Tampilkan postingan dengan label bundle. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label bundle. Tampilkan semua postingan

My Life (I'm Thirty Something)

 

Udah lama banget aku nggak nulis. Kenapa? Karena mungkin aku ngerasa udah sedikit bisa merasa bahagia. Sehingga aku nggak perlu menulis sebagai salah satu jalan untuk menghibur dan menyemangati diri. Dan menurutku itu hal yang baik sih. Makanya aku santai aja. Toh, aku nggak mengharap apa-apa dengan menulis blog ini kecuali menjaga agar diri ini tetap waras.

Dan hari ini aku berfikir untuk menulis lagi. Karena ada satu hal yang menjadi ganjalan dan aku nggak ingin hal ini malah menjadi penyakit yang mengganggu kebahagiaan hatiku. Toh, siapa sih yang baca blog ini? Kecuali mereka yang tersesat dan nggak sengaja terdampar menemukan tulisan yang aku yakin ini bukanlah hal yang menarik. 

Sekali lagi, aku menulis hanya untuk menenangkan hatiku. Ya, sebegitu self-sentris-nya aku. But why not? Aku hanya mencoba untuk menyayangi dan melindungi diriku sendiri. Haha 

Di usiaku yang hampir 33th, aku nggak banyak lagi mengalami kontemplasi2 yang berarti. Life dilemma atau krisis dalam hidup udah aku lewati sebelum menginjak usia 30. Alhamdulillah aku mampu berdamai dengan diri sendiri, dengan orang tua, dengan keadaan yang menjadi takdirku. Dan itu membahagiakan menurutku. Membuat hidupku jauh lebih mudah. Dan aku banyak2 bersyukur dengan hal tersebut.

Aku yang masih menyandang status bersendirian juga nggak merasa terlalu terbebani. Satu hal yang aku juga syukuri, aku nggak diuji Allah dengan fitnah lawan jenis. Maksudku, aku bukan tipe cewek yang haus akan perhatian dan kasih sayang dari lawan jenis. Aku punya temen2 yang peduli, kasih sayang yang cukup dari keluarga, dan komunitas yang baik untuk bisa menjalani hidup dengan nyaman. Jadi, aku nggak begitu merasa kesepian dengan statusku yang sekarang.

Apa aku nggak tertarik dengan lawan jenis? Haha. Alhamdulillah aku merasa masih normal. Aku suka dengan cowok ganteng. Aku pernah merasa tertarik dengan senior, atau teman saat bersekolah. Tapi, aku memilih untuk menjadi diriku yang bebas dengan tidak mengikatkan diri pada sebuah hubungan bernama pacaran. Aku nggak suka terikat atau mengikat. Aku nggak suka diatur dan nggak mau juga terlalu banyak mengatur. Aku, lebih suka bertanggung jawab terhadap diriku. Aku nggak suka terbebani dengan orang lain. Karena aku sendiri merasa diriku sudah cukup menyita waktu dan pikiranku. Ya, aku se-self-sentris itu.

Tapi sekali lagi, so what? Toh, aku nggak menyakiti siapapun. Aku berusaha untuk menjaga diriku agar nggak tersakiti. Dan aku merasa tidak menyakiti siapapun. Saat SMP, ada teman yang mengaku naksir aku. Tapi nggak aku tanggepin karena dia nggak bicara langsung padaku. Dia justru mengakui itu di hadapan teman-temanku yang lain yang kebetulan saat itu aku juga berada di ruang yang sama. Tapi, apa yang bisa aku lakukan selain pura2 nggak mendengarnya? Toh, dia nggak bicara langsung padaku 

Saat lulus SMA, seorang teman mengungkapkan perasaannya padaku. Sekedar mengungkapkan perasaannya. Karena dia tau aku akan pergi jauh. Melanjutkan kuliah ke kota lain. Dia pun sudah merencanakan untuk bekerja di kota yang jauh berbeda dengan kota tujuanku. Lalu, aku harus membalas apa? Akay hanya jujur tentang perasaanku saat itu. Bahwa aku nggak melihat dia lebih dari sekedar teman. Dan aku juga nggak menutup jalan untuk dia. Kalo dia mau berjuang, aku persilakan. Tapi, aku nggak bisa menjanjikan apapun. Karena aku memang se-gamang itu saat itu.

