My Suggest (Session II)

Saya orang yang paling bisa nangis sampai semalam-malaman. Kalau lagi pengen. Saya juga orang yang paling bisa melek semalam-malaman. Kalau lagi ada keperluan.

Dan, tauk sendiri lah efek kalo kita nangis berjam-jam atau begadang semalaman. Yep, mata bengkak dan berwarna kehitam-hitaman. Populernya sih "mata panda". Dan, sebel banget kan kalo mata udah kayak gitu. Sebenarnya sih karena males ditanya-tanya orang... Ehehehe o_O

Well, saya yang pernah ngalamin hal itu, menerapkan ilmu yang entah saya dapat dari mana. (lupa)

Ambil es batu (atau air es), bungkus dengan sapu tangan berbahan dasar handuk. Lalu kompres di mata selama beberapa saat.

Selamat mencoba :-)

My Suggest

Kalau aktivitas sedang sangat padat, seharian sibuk di luar rumah, terkena AC selama berjam-jam, coba ikuti yang saya lakukan...

1. Ketika sampai di rumah, hindari masalah-masalah yang akan semakin membuat kepala bertambah penat. Kalau memang ada yang harus diselesaikan, skip setengah sampai sejam kedepan. Itu memberi waktu bagi kita untuk menenangkan pikiran.

2. Minum segelas atau lebih air putih. Ini bisa sedikit menurunkan tekanan darah.

3. Siapkan air hangat di kamar mandi. Berendamlah, atau cukup siramkan air hangat ke seluruh tubuh beberapa kali. (mandi air hangat)

4. Berwudhu, lalu tersenyumlah.

5. Makan jika perlu. Upayakan makan makanan yang bergizi. Sebisa mungkin hindari makanan cepat saji (mie instan atau junk food) ketika aktivitas kita padat. Boleh mengkonsumsi makanan ini jika kita sedang tak banyak aktivitas di luar rumah.

6. Sebelum tidur, minum satu sachet tolak angin cair untuk menjaga daya tahan tubuh. Tapi ingat, perut gak boleh dalam keadaan kosong.

Trust me, it works (for me) :-)

Konten tulisan ini gak disadur dari manapun. Pun gak disponsori oleh produk apapun. Jika ada merk tersebut oleh penulis, itu benar berdasarkan pengalaman pribadi dan sekedar keinginan pribadi untuk berbagi manfaat.

Today is My Lucky Day

Subhanallah, hari ini Allah masih memberi saya kesempatan untuk kali ke sekian.

Subhanallah, hari ini Allah masih memberi saya kekuatan untuk kali ke sekian.

Subhanallah, hari ini Allah masih memberi saya rekan-rekan untuk kali ke sekian.

Subhanallah. hari ini Allah masih memberi saya rizki yang melimpah untuk kali ke sekian.

Subhanallah, hari ini Allah masih memberi saya keberanian untuk kali ke sekian.

Subhanallah, hari ini Allah masih memberi saya pelajaran hidup untuk kali ke sekian.

Subhanallah, hari ini Allah masih mempercayakan nikmat-Nya ke saya untuk kali ke sekian.

Today is my lucky day. Hari ini saya benar-benar terbukti sekuat beruang! Alhamdulillah... :-)

Terima kasih, oh Allah....

Angry Bear

Saya hanya sedang gak ingin tersenyum. Jadi kenapa? Saya bukan salah satu malaikat yang sedang menyamar. Bukan. Saya manusia biasa, yang lebih sering terjebak dengan jebakan iblis dan para kroninya. Jadi, silahkan kalau hendak menyelamatkan saya. Silahkan, jika siap menghadapi wajah monster saya. Bayangkan saja beruang sedang mengamuk. Mungkin lebih jelek lagi.

Sepertinya kadar kebahagiaan saya sedang menyusut ke arah paling rendah. Tapi, masa' sih sebegitunya. Haha, sepertinya saya mulai berhalusinasi lagi.

