Bipolar - Personality Disorder


Pembahasan ini lagi marak-maraknya. Di televisi atau di sosmed. Ah, tema pembahasan kan emang gitu. Kalo ada satu hal yang heboh, itu semua dibahas. Ntar kalo ada yang lain lagi, bahasan baru ngegantiin bahasan yang booming kemaren.

But, whatever, personality disorder yang muncul ini dari kalangan public figure. Makanya, beritanya bisa sebegini heboh. Kemaren saya sempet nonton salah satu acara di tv yang nayangin klub orang-orang penderita bipolar. Oh, God... sampe dibikinin klub! Haha

Padahal, saya pikir bagaimanapun itu kan sebuah penyakit yang nggak perlu dibangga-banggain kan? I mean, statusmu 'hampir' mendekati gila, kamu masih memamerkannyake hadapan publik, yang nggak tau apa manfaat besarnya? Kalo saya sih memandangnya, tunjukin aja kepada orang yang akan membantu kamu melewati masa-masa sulit saat kamu depresi bahkan kepikiran untuk bunuh diri.

Dan, emang bipolar ini ngebahayain diri sendiri dan orang lain sih. Efek ke diri sendiri, bawaannya pengen bunuh diri itu bisa bikin kita nyakitin diri sendiri kan? Efeknya ke orang lain, penderita bipolar sering bikin orang-orang di sekitarnya nggak nyaman. Siapa sih yang bisa nyaman dengan oranh yang sedetik lalu jejeritan histeris dan sedetik kemudian udah tertawa ceria?

Jadi emang seharusnya penderita bipolar punya kesadaran untuk menyembuhkan dirinya. Dan, support dari orang-orang di sekeliking itu penting banget.

Dan lagi, saya pernah inget bahwa bahkan ada orang yang sampe usia 45 tahun belum bisa juga menemukan jati dirinya. Oh well, begitulah manusia. Harus ekstra usaha untuk hidup di dunia. Karena dalam hidup ini ada hal-hal yang baik dan nggak baik. Ada hal-hal yang boleh dan nggak boleh. Ada hal-hal yang bisa di maafkan dan ada juga yang tidak.

Just for your information, bunuh diri itu nggak dibenarkan agama. Pelakunya, nggak akan mencium bau syurga. It means tempat dia selanjutnya adalah di neraka. Jadi, hilangkan pikiran bunuh diri itu. Nggak ada keren-kerenya. Bakal menyesal mah iya. Dan, sangat penting untuk menjaga keimanan dalam dada. Dengan perkuat ibadah, perbanyak belajar agama, plus pilih temen-temen yang baik, yang sholih dan sholihah.

Kita berharap bisa selamat dunia dan akhirat kan ya :)







Menikah Seems Complicated (When others getting involved)

Sometimes, I just felt this way. 

Nggak, nggak, saya nggak sedang meracau. Saya hanya, sekedar berpikir, melihat hal yang terasa 'salah'.

Semacam ketidaksesuaian dari apa yang ada di sekitar kita, yang kadang bikin saya nggak bisa menahan diri untuk nggak bertanya, 'kenapa ya?'

Oh, well, beberapa waktu yang lalu, orang dekat saya bercerita kepada saya, kalau ada temannya (laki-laki) yang hendak serius dengan saya. Dan temannya itu meminta dimediasi agar bisa 'nyambung' ke saya. But, you know what, orang dekat saya itu nggak ngasi respons ke temannya itu. Dan orang dekat saya itu baru bercerita kepada saya setelah berbulan-bulan berlalu dari peristiwa itu.

Awalnya, saya santai aja menanggapi hal itu. Saya pikir, 'Oh well, she must has her own reasons kenapa kok nggak langsung gomong ke saya saat si temannya itu minta dimediasi. Kali aja si cowok itu brengsek, atau nggak kurang baik dari sisi akhlak atau agamanya. Atau mungkin, sayanya yg nggak pantas buat laki2 itu.' But anyways, saya nggak ngomong banyak ke orang dekat saya itu sewaktu dia ngungkapin cerita itu. Saya cuma senyum aja dan bilang, 'ya kali belum jodoh'.

Berhari berlalu dari pengungkapan itu, si orang dekat saya nyeletuk ke saya yang intinya, 'get married soon sana, haps!' Well, saya cuma bilang aamiin dengan santainya.

Dan kenapa hari ini pada akhirnya santai saya bisa bergeser dari kedudukannya? I was so annoyed with her blabering about 'get lost by married sana, haps!'-nya dia. I mean, sebenarnya dia itu serius nggak sih mengharap saya segera nikah? Atau sebenarnya saking sayangnya dia ke saya, she just wants to keep me close to her with being single? Haha, I don't really know what's in her real intention. Soalnya, udah dua kali saya dapati orang dekat saya itu 'menolak' (baca: nggak ngerespon) dua temannya yang want to have a relationship with me.