Saat kuliah, aku nggak lagi melihat perasaan tertarik pada lawan jenis sebagai sebuah prioritas. Ada hal yang lebih urgen yang menjadi fokus perhatianku saat itu. Perbaikan diri. Rehab jiwa. Iya, sudah sejak lama aku merasa "there's something wrong with me". Dan Alhamdulillah saat aku kuliah Allah memberi jalan untuk aku menganalisa, memperbaiki, dan mulai membenahi hal-hal yang menyangkut diriku. Fokus pada diriku sendiri. Karena aku pikir, nggak mungkin aku membangun sebuah hubungan jika aku nggak menyembuhkan diriku saat itu. 

Lulus kuliah, aku kembali ke keluargaku. Salah satu faktor terbesar adanya "something wrong" pada diriku. Butuh waktu yang cukup lama untuk bisa berdamai dan rekonsiliasi. Tapi, Alhamdulillah. Sampai aku tiba di titik hari ini. Meski kata orang usia thirty something adalah usia rawan, harusnya sudah menikah dan punya anak, but once again, so what? Hidupku, aku yang menjalaninya. Dan aku sudah berusaha menyelaraskan dengan orang2 yang relate dengan kehidupanku. Dan aku Alhamdulillah tipe orang yang nggak terlalu terpengaruh dengan apa yang berada di luar duniaku.

Well, tulisan ini mungkin cuma sebagai pengingat dan penguat aku dalam menjalani usiaku saat ini. Age is just a number. Menikah cuma satu dari sekian stase dalam hidup. Ada yang memilikinya, ada juga yang enggak. Dan itu pun hanya perkara di dunia. Sementara di akhirat nanti (kalo Allah takdirin masuk syurga), setiap orang akan bersama dengan pasangannya masing2. Itu janji Allah. 

So, haps... Cheer up lah. Hidup kamu toh nggak menyedihkan amat. Your heart's more at ease, now right? Ada saat sedih atau terluka adalah hal yang biasa dalam hidup. Tapi kamu toh sekarang sudah tahu bagaimana rasanya bahagia itu. Jadi berbahagialah, haps! Kamu berhak kok mendapatkannya. 






Such a Funny Day


Pagi menjelang siang kapan kemarin, terjadi percakapan  antara seorang perempuan yang baru naik dengan saya yang terlebih dulu sudah berada di dalam angkot.

Perempuan itu : (tersenyum pada saya)

Saya : (membalas senyumnya)

Perempuan itu : "Kuliah dimana?"

Saya : (tersenyum sekali lagi) "Saya sudah selesai kuliah. Sekitar 4 tahun yang lalu."

Perempuan itu : (tampak terkejut) "Oh ya?! Saya kira masih maba*!!!"

Saya : (lagi-lagi memasang senyum) Banyak yang bilang muka saya nggak berubah dari saya SD."

Perempuan itu : "Emang usia mbak berapa?" __baru pada level ini dia menggunakan sapaan mbak pada saya. haha

Saya : "28" __straight to the number tho~

Perempuan itu : "Wow"

Dan percakapan nggak berlanjut karena saya sudah sampai tempat pemberhentian. Sementara dia masih harus duduk di angkot menuju kampusnya.

____________________________________

Masih pada hari yang sama, setelah turun dari angkot ketika saya berjalan pulang menuju rumah.

Di tengah perjalanan ada seorang ibu-ibu yang tersenyum dan menunjuk tepat ke arah saya seraya berkata, "Adeknya Umi Hasanah, kan?"

Untuk sepersekian detik saya terkejut, lalu kembali pada kejadian dan menjawab, "Bukan, bu. Saya anaknya..." __There, there's some #jlebb in the bottom of my heart.

Ibu itu tertawa lalu berlalu. Saya pun melanjutkan langkah untuk pulang.

Nyokap.. Nyokap... barusan di angkot ada yang bilang saya baby face. Seketika itu juga, hari belum berganti padahal, kok saya dibilang adeknya nyokapku sendiri. I know I'm old enough, now. But Mom... just don't make it seem more obvious, please. Haha...

Nyokapku sekarang "muda" banget soalnya. Saya yang anaknya kadang sering geleng-geleng kepala saking aktif-nya beliau. Tapi tetap saja, yang saya harapkan adalah beliau bahagia. Makanya, saya dan kakak perempuan saya, pun bokap saya, nggak begitu rewel dengan aktif dan gesitnya nyokap yang membuat beliau semakin tampak lebih muda dari sebelum-sebelumnya. Asalkan nyokap bahagia dengan apa yang nyokap lakukan. That's it.