Ya Rabb... Beri saya wajah manis yang bisa terus saya bawa kemana-mana. Ya Rabb, beri saja senyum paling indah untuk saya pamerkan kepada siapa saja. Ya Rabb, saya masih ingin jadi manusia berharga. Manusia dengan budi baiknya. Manusia yang tunduk pada ketetapan-Mu yaa Rabb...

Ya Rabb, save me please...

#random

Sudah beberapa hari kita gak saling bicara. Bukan karena kita sedang "bermusuhan" atau apa. Tapi kita mungkin sedang memberi ruang untuk mendapat sedikit "me time" kita. Sebenarnya, saya agak menyesal ketika harus mengirim sms pedas malam itu. Hanya saja, i cant pretend that i'm alright. Kita bukan 'orang lain' yang harus berpura-pura. 'Kita' bisa ada, karena kita selalu apa adanya. Tak perlu berpura-pura seperti ketika di hadapan orang lain. Dan yah, saya hanya ingin jujur padamu. Itu saja...

Kamu gak bisa terus memaksa orang lain bertindak seperti yang kamu pikirkan. Seperti yang kamu inginkan. Terlepas dari sebuah nilai dan idealisme yang kamu punya, orang lain berhak untuk menentukan jalannya sendiri. Kalau kamu terus memaksa, pada akhirnya kamu sendiri yang akan capek, haps.

Well, kata-kata itu pernah terlontar darimu. Sangat menusuk. Tapi, disitulah kehebatanmu. Kau terlalu tahu tentang sifat burukku. Tentang sifat terlalu mendominasi-ku. Karena setiap cerita, selalu kita bagi bersama.

Saya selalu menghubungimu jika saya ingin bercerita. Tentang apa saja. Dan kau dengan sabar selalu "harus" siap mendengarkan. Seperti malam itu...

Malam itu saya bercerita, tentang kasus perselingkuhan yang saya sangat tak suka. Tentang puisi yang saya buat kemarin malamnya. Tentang seorang penulis yang sangat bagus merangkai kata2. Tentang ayam-ayam saya. Tentang sebuah "tawaran" yang saya terima. Lalu, saya mulai merajuk saat kau merespon dengan sangat datar. Sampai kalimat yang keluar dari mulutmu adalah,
"sebenarnya, apa sih yang mau kamu ceritakan ke saya, haps?!"

Oh Tuhan.. saya sangat kaget mendengarnya. Saya terdiam. Over speachless sementara otak saya mencerna kata-katamu. Dan setelahnya saya gak meneruskan ocehan saya.

Tapi entahlah. Terakhir kau minta maaf atas sikapmu padaku. Kau juga katakan, ada hal yang tak bisa kau sampaikan. Kau sedang menyimpan sebuah masalah yang sangat rumit.  Dan kau gak sanggup membaginya padaku. Mungkin itu satu bentuk rasa sayangmu, sehingga kau gak ingin membebaniku. Tapi saya malah terus nyerocos bercerita ini itu yang gak penting padamu. Saya benar-benar gak peka.

Maaf, kalau saya terlampau egois. Maaf kalau saya sangat gak peka. Dan maaf, kalau saya selalu punya nilai serta idealisme dalam setiap lini kehidupan saya.

Jadi, mungkin inilah waktu untuk kita berpikir masing-masing. Untuk kembali mendekat, atau menjauh sejauh mungkin.. Seperti kisah-kisah lainnya.

Tapi, saya selalu yakin dengan janji mimbar cahaya. Maka, setiap untaian doa pada satu untuk yang lainnya, itu akan semakin mendekatkan hati kita. Meski pada kenyataannya, jarak kita mungkin sudah sejauh Green Land dan Antartika.

Satu Kesempatan Lain

Saya terbangun. Maksud saya, saya belum benar-benar bangun dari tempat tidur, saya masih berbaring. Hanya saja saya sudah mendapatkan kesadaran saya kembali. Saya meresapi apa yang baru saja saya alami. Aneh... Sudah lama sekali saya tak bermimpi seperti itu. Sudah hampir dua tahun. Tapi kenapa hari ini...

Saya mengambil my stupid phone  dan melihat jam digital disana. Jam 5. Saya menegakkan tubuh dan duduk di sisi ranjang. Seperti pagi-pagi biasanya, saya memulai hari dengan minum segelas air putih dan segera ke kamar mandi. Wudhu, lalu menunaikan kewajiban subuh saya.