Haha, aneh kan ya? Ya emang sih dia bukan orang tua saya yang berkewajiban ngurus hidup saya gitu. Usianya juga nggak terpaut jauh dari saya, jd mungkin pola pikirnya masih belum begitu matang. Tapi, semacam timpang sih ya kalau udah mulai ngedesak-desak saya untuk segera nikah, sementara dia tahu kalo saya lebih milih santai nikmatin hidup kalo emang belum ada yang bener-bener datang ke hadapan saya dan bilang, 'I am houndred, even thousand serious being involved to you.'

Oh well, kata temen-temen saya, emang usia-usia segini udah bakal diributin masalah nikah. Tapi, kenapa nikah bisa jadi urusan yang dibikn complicated gini, sih?

Kalo saya yang ngejalani aja bisa santai dengan mensugesti diri, kenapa orang2 di sekeliling saya yang justru nggak bisa santai? Kadang saya berpikir, yang sebenernya itu, saya yang nunda-nunda nikah atau orang-orang dekat saya yang emang belum menginginkan agar saya segera menikah ya? Haha

Umur 25 di tanya-tanya terus soal nikah itu, kayak kembali ke semester 9 yang nggak ada hari nggak ditanya tentang skripsi. Pengen banget deh bilang, 'It's okay dear. It's been in processing right now. Lagian, waktu DO masih lama kali.' Dan waktu bikin skripsi, pas ada yang nyeletuk, 'kok stuck di BAB III aja sih?' Pengen banget deh bilang, 'ya udah deh ya, coba deh kerjain skripsi saya.' Nah, sometimes  beberapa waktu ini perasaannya semacam kembali ke masa itu deh. Haha

But, gimanapun, mereka adalah orang-orang deket saya. Yang pasti sayang sama saya. Jadi, pasti mereka tetap mengharap kebahagiaan saya. :)

Iya Sih, Tapi.....


Sudah bebarapa orang yang dengan jelas mengatakan kepada saya, "Ya udah lah, haps. Nikah dulu aja." Saat saya melontarkan keinginan saya untuk melanjutkan studi saya. Oh well, rasanya saya greget gemes gelak sampe cuma bisa mengulum senyum. I mean, saya pengen, dan memang merencanakan untuk mendahulukan nikah ketimbang lanjut kuliah. Saya sudah berkompromi pada hati saya untuk settle down. Intinya, saya juga udah paham tentang pentingnya nikah.

Tapi yang bikin saya ngulum senyum, semestinya kata-kata itu nggak ditujukan ke saya. I mean, saya bukan menyengaja menunda-nunda nikah loh yaa... saya nggak sedang ngegantung orang yang serius menjalin hubungan dengan saya. Enggak. Artinya, saya nggak sedang dalam kondisi, memiliki seseorang yang sudah layak dijadikan suami tapi saya yang menunda-nunda untuk nggak nikah. Saya nggak sedang dalam relationship dengan siapapun. Enggak. Dan, saya juga nggak sedang dalam posisi perempuan yang menolak setiap lamaran yang datang karena ingin melanjutkan kuliah. Enggak. Kenyataannya, nggak pernah ada ikhwan sholih (yang saya tahu) yang memang melamar saya. Kalaupun ada beberapa yang ditolak orang tua saya (itu pun saya tahunya jauh setelah kejadian berlalu), saya yakin orang tua saya punya pertimbangannya sendiri kenapa sampai tak memberitahu saya tentang pinangan laki-laki tersebut.

Jadi, saya rasa pernyataan itu nggak tepat aja dilontarkam ke saya. Toh, saya bukan feminis yang memilih being single. Kalo ditanya, 'Emang kamu nggak pengen nikah ya haps?' Jelas pengen dong. Nikah kan ibadah. Sarana menyempurnakan separuh agama pulak. Jadi nggak mungkin saya nggak pengen. Hanya saja, be wise dong lihat keadaan.

Lah, ada juga temen yang nanya, 'Emang kamu nyarinya yang gimana sih, haps? Kriterianya kayak apa? Kamu pemilih sih ya?' Oh wow, saya sendiri malah nggak pernah kepikiran maunya dapet suami yang kayak gini, kayak gini, kayak gitu. Yang selama ini saya set di kepala cuma, 'jika ada laki-laki yang baik agama dan akhlaknya datang melamarmu, maka terimalah.' Soalnya saya percaya, laki-laki yang baik agama dan akhlaknya itu mengkomplitkan segalanya. Dia pasti orang yang bertanggungjawab karena dia tahu punya kewajiban untuk menafkahi istri dan anak-anaknya. Dia pasti orang yang mampu membahagiakan karena dia tahu bagaimana akhlak seorang suami terhadap istri dan mertuanya. Jujur, selama ini pikiran saya tentang suami sesederhana itu. Begitu naif ya saya? Haha