 Sampai di rumah, saya bercandain nyokap setelah cerita pertemuan dengan (mungkin) kenalannya nyokap tadi. "Duh, Mom... Mom yang kelihatan muda atau saya yang tampak tua nih?!"

Dan nyokap saya tertawa.... Dan itu sudah cukup untuk menghilangkan #jlebb saya tadi.






* maba: Mahasiswa Baru

Because Islam Itself


Saat itu usia saya 8 tahun. Dengan modal kertas jilid warna biru muda yang saya potong 3x6 cm, saya membuat kartu nama sendiri yang saya bagikan ke teman-teman SD saya. Isinya hanya nama, tempelan gambar Donal Bebek (saat itu saya suka sekali dengan tokoh kartun ini) dan sebaris kalimat yang menunjukkan motto hidup saya. Silly, hanya bermodalkan semangat untuk berkreasi dengan memanfaatkan bahan yang ada _saat itu Papi saya membawa pulang banyak sekali kertas jilid warna biru muda yang katanya cuma jadi sampah di kantornya_ dan keinginan untuk memberi sesuatu pada teman-teman kelas yang dengannya mereka bisa mengingat saya, terpikirlah ide membuat kartu nama.

Saat itu malam hari, sekitar pukul 8 malam selepas Isya. Keluarga saya sedang berkumpul di ruang tengah. Kedua kakak saya sedang berkutat dengan buku PR mereka, diiawasi Ibu saya. Papi saya sedang keluar kota. Saya, yang sudah selesai mengerjakan PR mengambil kertas jilid biru muda, kartu gambar Donal Bebek (sewaktu kecil saya menyebutnya kartu wayang), gunting, lem, dan spidol warna warni.

"Masa isinya cuma (tulisan) nama ade aja? Nggak mau ditambahin apa gitu?" Ibu yang sudah duduk disamping saya melihat ke kertas jilid yang sudah saya gunting dan tempeli gambar Donal.

"Bagusnya diisi (tulisan) apa lagi ya, Bu?" I really have no idea.

"Motto hidup aja, de." Mas Santo, kakak laki-laki saya menyambar. Dari gerakannya memasukkan buku-buku ke dalam tas, dipastikan dia telah selesai mengerjakan PR.

"Motto hidup itu apa sih, Bu?" Saya, yang saat itu masih 8 tahun, bertanya dengan polos. Sambil menerawang sebuah bubuk berwarna putih yang ada di dapur Ibu saya (orang Jawa menyebut vetsin/micin/penyedap rasa dengan sebutan moto).

"Motto hidup itu slogan atau semboyan yang ade pake buat ngejalani hidup. Cita-cita hidup ade." Ibu menjelaskan.

"Slogan atau semboyan itu apa, Bu?" Masih, saya bertanya dengan polos.

"Em, kalimat atau kata-kata, de." Sepertinya Ibu sedang menyederhanakan sesederhana mungkin.

"Ooh... Kalo motto hidup Ibu apa?" Saya bersemangat memikirkan apa kalimat yang akan saya tulis di kartu nama saya.

"Hidup dan mati hanya untuk Islam." Ibu mantap sekali saat berkata itu.

"Kalo Mas Santo motto hidupnya apa?" Saya bertanya pada kakak saya yang sudah bergabung duduk disamping Ibu.

"Maju terus pantang mundur. Hahahaha" Sambil guyon, dia jawab juga pertanyaan saya.

"Oh, kalo gitu ade tulis maju terus pantang mundur aja ya?" Saya siap-siap menulis di bawah nama saya.

"Ntar nabrak loh kalo maju terus nggak belok kiri. Ahahahaha" Tiba-tiba Mbak Citra, kakak perempuan saya ikut nyeletuk.

Saya cemberut. Tangan saya yang semula sudah siap menulis terangkat kembali. Saya berpikir.

"Yang bagus apa ya, Bu?" Saya menatap Ibu saya. "Pinjem motto hidup Ibu dulu aja ya? Sampe ade tau apa motto hidup ade. Hehe." Saya nyengir kuda.

"Kalo gitu, pake B. Inggris aja de biar keren." Mas Santo memberi saran yang saya sambut dengan senyuman.

HAPSARI  DIAN  WAHYUNINGRUM
~ Islam is My Life and My Die ~

Maka jadilah tulisan seperti itu yang tertera dalam 8 kartu nama yang berhasil saya buat malam itu.