Pukul 6 kurang, atau bisa juga setengah 6 lewat, saya mencoba berbaring kembali. Rumah masih sepi. Bagaimana tidak, dua bocah unyu di rumah ini tadi malam tidur sedikit larut. Mereka pasti masih terbuai alam mimpi. Lalu, mimpi semalam berkelebat lagi. Dan sekejap saja, saya tahu saya tak akan bisa tidur lagi.

Saya merasa aneh sekali. Tahun-tahun sebelumnya, saya mungkin masih terbiasa. Tapi tidak saat ini. Kepala saya terasa berat. Saya butuh sesuatu. Kopi mungkin? Yah, kopi. Saya turun dari ranjang. Segelas kopi mungkin cukup untuk membantu saya melewati hari ini.

Saya duduk di atas dipan di rumah bagian belakang, di bawah langit yang masih temaram. Suasana pagi ini tak terlalu dingin. Lalu saya mulai menyesap kopi perlahan. Sembari (masih) memikirkan apa yang terjadi pada saya. Mungkinkah saya kembali mengalami depresi klinis? Tapi, saya telah sembuh dua tahun yang lalu. Setidaknya, begitulah yang saya rasa, meski saya memang tak pernah lagi konsultasi ke dokter. Dan memang setahun belakangan ini saya tak pernah lagi merasa berat.  Tak pernah lagi merasa seperti berjalan di atas air. Saya tak pernah lagi terjaga dengan perasaan... lelah. Tidak, sampai pagi ini.

Saya menyesap kopi hingga habis. Lalu tertawa sendiri. Jika memang saya kembali mengalami depresi klinis, seharusnya saya menjauhkan diri dari kopi. Bukan malah punya pikiran untuk menyeduh segelas lagi. Ah, i must be out of my mind.

Saya mengurungkan niat untuk meminum segelas kopi lagi. Langit sudah tampak begitu terang. Saya agaknya mengerti alasan mengapa saya kembali seperti ini. Dan, saya bisa saja menolaknya. Tapi tidak, sesungguhnya saya tahu pasti saya tak bisa lari lagi.

Percayalah, haps. Mungkin kesempatan itu datang kembali padamu. Kalau kau masih terus lari, apakah kau yakin Allah masih akan memberimu kesempatan di lain kali?

Ya, mungkin kata-kata kak Farah benar. Saya tak bisa lari lagi. Saya mungkin sudah tak punya kesempatan untuk bersembunyi lagi. Mungkin, sudah saatnya saya kembali. Mungkin, sudah saatnya saya berjuang lagi.

One Last Moment

Sejenak tadi saya terpana dengan hujan. Ketika ia berserobok dengan kilau lampu jalan.

"Maaf kak, saya nggak bisa."
"Kenapa, de? Padahal kamu tahu persis kalau kamu bisa melakukannya."
"Maaf kak, tapi saya nggak bisa."
"Saya tahu kamu akan bilang seperti itu. Tapi saya benar-benar ingin kamu jujur terhadap diri kamu sendiri."

Percakapan itu masih menggelayut di kepala. Memberatkan. Ketika berpisah tadi, saya mungkin masih bisa memperlihatkan wajah saya yang tertawa, tapi sebenarnya ada yang mengganjal di hati saya.

Ini sudah malam, dan saya masih menunggu jemputan. Sendirian. Ponsel di tangan berdering. Segera saya angkat,

"Vi, kamu dimana? Katanya suruh jemput di depan TMP."

"Iya, saya kesana sekarang."

Saya menyebrang. Dan, hei apa ini? Hujan deras tiba-tiba mengguyur jalanan. Saya berlari mencari atap terdekat. (yang pada kenyataannya tidak cukup dekat)

"Saya kira mobil yang di depan TMP tadi loh." kata saya mengajak bergurau.

"Aamiin. Mudah-mudahan tahun depan."

