi dia udah jadi suami orang, kan? Secara logika saja, kalopun dia siap menceraikan istrinya, apa temen saya itu mau nikah sama duda? Perempuan, mesti punya harga diri juga kan? Saya katakan kepada teman saya itu, dia cantik, tinggi, kariernya (insyaAllah) bagus, punya mobil pulak. Jadi, laki-laki itu udah nikah, ya nggak usah dijadiin ganjalan di hati. Apa mau nikah sama laki-laki yang sudah beristri? Jadi istri kedua? Dengan kualifikasi teman saya yang masyaAllah begitu? Nggak, kan? :))

Dan, pikir lagi dong, kalo emang dia bener-bener cinta (sayang) kenapa nikah sama orang lain? Whatsoever halangan yang mesti dilalui, kalo cinta bukannya mesti diperjuangkan ya? Kalo menyerah dalam memperjuangkan cinta, berarti emang siap untuk nggak bareng kan? Kalo dia nggak memperjuangkan kita, berarti emaang dia nggak benar-benar yakin kalo kita jodoh dia kan? Jadi, kenapa masih nggak bisa berpikir jernih? Dan, sebagai sesama perempuan, pikirkan posisi istri dari laki-laki itu. Kalo kita jadi dia, bagaimana jika suami kita masih berhubungan dengan orang yang dia cintai dan mencintainya? Feel unsecure pasti kan?

Trus, temen-temen yang lain nanya, "Trus, jodoh nggak perlu dicari gitu?" Ya saya jawabin, "Ngapain nyari-nyari Jodoh? Kan Jodoh kita udah ditentuin sama Allah. Tinggal kita minta sama Allah untuk dipertemukan. Dan, tinggal kita ini udah siap belum dipertemukan dengan jodoh kita?"

Trus, temen saya nanya ke saya (karena saya nggak pacaran) apa yang saya lakukan sebagai usaha saya untuk bisa bertemu dengan jodoh saya agar bisa menikah? Haha, saya ketawa.

Saya ngasih jawaban yang membuat mereka bergidik, "Kalo Allah emang nggak ngasih jodoh kita di dunia, yakin aja kalo jodoh kita sedang menunggu di syurga." (hahahaseeekkk)

Secara serempak mereka ngejawab, "Tapi saya mau nikah di dunia, punya keturunan jugaaaaa."

Saya ketawa aja :))

Well, temen saya yang tadinya nangis, udah ketawa-ketawa lagi. Mudah-mudahan dia bisa segera move on dan bertemu jodoh yang jauh lebih lebih baik dari laki-laki itu tanpa perlu bermaksiat kepada Allah. Aamiin.

Well, married is not about doing a race, right? Itu yang saya katakan kepada diri saya kalo udah mulai muncul bisikan setan, "si A udah punya anak aja, loe gimana Haps?!" Jodoh masing-masing orang udah diatur kan? Jadi nggak perlu disama-samain waktunya kan ya? :)))))

Sebelum pulang, kami keliling pantai nikmatin pemandangan sekali lagi. Subhanallah, bagus deh.

Pantai Sari Ringgung



WishList yang (se-) Harus (-nya) Terpenuhi


pernah saya tulis disini

Postingan itu saya buat di bulan Desember 2013. Dan, saat ini sudah tahun 2015 yang berarti tahun 2014 telah berakhir. Tapi, dari sekian banyak wish list yang buat, cuma dua yang terlaksana. Satu saya laksanakan sendiri. Yang satu karena orang lain.

"ganti nomor kartu ponsel tanpa perlu konfirmasi sana-sini" benar-benar saya lakukan di awal 2014 lalu. Dan, rasanya begitu nyaman yet membuat rindu hari-hari tenang tanpa notifikasi sms atau dering telpon yang melulu. Sekitar 2 atau 3 bulanan saya benar-benar nggak komunikasi kecuali kepada keluarga dan beberapa teman saya. Haha, dan saya bisa! Well, tapi sekarang nomor kartu ponsel saya sudah menyebar kemana-mana lagi. Dan, nggak apa-apa juga sih. Ahaha

" Tas selempang yang talinya panjang" akhirnya saya miliki karena pemberian dari temen-temen saya di Malahayati. Selama setahun kurang sebulan (mereka memberikan ke saya sekitar bulan Februari kalo saya nggak salah ingat) tas itu saya pakai kemana-mana. Tipikal saya, kalau sudah nyaman dengan satu barang (tas, sepatu, dsb) saya akan pakai itu terus. Dan, tepat kemarin akhirnya resletingnya rusak sudah. Haha. (jahatnya saya, sering maksain kapasitas muatan pada tas yang tergolong kecil. haha)

Well, selainnya saya nggak memenuhi wishlist yang telah saya tulis sendiri. Sampai musim hujan yang telah hampir mengering ini lagi, saya belum juga beli jaket yang slim tapi tetap hangat ataupun membeli payung lipat. Entah juga kenapanya, tapi meski duit ada, kesempatan untuk membeli itu yang nggak pernah ada. Mungkin, emang saya saat itu belum benar-benar butuh mungkin.

Sampai tahun 2015 ini, saya nggak melakukan travelling ke Batam ataupun Palembang. Saya emang bukan orang yang bisa melakukan perjalanan tanpa suatu tujuan. Dan, alhamdulillah juga sih seenggaknya saya nggak bersafar tanpa mahram. hehe

Dan, terakhir saya tetap saja nggak punya 'mood' untuk menggambar ataupun menemukan giwang yang cocok dengan selera saya. Tapi ya sudahlah. kedepannya, saya akan meneuliskan wishlist yang jauh lebih bermanfaat dan akan saya perjuangkan untuk bisa memenuhinya.

Wish list yang pertama yang nyangkut di kepala saya adalah: M.E.N.I.K.A.H  dengan laki-laki paling sholih di jaman saya Aamiin Yaa Rabb. Ahahaha :))

Well, selain itu, saya harus benar-benar fokus dengan perbaikan diri kali ini. Mulai dengan memperbaiki ibadah dan fokus perhatian pada ilmu syar'i. Mudah-mudahan Allah memudahkan.

Semangat ya, haps! :))