Esoknya, saya menemukan dua kalimat di stiker sebuah mobil yang saya lihat sepulang sekolah. Islam is My Way. Dan I Live Just for Islam. Karena bagus, jadilah saya cantumkan kalimat itu dalam 12 kartu nama saya berikutnya (6 kartu dengan tulisan Islam is My way dan 6 kartu dengan tulisan I Live Just for Islam). Lalu, ke 20 kartu nama saya itu saya bagikan ke teman-teman kelas saya.

* * *

17 tahun yang lalu, saat saya menulis (lebih tepatnya meminjam dari orang lain) semua itu, saya belum benar-benar mengerti tentang makna Islam is My Way, I Live Just for Islam, apalagi Islam is My Life and My Die. Saya belum benar-benar mengerti. Tapi dari awal saya sadari bahwa apa yang saya tulis harus saya realisasikan. Bahwa saya adalah seorang muslim. Bahwa saya akan menjaga identitas kemusliman saya itu sampai akhir hayat saya. Bahwa saya, akan hidup sebagai seorang muslim. Dan saya bercita-cita mati dalam keadaan tetap menjadi muslim. Itu yang saya pahami. Dengan pemahaman anak umur 8 tahun tepatnya.

Lalu, seiring berjalannya waktu, saya lulus SD, Ibu saya mengarahkan saya lanjut ke sekolah Islam (MTs dan MA). Sedikit banyak, saya mulai mengakrabi Islam melalui pelajaran B. Arab, Qur'an Hadits, Akidah Akhlak, Fiqih, dan Sejarah Kebudayaan Islam. Beruntung, saya selalu masuk ke kelas dengan lingkungan teman-teman yang baik-baik. Bersama teman-teman, saya menjalani hidup dengan Islam sebagai acuan. Hang out ayok aja, asal pake jilbab menutup aurat. Berteman sah-sah aja, asal sama cowok nggak pegang-pegangan dan nggak pergi berduaan. Nyobain restoran baru oke aja, asal jelas kehalalannya. Kompak itu kudu, tapi kalo ujian nggak saling ngasi contekan. Ketika salah satu mulai kelewat nakal, selalu ada yang mengingatkan tentang bagaimana Islam mengatur kita untuk menjalani hidup dengan baik. Secara perlahan saya mulai mengerti, kenapa saya harus mempertahankan ketiga motto itu sebagai motto hidup saya. Islam is My Way, I Live Just for Islam, and Islam is My Life and My Die.

Ketika lulus MA dan harus berpisah sesuai dengan pilihan masing-masing, kami saling mengingatkan untuk tetap ber-Islam dengan baik. 'Keep Istiqomah', itu yang senantiasa kami ucapkan untuk satu kepada yang lainnya. Pun ketika saya dinyatakan diterima di sebuah Universitas (umum, bukan universitas Islam), saya ber-azzam untuk menjaga semangat ber-Islam saya agar terus menyala. Saya katakan pada diri, 'Haps, di kampus nanti, jangan cuma fokus kuliah. Kamu harus berbuat sesuatu untuk Islam. Pikirkan caranya!' _Honestly, saya sedikit takut dengan keberagaman yang sudah lama tidak saya akrabi. 6 tahun sekolah, saya hanya menemukan Islam sebagai satu-satunya komunitas dalam berinteraksi. Jadi, saya takut jika saya tak menjaganya, maka saya tak lagi akrab dengan Islam. Dan, saya takut kalau cita-cita saya untuk menjaga Islam sebagai hidup dan mati saya akan aus seiring keberagaman pemahaman dan interaksi yang saya hadapi. Semua itu karena saya sadar, di dalam diri ini penuh dengan aura negatif. Maka saya butuh lingkungan yang penuh aura positif untuk menjaga saya agar tetap balance

Dan Laa Haula Wa Laa Quwwata Illa Billah... Seorang senior saya yang beragama Nasrani menjadi salah satu perantara saya menemukan komunitas Islam di masjid kampus yang hingga hari ini masih keep in touch menjaga saya untuk tetap semangat ber-Islam. Meski hari ini saya sudah bermil-mil jauhnya dari kampus, tapi ukhuwah dan ilmu tentang Islam yang pernah saya dapatkan di masjid kampus memberi saya pemahaman yang nyata dan dalam tentang makna: Islam is My Way, I Live Just for Islam, and Islam is My Life and My Die

So, what makes me fall for Islam? Because Islam itself...