Lalu kami menunggu hujan dalam diam. Sementara motor ada di hadapan kami, tersiram hujan dengan pasrah. Saya lapar. Saya kangen dengan dua keponakan saya yang lucu. Tapi saya sedang tak ingin bicara. Maka saya mengeluarkan buku, di bawah penerangan lampu jalan saya membaca.

Sepuluh menit, entahlah mungkin kisaran itu, hujan pun mulai reda. Kami bersepakat utk pulang. Saya masih sibuk dengan pikiran saya sendiri.

Saya menengadahkan kepala ke atas. Hanya ingin penat itu sedikit berkurang. Dan wow, pemandangan yang terhampar indah sekali. Kilau lampu jalan menghampar tetes-tetes hujan yang lembut jatuh tak beraturan. Kali ini, untuk kali ini saja, saya membiarkan gerimis menyapu pipi saya. Lembut, dingin...

Behind the Scene

Saya berusaha merobek bungkusan wafer itu dengan tak sabar. Dan semakin jengkel karena bungkusan itu tak jua mau robek, meski saya sudah berusaha. Sedetik kemudian wafer itu jatuh ke tanah. Tak sengaja, atau mungkin sebenarnya saya sengaja, entahlah. Lalu, tiba-tiba saja air mata saya berserobok turun. Dengan kasar saya menyeka pipi menggunakan telapak tangan kanan saya yang kebas. Tapi, air mata terus saja mengalir meski berulang kali saya seka. Lalu saya menyerah dan membiarkannya mengalir sepuasnya. Dan saya mulai terisak. Seperti anak umur lima tahun yang kehilangan balonnya.

* * * * * * * * * * * * * *'

Saya pernah punya episode seperti ini dalam hidup. Saya, tak melulu tertawa. Saya pun pernah menangis lama sekali. Saya tak selalu bahagia. Saya pun pernah sedih dan kecewa. Tapi saya selalu percaya, kalau Allah tak kan menelantarkan hamba-hamba-Nya. Ia pasti akan mengurus hamba-hamba-Nya dengan baik. "Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan." (QS. Al Insyirah: 5-6)
See, Allah menjanjikannya dua kali :-)

Jadi, santai sajalah menghadapi masalah dalam hidup. Jika hari ini kita bersedih, yakin saja esok kita akan kembali bahagia. Jika hari ini kita bahagia, syukurilah sebelum ia pergi entah kemana.

In every lemon tea I tasted, there's always sour before sweet. That's life. ~hidup menurut hapsari dian w.

It Must be Wrong

Baru-baru ini sebuah kisah menghantui kepala saya. Dan hal itu membuat saya dongkol setengah mati. Saya benci orang-orang seperti itu. Saya benci orang-orang yang berselingkuh, apapun alasannya...

Sebut aja ia L. Telah menikah 2 tahun dengan E, seorang kaya raya yang memiliki wajah tampan. Ketika semua orang melihat bahwa suaminya adalah seorang yang "sempurna", kenapa L harus "bermain" dengan lelaki lain??

Well, dengan alasan tak bahagia??? Mungkin itu senjata terampuh untuk menarik simpati dari siapapun. Tapi, kemana semua rasio???? Begini, oke saya bisa memahami jika semua orang ingin mendapatkan kebahagiaannya. Tapi, tapi itu tidak benar menurut saya. Sangat-sangat tidak benar untuk berselingkuh di belakang pasanganmu!

Ketika awal menikah dengan prince charming itu, tak mungkin L tak bahagia. Ketika semua cewek-cewek seakan ingin menariknya turun dan mengambil posisi di samping pangeran tampan nan jutawan itu, mungkin ada sebersit rasa dalam hati yang bisa disebut kebahagiaan, kan?! Baiklah, jika itu tak membuktikan sesuatu apapun, lalu kenapa L mau menikah dengan E?? Toh mereka tak dijodohkan!

Entahlah. Mungkin saya yang terlalu naif_ atau mungkin ini yang disebut picik, narrow minded? Tapi, tapi saya benar-benar menganggapnya sebagai sesuatu yang salah. Kenapa harus berselingkuh???

