Saya mungkin saja menunggu. Atau saya
mungkin tak akan menunggumu. Untuk kehadiranmu yang tak nyata, saya bisa berharap
apa?
Tahun-tahun berlalu, saya telah
menjelma menjadi gadis unyu. Tapi kau, seperti apa batang hidungmu, saya masih
saja tak tahu. Lagi-lagi saya bertanya, ini salah siapa?
Saya, kamu, hanya diam
seribu bahasa. Tak perlu kata. Dari awal memang tak ada “kita”.
Salatiga, lebaran
ketiga tahun 1433