Watch Your Mouth, Girl!


Siang ini saya punya jadwal ngajar tahsin di Malahayati. Seperti biasa,ketika diangkot saya memilih menikmati pemandangan luar jendela. Dengan kaca dibuka lebar. Kali ini, saya memilih duduk di belakang paling pojok. Toh, tujuan turun saya paling ujung tempat angkot berhenti. Sesekali saya melirik ke arah pintu. Tiap kali ada penumpang naik. Mungkin saja ada yang saya kenali. Jika angkot mulai berjalan, saya melihat ke luar lagi. 

Lalu, tengah perjalanan saya dikagetkan oleh anak perempuan di depan saya yang tiba-tiba berkata, "Ih, ayah tol*l deh. Ngapain nge-isi-in pulsa."

Duarrrr... Saya kaget banget. Sangat kaget dengan kata-kata yang dia tujukan untuk ayahnya. Terlebih lagi _saya melotot saking syok-nya, ada sang mama duduk di sebelah anak perempuan itu. Entah, tipikal bagaimana sang mama itu, dengan santai dia cuma bertanya, "Emang kenapa?"

Masih saya ikuti percakapan mereka, sang anak perempuan kembali menjawab dengan kata-kata yang nggak lebih menyenangkan: "Ngapain coba nge-isi-in pulsa, orang masa aktifnya habis geh. Dasar Ayah o2n." Dan sang mama diam kalem tanpa reaksi kayak nggak ada apa-apa.
 Tuhan... dimana yang salah dari mereka berdua?

Saya asli kaget. Itu si anak perempuan ngatain ayahnya? Itu sang mama denger anak perempuannya ngatain ayahnya? Dan, mereka biasa aja? Saya yang kaget sekaget-kagetnya ini yang salah atau mereka yang nggak tahu mana yang bener?

Kalau udah di-isi-in pulsa aja ayahnya masih dikatain Te-eL-eL, apalagi kalau ayahnya kabur dan menelantarkan dia ya? Bisa-bisa kebun binatang keluar semua dari mulut si anak perempuan. Ohws..

Kalau anaknya ngomong jelek tentang ayahnya di depannya aja, sang mama tetap nggak bergeming, gimana kalau ketika dewasa sang anak perempuan memilih nitipin ayahnya yang sudah tua di rumah jompo ketimbang repot ngurusin ya? Oh my...

Oh Tuhan, saya bersyukur dulu sering dimarahi tiap kali ketahuan mengucapkan kata-kata buruk dengan maksud mengata-ngatai. Bahkan saya pernah dipukul mulutnya oleh nyokap saya sekali, karena mengatai kakak saya stupid. Dan, setelahnya saya nggak pernah lagi. Mengatai kakak saya stupid saja saya dimarahi (even ditampar) apalagi mengatai orang tua saya. Yang ada, (mungkin) mulut saya bakal disilet kali. (Ah, ini cuma bayangan saya. Tapi saya yakin orang tua saya nggak mungkin sekejam itu. Tapi jujur saya nggak berani.)

Entah ya. Sejujurnya saya masih sering kurang ajar ke orang tua saya. Like (sometime) ignoring what they told me. Atau nggak, (sometime) ngasi muka jutek kalau jengkel dimarahin. Dan, apa saya nggak pernah ngomong jelek? Dulu, saya pernah sih ngatain temen-temen saya. Atau nggak, kalau saya jengkel dengan orang, saya (kadang) menyumpah-nyerapahinya dengan kata-kata semisal br*ngs*k atau b*d*h. Tapi, seenggaknya terhadap orang yang lebih tua terutama orang tua saya, saya (masih) nggak berani ngatain mereka begitu. Kayaknya itu kurang ajar tingkat atas. Saya (masih) takut masuk neraka kalau durhaka sama orang tua.

Tapi, mengata-ngatai orang tua itu termasuk kurang ajar kan ya? Kalau saya kenal anak perempuan itu, pasti dia saya marahi. Seenggaknya saya ingatkan kalau apa yang dia katakan itu nggak pantas. Nggak boleh. Dosa! Dan, saya kecewa dengan sikap sang mama. Saya berharap kelak saya bisa jadi ibu sejati. Yang bisa mengajari anak saya untuk berbuat baik pada orang tuanya.


1 komentar:

  1. iki piye semua posting dikunci komennya... yah haps, mending komentar anonim setting ditiadakan, itu bisa menghalangi orang komen buruk yg tidak punya nyali. begitu saran saya...

    BalasHapus

Komentarnya masuk kotak penampungan dulu ya...

Just make sure saya baca satu persatu :-)