Saya pribadi sih percaya, kalau jodoh itu tak bisa dipaksa kapan waktu datangnya. Saya percaya, kalau ada sebagian yang memang mendapat takdir bisa menikah di dunia, dan ada juga yang tidak. Jadi saya bilang aja sama diri saya, 'take it easy haps, kalo toh kamu nggak nikah di dunia, it means jodoh kamu sedang menunggu kamu di syurga.' Asyikkk. Hahaha

Nah, kondisi yang saya hadapi kali ini, di hadapan saya terhampar kesempatan untuk melanjutkan kuliah saya ke jenjang yang lebih tinggi. Sementara kesempatan untuk menikah belum tertakdir pada saya. Lalu, apa yang harus saya lakukan? Semestinya ketika saya melontarkan keinginan saya untuk lanjut kuliah, jangan hanya sekedar bilang, 'Nikah dulu aja haps baru lanjut kuliah.' Tapi... bagus kali ya kalau bilangnya ke saya gini, 'Oh, kamu mau lanjut S2 haps? Eh, kalau gitu saya kenalin saudara saya yang ikhwan mau nggak? Orangnya sholih loh. Akhlaknya baik. Dia serius mau nikah. Gimana?'  Kayaknya kalau jawabannya gitu lebih solutif dan menenangkan hati ya? Hahahaha :)

Oh well, tulisan ini sedikit uneg-uneg buat ngeluarin beberapa ganjalan dan konfirmasi beberapa hal. Kadang saya heran juga, kenapa sih orang-orang di sekitar saya sering berpikir (bahkan jelas-jelas menuduh) kalau saya tipikal perempuan yang nggak mau nikah (nunda-nunda nikah)? Apa karena saya jarang ngomongin tentang pernikahan dalam setiap obrolan? Toh, saya memang belum punya calon yang bisa saya gembar-gemborkan. Dan, emang perlu banget ya ngungkapin ke semua orang keinginan kita untuk menikah? Kalau memang dengan hal itu menjadi satu tolak ukur, oke nih saya udah bilang kepada dunia, saya juga kok. Ahahahaha :))


















So, What Are You Gonna Do, Haps?


Ramadhan kemarin, pas masih puasa, saya melakukan hal yang nggak saya ungkapkan kepada siapapun saat itu, kecuali 2 orang yang saat itu memang terlibat dalam prosesnya. Saya katakan pada diri saya bahwa apa yang saya lakukan saat itu adalah bagian dari usaha saya untuk meraih takdir terbaik yang saya pinta pada Allah. Lalu, saya menunggu.

Kemarin, setelah ramadhan berlalu berganti dengan lebaran, saya mendapat beberapa hal. Yang tetap perlu saya usahakan. Tapi hati saya masih terkesan setengah. Not so interest. Lalu, sampai pada satu hal yang (saya rasa) adalah jalan kelanjutan dari usaha yang saya lakukan di awal ramadhan kemarin.

Tapi, kekhawatiran menyergap saya. Saya hanya nggak ingin menghianati idealisme saya sendiri. Jadi, sepertinya saya memang harus ragu. Kalau tidak, maka saya akan sangat bersalah ketika saya dengan ringan mengambil jalan ini. Karena apa sedang akan saya hadapi bertentangan dengan apa yang pernah saya lontarkan beberapa tahun yang lalu. Untuk kata-kata yang pernah saya muntahkan, lalu saya jilat kembali, itu adalah sebuah penghianatan pada idealisme yang telah saya bangun. Jadi, saya memang harus ragu untuk melangkah. Meskipun, pada akhirnya saya tetap akan mengambil jalan ini, setidaknya, saya sudah memulainya dengan perasaan bersalah. Jadi, dalam setiap langkah yang saya tapaki di jalan ini, saya akan berhati-hati. Agar nggak semakin bersalah.

Jika penghianatan ini memang harus kamu lakukan, seriuslah haps! Serius dalam mengupayakan agar rasa bersalah atas penghianatan yang kamu lakukan terbayarkan dengan manfaat yang jauh lebih banyak. Jadi, upayakan agar kamu benar-benar mengambil jalan ini, dan menetapi jalan ini sampai selesai.

Dan, jangan berpikir untuk mundur kembali. Jejak yang sudah kamu ambil akan terekam dengan jelas. Jadi, kamu harus total, haps!

Sekarang, yang perlu kamu lakukan, haps... tentukan kamu akan mengambil jalan ini dengan menghaianati idealismemu, atau kamu hanya akan diam ditempat?



















HOAMMM


Just woke up from a deep sleep.

and...

want to say,

Ied Mubarak. 

Taqabbalallahu minna wa minkum.

and...

apakah sekarang sudah Agustus?

Well, Be nice to me August!

My Friends said they will marry, soon. 

oh, well....

Hope they'll be super happy.

and,

me, too :)