Jika setelah dua tahun menikah_ garis bawahi kata dua tahun, itu masih terlalu dini menurut saya! Oke, jika setelah dua tahun menikah dan L merasa bahwa E bukanlah orang yang tepat, atau  ia merasa bahwa ia tak bahagia seperti harapannya, mengapa ia tak mencoba untuk mengkomunikasikannya? Kenapa ia harus mencari lelaki lain untuk mendapatkan kebahagiaan, sementara ia masih terikat janji perkawinan?!

Saya masih tak percaya orang bisa berselingkuh. Kenapa ia bisa melakukannya?? Jika benar-benar tak bahagia, kenapa tak berpisah saja? Kenapa? Kenapa?

Terlalu banyak tanya berkecamuk di kepala saya. Saya tak bisa mempercayai bahwa selingkuh dianggap sebagai sesuatu yang benar. Sesuatu yang memang patut dilakukan. It mut be something wrong...

Sepertinya saya butuh secangkir kopi untuk menjernihkan kepala saya.

"Ah, Nggak Penting."

When you heard it from someone,  it seems to be the hurtest word. But it may comes from your lips, almost everyday...
"Ah, nggak penting."

Libur = family time

Libur itu, adalah pagi-pagi nemenin dua keponakan nonton kaset Dora yang sudah diputar berpuluh-puluh kali dalam beberapa bulan ini. Ajaibnya, mereka tak pernah bosan.

Sick Bear

Katamu saya ini kuat seperti beruang. Jadi gak pantas kalau terbaring lemas. Tapi dua hari ini virus telah berhasil membuat saya tumbang. Maaf, kali ini si beruang sedang sakit.

Love you

Sekali lagi saya mengabarkan padamu tentang sakit yang saya derita. Dan masih saja, saya tetap menganggapnya penyakit biasa. Lalu, seperti biasa kau pun memarahi saya. Menyuruh saya untuk segera periksa. Takut kenapa-kenapa, begitu katamu.

Tapi, sekali lagi saya hanya tertawa. Kau tahu benar tentang phobia saya pada bangunan berwarna putih itu. Dengan makhluk2 yang memakai jas dan berstetoskop di dalam sana.

Tapi anehnya, meski saya tahu akan dimarahi tetap saja saya selalu ingin bercerita padamu. Senang mendengar ceramah-ceramahmu. Dan, kita bisa tertawa meski tak ada kata-kata yang keluar dari mulut kita berdua.

Begitukah yang dinamakan cinta? Jika iya, kau pasti bersorak gembira mengetahuinya. Tapi entah kenapa, saya selalu malu mengatakannya langsung padamu.

Kakakku, cinta ini selalu ada untukmu. Kau seharusnya tahu itu. Doakan saya, agar saya selalu sehat dan terus tertawa.

Kau yang selalu gembira jika panggilan kakak itu kusematkan padamu. Love you :-)

We Are Wonder Women

Ladies di rumahku hebat-hebat. Bagaimana enggak, hampir semua pekerjaan rumah mereka sanggup kerjakan. Mulai dari urusan masak-memasak di dapur, sampai urusan bikin kandang ayam dan benerin pintu kamar mandi.

Awalnya saya masih klemar klemer. Maklum, last child emang jarang sentuh kerjaan2 berat. Biasanya saya cuma dikasih kerjaan ringan2 aja. Untuk yang besar-besar selalu di handle sama nyokap, aunty, sama mbak saya. Even, sekedar angkat galon saja saya gak bisa.

Well then, kami sekeluarga dapat ujian masalah air. Sumur kami kering. Sementara PAM, emang gak pernah ngalir ke rumah kami. So, for the first time kami beli air galon buat keperluan mandi dan masak. Wow banget. Sehari kami bisa beli 10 sampai 15 galon. Ow yah, pengeluaran kami lalu membengkak.

Melihat kondisi, finally kami cari solusi yang memediasi keuangan kami. Beruntung, tetangga menawarkan airnya untuk dibagi dengan kami. So, our daily activities bertambah nih. Tiap 2 atau 3 hari sekali kami punya jadwal ngangsu (means ngambil air dr rumah tetangga).

