Monolog

Terlalu banyak percikan-percikan di kepala saya. Semakin lama, semakin sakit rasanya memikirkannya. Kenapa begini? kenapa begitu? Terlalu banyak tanya berkecamuk dan seakan-akan, kalau saya tak bisa menjawabnya, saya harus terus mencarinya sampai saya menemukannya. Sangat memuakkan rasanya. Seperti sesak? Seperti terpaksa? Tapi siapa yang sebenarnya memaksa? Seperti meradang? Seperti Kalut? Entahlah, mungkin saya terlalu bodoh dalam mendefinisikan apa yang sebenarnya sedang saya rasa.
"Makanya, jangan terlalu idealis, haps. Biar gak pusing."
"Maaf, tapi saya punya koridor yang gak bisa dilanggar. That's the line.. Of mine."
"Kalo gitu, buka mata lebih lebar, haps. Dunia gak sesempit kotak kepalamu."
"Sepertinya, saya memilih menciptakan dunia sesuai isi kepala saya."
"Well, let see then.." *skeptis*
Dan saya mulai bermonolog tak ada habisnya...