Doakan saya mati dalam keadaan husnul khotimah ya :)

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjdTV1RQffUNn39NP9_tBiC4-8icvGx-rmXltg6A_Bda_h4-AUYDCnLHajNdr9vXZUodmDj9pDBWqJ43FdwPvIV3pXEkaUF9kMuyYM_RWWQnp_sYcRUJk3tP5ViGLV54eg0_MPghkDCBmeE/s1600/i+love+islam2.jpg

Wish List


1. Barang-barang yang saya pengen banget punya sebelum tahun berganti:

● giwang (anting model tindik) silver/emas putih
● jaket yang slim tapi tetep hangat
● payung lipat motif
● Tas selempang yang talinya panjang

2. Tempat yang pengen saya kunjungi di tahun 2014:

● Palembang
● Batam

3. Hal yang ingin saya lakukan awal tahun 2014:

● kembali menggambar dan menempelnya di dinding kamar sampai penuh
● ganti nomor kartu ponsel tanpa perlu konfirmasi sana-sini

25 (Ever Had You Grateful of Your Life?)


Tomorrow will be a new day, won't it?! It's November 1st of 3rd-year i've been coming back to my home. It's just feeling so... luckyly. I was so grateful for changing my reason of why. I was so easy living for growing up of mind. And for sure, it was a good thing for forgetting a lot. And i do learn a lot.

From now on, I won't regret my life even more. I'm grateful for who i am. I'm grateful for where i'm from. I'm grateful for what've happened in me. I'm grateful for everything i've had. Everything surroundings, it will become pretty gift to me, won't it?! Well yeah, i'm grateful for living fine, healthy, and happy for 25 years.

Hidup dengan baik ya, haps.

(LAGI) Bazar Buku Gramedia


Tadi pas naek angkot pulang, saya baca spanduk yang dipajang depan Gramedia Bandar Lampung. Bakal ada bazar buku murah tanggal 23-29 September. Ditulisin sih item-itemnya tadi apa aja. Tapi abang angkotnya malah terabas aja, nggak nyadar kalo ada penumpangnya yang mupeng-mupeng baca spanduk dari dalam angkot. Huft

Wew, jelas saya excited banget lah. Udah 2 bulan semenjak ramadhan kemaren saya nggak nginjekin kaki ke gramed. Saya tuh suka aja maen ke gramed. Apa ya, gramedia Bandar Lampung lah yang pertama kali mengajarkan saya asyiknya sensasi baca buku. Yang nyenengin hati saya buat seneng ama sekolah. Jadi, pas saya masih SD tuh, saya diajak nyokap ke gramed. Dulu masih sepiiii banget. Minat orang buat masuk ke gramed nggak seheboh sekarang. Mungkin karena dulu gramedia tuh kesannya eksklusif, cuma buat kalangan elit, dan semacamnya lah. Yang jelas, dulu jaman saya masih SD, orang lebih pilih ke Artomoro (Mall-nya Lampung saat itu) dibanding ke gramed.

Tapi, nggak buat saya. Saya suka banget suasananya gramedia. Gramedia bandar lampung tuh dua lantai. Kalo kita masuk, langsung ketemu pernak pernik sekolahan (ATK) yang cute banget. Karena letaknya pas sebelah tempat penitipan barang. Makanya, saya SD jadi seneng banget sama yang namanya sekolah. Soalnya, di gramedia, pajangannya tuh hal-hal berbau sekolah yang lucu-lucu, manis-manis, pokoknya nyenengin mata dan hati. Jalan deh nyusurin pernak-pernik sekolahan yang lucu-lucu itu sampe dapet tangga naek lantai dua. Naek tangga, langsung nyebur ke hamparan rak-rak buku. Saya SD suka banget suasana gramedia. Rasanya, semua buku ada disana. Apa aja. Buku Barbie, Majalah Bobo, Buku pelajaran Erlangga, buku orang tua, sampe komik, semua ada. Dan jaman saya SD, selalu ada satu buku di setiap item yang nggak diplastikin. Jadi, kita bebas buat baca.