Awalnya, saya yang paling gak bisa ngikutin aktivitas ini. Entahlah, saya seperti yang paling lemah dan gak punya tenaga. Jadi, saya ambil bagian yang paling mudahnya. Tapi, kemudian saya sadar. Saya malu sendiri. Ladies bekerja keras untuk memenuhi seluruh bak di rumah kami. Sementara saya, masih saja berkutat dengan status anak manja. Pengertian dari para ladies yang gak nyuruh-nyuruh saya malah bikin saya bener2 gak enak hati.

Maka, saya ber-azzam untuk menjadi kuat seperti mereka. Hebat seperti mereka. Lalu saya pun membiasakan diri. Perlahan-lahan. Sedikit-sedikit. Hingga kemudian, saya sudah kuat angkat galon sekarang :-)

Pernah suatu kali nyokap berkata, "Berbahagialah kita, nak. Putri Rasulullah pun pernah mengangkat ember berisi air seperti kita."

Yah, setiap keadaan memang harus disyukuri.

Friendship Will Never End

Namanya Arfi. Begitulah kami, anak2 HI 06 biasa memanggil dia. Meski katanya ia pun sering dipanggil fia, fiani, atau ani oleh keluarga dan teman-teman lamanya. Tapi, ambassador (nama angkatan kami) sepakat memanggilnya dengan ARFI.

Saya mengenalnya ketika awal kuliah. Ciri khas dia adalah tahi lalat di atas bibirnya. Dan senyum selalu menghiasi wajahnya. Entah bagaimana ceritanya, pada akhirnya saya malah berteman akrab dengannya. Padahal, karakter kami jauh berbeda.

Banyak hal lucu yang pernah terjadi diantara kami. Pernah suatu kali, kami sama-sama bolos dan kabur dari pengkaderan fakultas kami. Saat itu kami sembunyi di tempat serba hijau. Yang mana, tempat itu kami klaim sebagai tempat pertama kali kami bertemu. Padahal, sore itu adalah sore kesekian kami bercakap. Ahahaha

Sepanjang perjalanan persahabatan kami, banyak hal yang terjadi. Baik buruk, tawa serta emosi, semuanya telah kita rasakan. Dan kerennya, persahabatan kita justru menguat ketika saya dan dia telah lulus kuliah dan tak bertemu satu sama lain.

But well, ada hal hebat yang terjadi antara kami berdua. There's a long circuit within our soul. We're connected! Saat tetiba saya teringat dengannya, tetiba itu pula ada sms atau tlp masuk darinya. Pun saat saya merasa perlu menghubunginya, Arfi malah menjawab dengan, "Wow haps, saya lagi mikirin kamu dan berniat menghubungi kamu, lho. Malah kamu hubungi saya duluan. Ehehehe."

Lalu, peristiwa hebat itu berulang kali terjadi pada kami berdua. Yang lebih hebatnya, saat saya mengadu padanya kalau saya sedang sakit. Dan ternyata, Arfi pun juga. Kami mendapat sakit yang sama. Demam, flu, dan perut yang bermasalah. Lalu, kami pun mengambil kesimpulan acak. We're just like a twins. So in sync.

Well Arfi, it's easy enough to be happy when you have a friend that understand you so well. Dan semua itu benar. Thanks for being my ears, my eyes, even my heart and my soul.

Well Arfi, bagaimanapun kita nanti, kita akan selalu menjadi teman. Friendship will never end.. Meski teman baikku bukan cuma kamu, tapi kamu akan selalu jadi soulmate-ku.

Well Arfi, kalau saya nikah nanti, kamu harus jadi pendamping pengantin wanita ya. Pokoknya harus ya :-)

Tentang Cinta

Jadi apa semuanya inti dari pembicaraan kita? Semalam, atau hari-hari sebelumnya. Entahlah, mungkin saja tak ada.  Mungkin semua mengalir begitu saja. Tapi saya percaya, kau pun sama dengan saya. Tersenyum tertawa membaca kembali percakapan-percakapan kita. Melalui pesan singkat berantai itu, atau melalui email-emailmu. Atau buku usang yang dulu pernah kutempati bercerita.

