Edisi : Pandai
Bersyukur
Awalnya, aku begitu kagum dengan
kejadian yang terjadi pada temanku ini. Sebut saja Dya. Aku baru tahu setahun
kemarin kejadian yang Dya alami. Dan menurutku, itu sebuah hal yang begitu
menakjubkan.
Dya sangat jarang bahkan enggan
jika diajak pergi ta’lim (mendengarkan ceramah) di masjid. Berbeda dengan sang
adik, Ars yang memang senang menghadiri ta’lim. Beberapa kali Ars mengajak Dya
untuk menghadiri ta’lim. Tapi entahlah, ada saja alasan Dya untuk tidak ikut. Meskipun
begitu, Ars tak bosan-bosannya mengajak Dya untuk ikut menghadiri majelis ta’lim.
Sampai suatu ketika, Dya memutuskan untuk ikut Ars menghadiri ta’lim di suatu
masjid yang terkenal bagus, dingin, dan nyaman di samping area public space di Bandar Lampung.
Ars tidak bercerita banyak padaku
kecuali: “Setelah ta’lim selesai, Dya
pergi ke toilet. Tiba-tiba ada seorang Ibu yang mendekatiku bertanya tentang
Dya. Maka kukatakan bahwa Dya adalah kakakku. Lalu Ibu tadi menyebutkan bahwa ia
hendak mencarikan istri untuk anak laki-lakinya. Dan Ibu tadi berkenan dengan
Dya.”
Maka perkenalan pun terjadi. Ibu
tadi adalah istri salah satu pejabat di Bandar lampung. Background keluarga si laki-laki
dari kalangan terpandang dan berada. Anak laki-laki yang sedang ia carikan
istri pun ternyata sudah memiliki pekerjaan tetap sebagai PNS. Meski tidak
setampan artis-artis di Televisi, tapi si laki-laki memiliki wajah yang
rupawan, enak dipandang. Bawaannya adalah mobil Pajero Sport mentereng. Tempat
makannya bukan kelas kaki lima melainkan hotel bintang lima. Dan ia termasuk
anak yang patuh pada perintah orang tua. Padahal, banyak yang menolak perjodohan
dengan alasan “Ini kan bukan lagi zaman Siti Nurbaya!”
Maka, tak ada alasan bagi Dya
untuk menolak pinangan tersebut. Pernikahan pun diselenggarakan dengan cukup
mewah dan meriah. Maklum, undangan dari pihak keluarga laki-laki kebanyakan
dari kalangan pejabat maupun PNS.
Ohya, bagaimana dengan kondisi
keluarga Dya? Maka, saya beri judul di atas dengan “BAHAGIA ITU SEDERHANA”. Karena
Dya berasal dari keluarga yang sangat sederhana. Dya yatim sejak SD. Dya dan Ars
terpaksa ikut dengan tantenya (adik ayahnya) dan hidup dari sokongan keluarga
sang ayah (oom dan tante-tante yang lain) karena Ibunya tak sanggup membiayai
sekolah keduanya. Berbeda dengan Ars yang berprestasi, Dya termasuk siswa
biasa-biasa saja. Nilai-nilai ujian Dya sangat sederhana. Ketika kuliah pun
IPKnya masih juga sederhana. Dya bekerja di perusahaan yang sederhana juga.
Bukan perusahaan besar dengan gaji yang lumayan.
Tapi, subhanallah. Jika Allah
berkehendak, maka segala sesuatu akan terjadi. Baru setengah tahunan Dya
bekerja, dan dengan sekali ia datang bermajelis (itupun karena diajak Ars, adiknya),
Ia dilirik oleh Ibu Ratu dari Pangeran Hatinya. Ia mendapatkan jodoh di masjid
yang nyaman dan dingin itu. Masya Allah.
Bahagia itu Sederhana. Jika kamu
bisa menyederhanakan hatimu untuk lapang menerima apapun yang Allah berikan
padamu. Banyak atau sedikitnya. Besar atau kecilnya. Itulah yang saya lihat
pada diri Dya. Menurut penuturan Ars, Dya tak menyimpan dendam pada ibunya yang
menikah lagi dan tetap hormat dan patuh pada ibunya meski ia tahu ibunya tak
pernah membiayai hidupnya sejak kematian ayahnya. Dya juga menjalani hidup
dengan santai dan apa adanya. Ia tak pernah menutupi kondisi “adopsi” yang ia
jalani. Dya juga, adalah sosok periang dibalik semua cobaan hidup yang dia
alami.
Maka, jika Allah berkehendak
untuk menjadikan Dya bak Cinderella dalam kehidupan nyata, mungkin itu sesuatu
yang wajar saja. Lalu saya menasehati diri sendiri :
Kebahagiaan itu akan datang
kepada mereka yang berhati baik. Sesederhana itu.
Bandar Lampung, 06 September
2017
Setelah berbincang dengan Dya
dan tahu tentang kabar kehamilannya. Selamat ya, Dya. Semoga Sehat Ibu dan
Baby.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentarnya masuk kotak penampungan dulu ya...
Just make sure saya baca satu persatu :-)