Saya SMP, paling bisa ke gramed 3 kali sepekannya: Jum'at sepulang sekolah bareng temen-temen, Ahad bareng nyokap dan sista', serta satu hari yang saya pilih secara acak buat pergi sendirian. Saya, paling bisa berdiri dari jam 1 siang sampe jam 4 sore buat baca buku di gramedia. Trus, shalat ashar dimushala gramed, lanjutin baca lagi sampe jam 5. Trus pulang deh. Nggak beli apa-apa? Iya! Hihii

Baca buku apa? Dulu, saya paling suka baca buku dongeng tentang princess (cinderella, dkk), cerita anak-anak lainnya, majalah donal bebek, majalah bobo, dan nyari jawaban PR di buku-buku terbitan Erlangga. Haahaa.
Kenapa nggak beli? Saya dari kecil emang udah punya sifat irit (baca: pelit). Prinsip saya: Buat apa duit dibuang-buang kalo esensinya kita dapet? Mending duitnya saya pake beli makanan. Ahahahaha.. saya kecil emang suka banget makan (sampe sekarang malah) :D
Iya, saya punya prinsip kayak gitu. Ngapain saya beli bukunya, kalo saya udah bisa ngedapetin isinya dengan membaca gratis? Esensi buku apa, isinya kan? Dan, saya udah kenyang baca di gramedia, tanpa keluar modal, cukup modal kaki kuat berdiri berjam-jam. Trus, pernak-pernik sekolahan yang lucu dan manis itu, saya bahagia dengan ngelihatnya aja. Soalnya saya mikir, kalo pulpen, pensil, buku, yang cute kayak gitu, saya malah sayang buat make. Emang cantikan dipajang aja, dipandangin. Kalo dicoret-coret trus abis, jadi nelangsa rasanya. Trus, kenapa nggak dibeli buat dikoleksi? Hm, saya bukan tipikal orang yang suka koleksi sesuatu. Nggak telitian, nggak telaten ngerawat. Biarin mbak-mbak di gramed aja yang ngerawatin barang-barang itu, saya bahagia ngeliat barang-barang lucu itu bertengger ditempatnya. Yang saya perlu lakukan hanya meninjau koleksi (ngakunya doang) punyaku tersebut tiga kali seminggu. Tapi asli, kalo saya mulai males sekolah, saya hanya perlu menyambangi gramedia, membaur ditengah pernak-pernik sekolah yang lucu itu, pegang-pegang sambil histeris sendiri karen saking lucunya, dan tararaaa besok saya udah semangat lagi buat sekolah :)

Dengan semua kenangan baik gramed itulah yang membuat saya excited dengan ajakan gramed buat dateng kesana. Yakin bakalan beli padahal dompetmu aja isinya lembaran pattimura semua? Haahaa, nggak tau lah. Saya mau dateng-dateng aja dulu. Kangen gramed sih :)

You're My Soulmate (Rememorize!)


I thought, it was a really nice thing to talked with you last night. It seems like I found "us" back. What we get used to doing in every night. Remembering we're used to living in Alisha, I feel so uneasy. How the time goes by, it's like we're having too much fun. Whereas, the fact of life we had to face was about lack of money, hot and small room, dirty and stinking water, and unhealthy food so far it's edible. Ahahahaha. Don't you remember, sist? Yeah, of course I knew, you'll remember it all the time. Waaahhhh, Just remembering it, my eyes got hotter suddenly. It feels good when we could turn back the time, doesn't it?! But yeah, as you see, we're only human. Everything we want in life isn't easy to get.

Just want you to know, I do miss you. A lot.


"One day moment, when the time is over, I know, I'll be missing it...."

Thank You


Sebenernya udah lama banget saya mau ngungkap semua ini. Tapi entah apa yang membuat semua kata-kata itu akhirnya cuma bisa mengendap dan tertahan. Sampai pada hari terakhir saya pergi meninggalkan Makassar, saya ingin agar nggak ada seorang pun yang mengantarku. Saya benci adegan airmata dan perpisahan yang mengharukan. Meski pada kenyataannya jauh di lubuk hati, saya tetap mengharap ada yang bersedih dengan kepergianku.

Begitu banyak hal yang patut disyukuri. Kisah bagaimana saya terdampar dan terombang-ambing di Makassar, sampai pada kisah betapa saya patut bersyukur bisa bertemu dan berkumpul dengan komunitas orang-orang baik hati yang sederhana dan senantiasa rendah hati. Mereka yang tetap bersabar dengan semua kelakuanku yang diluar batas kenormalan dan senantiasa mengingatkanku how to behave. Semua itu membuat saya yakin bahwa pertolongan Allah itu sangat dekat. And how blessed I am. Alhamdulillah. Terima kasih ya Rabb..

