Kecewa

Jangan mengidolakan manusia yang masih hidup. karena ia masih rentan dengan dengan kesalahan di masa mendatang. Jika ingin punya idola, pilihlah orang yang telah wafat. Karena ia tak lagi bisa melakukan kesalahan.

Saya pernah mengidolakan seseorang. Ia hebat dalam karir dan rumah tangga. Setidaknya, begitulah di mata saya. Ia pun hidup dalam kesederhanaan, padahal semua orang melihat ia sebenarnya sangat berkecukupan. Ia memiliki suami yang sholih (lagi-lagi seperti itulah di mata saya) dan tercatat sebagai dosen di salah satu kampus besar. Ia sendiri telah memiliki klinik sendiri. Selain itu, ia masih meluangkan waktu untuk memberi sedikit "pencerahan" pada para mahasiswi yang tengah galau dengan kehidupan.

 Ketika dulu saya melihatnya jadi pembicara di sebuah seminar, kekaguman saya kontan terpencar-pencar. Hebat betul ia di mata saya. Ingin rasanya seperti dia. Punya kehidupan yang hebat seperti dia. Lalu, terlantunlah pujian-pujian atas namanya dari mulut saya...

Tapi, beberapa waktu lalu saya dapati kesalahannya. Di sebuah event talk show yang menghadirkan ia sebagai pembicara, sementara saya kebetulan terlibat sebagai panitia, saya tak menyangka akan mengalami kejadian yang mampu meruntuhkan semua kekaguman saya padanya. 

Saat itu, acara talk show itu telah berakhir. Namun, saya terlibat perbincangan santai dengan ia dan beberapa panitia lainnya. Entahlah, perbincangan santai itu lantas menjadi diskusi yang cukup alot. Bisa jadi karena saya yang sering memposisikan diri sebagai pihak yang selalu kontra ketika berdiskusi. Tapi, saya cukup mendapat kekagetan yang teramat ketika saya dapati ia menghina orangtua saya. 

JIka saat itu diskusi kami alot, atau ia merasa terpojok dengan argumen saya, tetap saja ia tak pantas menyebutkan kesalahan-kesalahan orangtua saya sebagai pematah argumen saya. Disana masih ada panitia lainnya. Tak pantas tahu tentang orangtua saya, jika toh mereka memang salah seperti yang ia sebutkan. 

Saya sangat kecewa... Saya benar-benar terluka dengan sikapnya. Pun ketika berhari-hari berlalu pun ia tak meminta maaf atas sikapnya itu. Saya hanya manusia biasa, yang seketika berhenti mengidolakannya. Dan langsung men-delete nomor ponselnya. 

Akhirnya saya tersadarkan kembali bahwa no body's perfect. Tak ada gading yang tak retak. Setiap manusia pasti memiliki cela dalam rupa maupun sikap. Saya kembali mengerti tentang kekurangan. Tentang kekeliruan dan kesalahan...

Dan hari ini, setelah sebulan berlalu, saya sudah mulai berusaha melupakannya. Saya hanya berdoa, semoga orang tua saya dianugerahi kebaikan yang tak putus-putus.