Ini Idul Adha... Dan saya masih saja suka dengan Idul Adha. Begitu suka. Sangat-sangat suka. Teramat suka.
Tapi, beberapa waktu ini, saya teralihkan dengan hal lain. Bukan, saya nggak ikut daftar tes CPNS. bukan, saya juga udah nggak lagi terfokus pada proposal yang stuck itu. Ada hal lain, dan itu begitu menakuti saya.
Usia saya sudah mendekati 26. November nanti. Kata beberapa orang, usia itu sudah mesti diperhitungkan. But, what? Mungkin saya masih begitu childish sehingga saya selalu berpikir, I'm not in a hurry. So what? Tapi itu yang dijadikan konklusi bagi sebagian orang yang mengatakan bahwa saya hanya sedang menunda-nunda.
Beberapa waktu lalu saya sempat membaca, jika seseorang dekat dengan Rabb-nya, ia tak akan merasakan kegelisahan dan semacam galau. Tapi, saya sering mengalami disorientasi. I just dont know what to do. Jadi, memang saya yang belum mendekat pada Rabb saya. Dan saya sadari hal itu.
Yang begitu menakutkan adalah ketika saya dihadapkan pada pilihan, dan orang di sekitar saya mendesak saya untuk segera memberi keputusan. Lalu, saya sadar. Bahwa harapan saya begitu tinggi melambung sampai ke angkasa. Sementara saya masih saja belum beranjak dari tempat saya berdiri saat ini.
Saya tau bahwa saya tipikal perempuan yang masih jauh dari kata shalihah. Saya masih sering membangkang. Saya masih sering bandel dan nekat berjalan di batas syari'at. Tapi, meski begitu saya nggak ingin orang yang datang adalah setipikal dengan saya. Apalagi yang jauh di bawah saya secara keimanan. Bagaimanapun, saya begitu ingin menyelamatkan diri. Dan, pasangan yang tak menjerumuskan adalah salah satu bentuk menyelamatkan diri yang efektif menurut saya.
Kenapa saya begitu ketakutan? Karena saya paham, jika saya menikah, maka kewajiban saya untuk ta'at pada pasangan saya. Dan, ketaatan itu ingin saya berikan pada orang yang benar-benar pantas untuk dita'ati. Dan saya nggak ingin, jika ternyata pasangan saya kurang shalih, saya justru jadi perempuan tak tahu diri yang durhaka pada suami.
Oh, Tuhan. Saya jadi ingat kata tante saya, "begitulah dilematisnya orang yang terlalu banyak tahu." Dan, I just dont know what to do.
Ya Tuhan..... apa tak bisa dimengerti bahwa saya bukannya sembarang menolak. Tapi, saya hanya nggak ingin sembarang menerima. Menikah, bukan perkara gambling. Menikah urusan seumur hidup. Bukan pikiran ya udah jalani aja, perkara ntar dilihat ntar. Setahun, dua tahun, tiga tahun, lalu apa?
Saya tahu, bahwa laki-laki yang baik untuk perempuan yang baik. Dan Kalam Allah pasti benar.
Tuhan, doa saya masih sama. Saya ingin menikah dengan laki-laki yang paling shalih. Paling shalih.
Tapi, beberapa waktu ini, saya teralihkan dengan hal lain. Bukan, saya nggak ikut daftar tes CPNS. bukan, saya juga udah nggak lagi terfokus pada proposal yang stuck itu. Ada hal lain, dan itu begitu menakuti saya.
Usia saya sudah mendekati 26. November nanti. Kata beberapa orang, usia itu sudah mesti diperhitungkan. But, what? Mungkin saya masih begitu childish sehingga saya selalu berpikir, I'm not in a hurry. So what? Tapi itu yang dijadikan konklusi bagi sebagian orang yang mengatakan bahwa saya hanya sedang menunda-nunda.
Beberapa waktu lalu saya sempat membaca, jika seseorang dekat dengan Rabb-nya, ia tak akan merasakan kegelisahan dan semacam galau. Tapi, saya sering mengalami disorientasi. I just dont know what to do. Jadi, memang saya yang belum mendekat pada Rabb saya. Dan saya sadari hal itu.
Yang begitu menakutkan adalah ketika saya dihadapkan pada pilihan, dan orang di sekitar saya mendesak saya untuk segera memberi keputusan. Lalu, saya sadar. Bahwa harapan saya begitu tinggi melambung sampai ke angkasa. Sementara saya masih saja belum beranjak dari tempat saya berdiri saat ini.
Saya tau bahwa saya tipikal perempuan yang masih jauh dari kata shalihah. Saya masih sering membangkang. Saya masih sering bandel dan nekat berjalan di batas syari'at. Tapi, meski begitu saya nggak ingin orang yang datang adalah setipikal dengan saya. Apalagi yang jauh di bawah saya secara keimanan. Bagaimanapun, saya begitu ingin menyelamatkan diri. Dan, pasangan yang tak menjerumuskan adalah salah satu bentuk menyelamatkan diri yang efektif menurut saya.
Kenapa saya begitu ketakutan? Karena saya paham, jika saya menikah, maka kewajiban saya untuk ta'at pada pasangan saya. Dan, ketaatan itu ingin saya berikan pada orang yang benar-benar pantas untuk dita'ati. Dan saya nggak ingin, jika ternyata pasangan saya kurang shalih, saya justru jadi perempuan tak tahu diri yang durhaka pada suami.
Oh, Tuhan. Saya jadi ingat kata tante saya, "begitulah dilematisnya orang yang terlalu banyak tahu." Dan, I just dont know what to do.
Ya Tuhan..... apa tak bisa dimengerti bahwa saya bukannya sembarang menolak. Tapi, saya hanya nggak ingin sembarang menerima. Menikah, bukan perkara gambling. Menikah urusan seumur hidup. Bukan pikiran ya udah jalani aja, perkara ntar dilihat ntar. Setahun, dua tahun, tiga tahun, lalu apa?
Saya tahu, bahwa laki-laki yang baik untuk perempuan yang baik. Dan Kalam Allah pasti benar.
Tuhan, doa saya masih sama. Saya ingin menikah dengan laki-laki yang paling shalih. Paling shalih.