Maka, barangsiapa yang bersyukur kepada Allah, sudah sepantasnya dia bersyukur (berterimakasih) kepada manusia. Therefore, all I wanna say is thank to them who helped me time to time. Who accompanied me along. Who always on my side when i needed a friend. Who pushed me to the top when i was down. Who gave me a hand and pulled me when i was lost. Who gave me so much love when everything i needed was someone i can run to. Who gave me a faith to holding the truth for all of my life.

~ Arfi, I can never forget the day when I was out of my mind, the day when you picked me. Jazakillahu khairan...

~ Rina, I can never forget the days you fed me. You're the one who helped me to against my fear. Jazakillahu khairan...

~ Kak Farah, I guess you knew how much 3 years i lived as your roommate. How much i was be your burden for a long time. And yet I knew i can never repay all the things you gave me. And the top of that, with all my many many many many faults, you love me still! Jazakillahu khairan my sista'...

~ Kak Lili, A years we lived together at BTP was unforgettable memory of me. Jazakillahu khairan...

~ Kak Ita, The nights we spent together at your room, the nights i just sat in front of the laptop with your im2 and harvesting data for my thesis. Jazakillahu khairan...

~ Kak Shofi, Kak Cholis, Kak Rahma, thank you for teaching me, carrying me, and guiding me to the right way in my first college time. Thank you for making me join in our college organization. Jazakunnallahu khairan...

~ Kak Niar, Ketika saya batal berangkat KKN karena kakiku mengalami kelumpuhan. And i had no where to go. Yet i had no whom to be with. You let me live and care me at BTP M125. Jazakillahu khairan...

~ Kak Cece, Kak Izzah, Kak Ayu, Wana, Eli, Mimi, Marni, Eka, Dewi Morning, terima kasih untuk hari-hari menyenangkan ketika kita sama-sama di MPM. Begadang-begadangnya kita, musyawarah-musyawarahnya kita, pusing dan clash-nya kita sama rekan sebelah, dan usaha kita untuk sama-sama istiqomah. Terima kasih untuk semua itu. Jazakunnallahu khairan...

~ Kak Tia, dan Cina, yang udah rela printer dan laptopnya dipinjam sebulan penuh buat ngerjain skripsiku. Terima kasih. Jazakumallahu khairan...

~ Eda, when I needed someone to accompany me to eat coto, I always called you! Dan makan coto bareng sama kamu tuh semenyenangkannya kita jalan pulang bareng menyusuri kampus dan workshop selepas Kadits. Thank you Eda. Jazakillahu khairan...

Masih banyak lagi orang-orang baik yang saya temui saat saya berada di ambang indefinite ketika saya kuliah di Makassar. Begitu banyak ucapan terima kasih yang belum tersampaikan. Dilla, Ainun, Dani, Risna, Rahma Teknik, Rahma Pertanian, Rysmah, Kak Nenz, Kak Ning, Sinar, Niar, Danti, Huda, Dini, Fitri, Qd, Tini, Lia, Kak Nufri, Kak Sri, Kak Maya, Kurni, Azzah, Winda, Asiah, Aya, Meytri, Peni, Pur, Padli, Daya, dan yang lainnya! Terima kasih untuk kalian semua...

Yang bisa saya ucap untuk kalian hanyalah jazakunnallahu khairan. Saya menyerahkan kepada Allah sebagai sebaik-baik pemberi balasan. Semoga Allah membalas kalian semua dengan yang balasan lebih baik.

The "Ting" Things


Hari ini ramadhan ke 17. Jum'at, hujan sepanjang hari. Hari kumpul2 terakhir di ramadhan ini bareng cewek2 kece-imut-sholihah macem prima, nuari, vivin, auliya, dan rahma. Berbagi hal seputar how to be the better jewellery in the world #if-you-know-what :D

Banyak the "ting" things hari ini: Meski hujan mengguyur bandarlampung seharian, kami tetep bisa kumpul. Itu, subhanallah banget. Dan nggak ada diantara kami yang basah satupun. Padahal, nggak ada diantara kami yang bawa payung. The "Ting" one...