Katamu padaku, "kau tak perlu mencintaiku. Kau hanya perlu mencintai dirimu sendiri. Dengan begitu, kita akan mencintai orang yang sama."

Ahahaha, sebegitunya kau mencintai saya.

Janji kita, kita akan menjadi soulmate meski kita telah memiliki pasangan masing-masing, ya.
Janji bisa :-)

Cerita Subuh

Pagi-pagi saya sudah dapat shock therapy dari seorang kawan nun jauh disana.

Saya melihat ada notifikasi sms masuk saat saya hendak shalat subuh. Tapi, saya abaikan saja. Saya baru membukanya saat saya telah selesai dengan urusan batin saya.

Well, isi sms-nya cukup mengejutkan. Not her style banget. Tapi saya bawa becanda aja, karena gak tau mau diarahkan kemana tulisannya.

Ternyata, her replied made me double shock! Dia bercerita tentang utusan seorang pangeran yang datang padanya. Hendak meminang ia untuk sang pangeran. Lengkap dengan saingan para putri raja yang cantik jelita. Dan, dengan murung ia berkata, "apa yang bisa dibanggakan dari seorang upik abu seperti saya?"

Setengah geram saya berkata, "kalau kamu terus membandingkan dirimu dengan para putri raja itu, kamu gak akan menikah seumur hidupmu. Karna akan selalu ada kelebihan2 mereka di banding kamu." Dan, entahlah apa kau tersinggung atau malah setuju.

Well hei, I always can be your ears. But, i want to be your another eyes, too. Makanya se-subuhan ini kuberi kau petuah-petuah pernikahan. Meski pada kenyataannya, saya pun masih belum bertemu pangeran hati.

Kawan, dalam setiap doa, saya selalu memohonkan kebahagiaan yang sama untukmu. Jadi, percayalah pada janji mimbar cahaya.

Katamu, "semoga tertakdir yang terbaik untuk kita." Jadi, percayalah. Berbahagialah.
Dan, segera kabarkan kegembiraanmu padaku ;-)

Love is...

haps'
pict owner

Let’s Get Real Life




Thinking many times, thousand times, finally I decide to deactivated my facebook account. Bahkan, hari ini saya telah memutuskan untuk benar-benar menghapusnya saja. Dengan meminta bantuan seorang teman nun jauh di Makassar sana, saya melepaskan diri dari tuntutan alam bawah sadar untuk terus mengembangkan sifat-sifat buruk saya. I’m typically an extrovert person, yang sangat senang membagi kabar bahagia. Tapi, saya lalu sadar bahwa membagi kebahagiaan di jejaring sosial yang bisa dikomen sembarang orang ternyata, kadang bisa merusak kebahagiaan itu sendiri. Setidaknya, komen-komen buruk, yang entahlah meski mungkin hanya niat bercanda atau semacamnya, bisa mengikis kadar kebahagiaan yang semula saya rasakan. Akhirnya, saya malah ill-feel sendiri. Maka saya ingin mengakhirinya saja. Lagipula, gak semua orang akan bahagia hanya dengan mendengar kabar oranglain bahagia. Jadi, sebaiknya gak semua orang perlu tau kalau saya bahagia. Intinya saya bahagia, dan saya ingin tetap bahagia. Itu saja.

Selain itu, ada alasan lain yang mendasari keputusan saya untuk menghapus akun facebook saya. Saya gak ingin terus-terusan sakit mental. Saya sepenuhnya sadar kalo saya punya banyak sifat buruk dalam diri. Yang mana, aura negatif saya begitu menguat ketika saya bergumul dengan facebook. Stalking, Stalked, Hacking, Hacked, sepertinya semua itu menjadi hal yang biasa dan bukan dosa. Cemoohan dan hinaan yang keluar satu persatu dari mulut saya secara sadar atau tidak, ketika saya dapati ketidak-idealan dari teman-teman lama. Yang mana, facebook-lah yang berperan memberi semua info pada saya. Saya jadi aneh sendiri dengan realita yang saya jalani. 