The "ting" two, hujan sempet berhenti pas jam setengah tigaan. Saat kami sedang asyik berbincang. Sampe adzan ashar berkumandang. And it's amazing, adzan selesai, hujan turun lagi. Ramadhan, jum'at ba'da ashar hujan: praylist goes to the sky timing banget! Allahu Akbar...

The "ting" three, aksi kumpul-kumpul perpisahan-sementara tadi menyenangkan. Rumah shalihat baik hati nan kece prima tetep bisa kita jadiin basecamp selama ramadhan. Padahal sampe semalam, rumah prima hampir aja nggak bisa disewa gratis lagi. Tapi, subhanallah Allah bikin rumah prima, "ting" jadi bisa dipake lagi buat sehari ini tadi :)
Dan lagi, tadi solihat imut nan kece vivin pake kostum cantik banget. Berharap kostumnya nggak pernah dia ganti lagi sampe seterusnya dan seterusnya dan seterusnya. Semoga nyokapnya vivin bisa rela ikhlas anak gadisnya be the better jewellery in the world deh ya :)
Trus juga, calon dokter solihah nan rendah hati nuari meski udah bakalan nggak bisa gabung2 lagi krn harus pergi ke Palembang, tapi tadi udah ngikrarin janji. Buat istiqomah sampai kemudian, kemudian, kemudian, dan kemudian. Dan, saya udah dapet tempat nginap gratis di Palembang liburan nanti. Hihi :)
Pun shalihat pinter nan rendah hati auliya yang bawa berita gembira dengan tersedianya basecamp baru buat kita. Thanks to mamanya auliya yang udah ngasih surat pembebasan rumah sementara untuk kami :)
And the last sholihat kece rahma, yang sedang menunggu ketetapan Allah terkait masa depan. Apapun itu, insyaAllah yang terbaik dari Allah :)

The next "ting" thing, malam ini saya surfing ngalor ngidul. The last but not long-lasting time before my second hiatus for the 10th last day of ramadhan. Dan masyaAllah! I just found some people I've never known well, from my past. But, knowing they have been still alive and  stayed awake, I feel so alive and happy. Buat saya yang sering melemah-lemahkan diri, tauk mereka tetep istiqomah membuat saya seperti dapet kejutan "ting" dan harus istiqomah juga! Buat partner-partner saya dulu di MPM, semoga kalian  semua yang nggak pernah saya kenal hingga hari ini, tetap istiqomah sampai mati. Kalau di syurga nanti kita ketemu, dan mau ngadain semacam MPMP atau KHASS MPM lagi, atau SAINS mungkin, insyaAllah saya siap buat all out lebih dari yang kemarin. Haha :D

Thanks to You, my only one Rabb. Rabbii, terimakasih. Terimakasih buat the "ting" things selama ini. Terimakasih.

:: Dan saya benar-benar siap berhiatus sesi kedua. Sampai ketemu di Lebaran bulan depan :)

The Missing-Messy Thing

We'll go to the hometown next week, insyaAllah. Knowing it makes me really happy. Of course I am glad to visit my grandma, meet my big family, and see another side of view. I'm really excited for planning to the joyable trip to Solo and Jogja with my family. We'll spend our whole time ever to enjoy Baron, Parangkusumo, Malioboro, pasar Klewer, and other exciting places, insyaAllah. Just imagining it makes me feel so happy.

But, there's one thing I wish I could never deal with. My aunt asked me to hicking (together) to Merbabu. And all my family will join in. Ahak, it is Zulfa_ a six years old girl, and Sofiya_ a four years old kid, will join in hicking to the mountain! Oh my God, I really can't deal with. It's a real crazy bad idea, isn't it?! Hicking with the two-never-ever-keep-the manner kids is really crazy bad idea. Ohws...

Then, the Merbabu comes in my mind. Merbabu. Merbabu. There's something up there. There's something mess I must clean up there. Guess, shouldn't me do it four years ago?! Well, perhaps it's kinda late but, I hardly won the self battle. I've never fix all the missing-messy situation.

So then, should me do it this time? I don't really know. I mean, I'm not sure I can face it. It was four years ago. And years went out. I just did nothing for four years. What can I face the missing-messy things? Should me just smile and say, "Well, long time no see. How's your life?"?? Or should me give my angry face and say, "There's nothing ever happen between us. So please don't think too much now."? Or what should I give my face to face it?
But, I thought I must finish it soon. I just want to keep the nice moment of Merbabu as mine. And, I want to make sure that all the missing-messy things should be ended.

Merbabu, should I come this time??