Kalau idealnya aib seseorang ditutup-tutupi, dewasa ini orang-orang seakan bangga memamerkan aibnya sendiri melalui jejaring sosial. Jiwa narsistik tumbuh subur dengan berbagai fasilitas uploading dan tagging. Dan gila-nya, saya seolah telah menjadi satu bagian yang dengan sengaja melakukan hal yang sama. Saya benar-benar telah sakit mental.

Sadar dengan keadaan pribadi, saya memilih menyembuhkan diri sendiri. Saya gak ingin terus-terusan sakit mental. Saya masih ingin mempertahankan idealisme saya. Ditengah sifat buruk saya yang begitu banyak, saya tetap ingin menjadi manusia baik-baik secara adab dan adat. Saya hanya gak ingin memfasilitasi sifat-sifat buruk saya. Saya hanya gak ingin keluar jauh dari koridor yang sudah saya tetapkan untuk diri saya sendiri.

But well, meski saya sudah tak berkiprah di FB, saya tetap mempertahankan akun twitter dan blog saya. Get real life tak berarti menutup mata dari perkembangan teknologi dan informasi, kan?! Buat saya, twitter adalah media untuk memperoleh informasi dari akun-akun yang saya follow. Selebihnya, twit saya hanya berisi sapaan sana-sini dengan teman-teman atau sampah serapah saya saja. Twitter is so simple. Kalau kamu suka follow, gak suka ya udah unfollow aja. Kalo di unblock, take it easy.. gak ada ruginya buat saya. 

Stalking dan hacked gak berarti di twitter. Gak cukup berarti buat bikin saya sakit mental.  Karena twitter menyediakan fasilitas tweeting hanya 140 karakter. Dan fasilitas uploading yang hanya max 700KB. Fasilitas ini mengajarkan, bicaralah seperlunya. Padat, singkat, efektif. Upload-lah media yang ringan, yang memang diperlukan. Hanya orang-orang cerdas yang bisa main twitter. Ehehehe. Well, kalo ada yang stalked saya di twitter, saya gak terganggu sama sekali. Mention sampah cukup saya abaikan. Mudah, hidup tetap indah. Intinya, buat saya akun twitter is just for having fun

Tentang blog, ini hanya penyaluran dari sifat extrovert saya aja. Sekaligus mengasah kemampuan berpikir otak saya. Meski tulisan saya tak pernah berbobot sama sekali, setidaknya otak saya bekerja untuk bercerita :)


Special thanks to Rysmah Zainal Arifin yang mau bantu saya mengatasi repotnya menghapus akun FB saya. And Now, I just want to get my real life :))

Bdl, 08 Desember 2012

My November

Pict random from google

Sudah lama saya menganggap November sebagai bulan yang biasa. Bulan yang sama dengan bulan-bulan lainnya. Hanya saja, tahun ini saya telah kembali di tengah keluarga saya. dan, ternyata saya gak bisa mengabaikan November begitu saja. Keluarga saya, entah beragam caranya, menyadarkan saya bahwa November adalah bulan milik saya :)

Awal November saya sudah sibuk dengan harapan-harapan saya. Untuk bisa lebih baik (hati) lagi. Di tambah lagi saya sedang menunggu follow-up dari sebuah rahasia teman saya. Dan sepanjang hari sepanjang bulan ini, aktifitas saya padat merayap. Mulai pagi hingga petang. Ditambah lagi di setiap akhir pekannya, selalu ada family time. Family gathering yang selalu mengambil tempat diluar rumah. Makan bareng, jalan-jalan, dan mengunjungi toko buku.

Di November ini pula, saya mendapat kiriman doa dari keluarga, teman, dan kenalan saya di berbagai penjuru dunia. Selain itu, saya juga masih dan lebih gencar lagi diberi pertanyaan seputar "kapan".. "kapan datang?" "kapan merid?" "kapan lanjut s2?" dan kapan-kapan yang lain. Tapi, saya sudah bisa dengan santai menjawabnya... ahahahaha :))

Tapi, November ini pun sama seperti bulan-bulan lainnnya: berlalu begitu saja. Meninggalkan saya dengan flu ditengah padatnya aktifitas saya. Dan juga, PR yang masih harus saya selesaikan kedepannya :3