Pesawat Kertas
Tiba-tiba saya teringat momen saat kita melepas stress dengan banyak melipat kertas _bekas bahan-bahan tugas dan materi kuliah kita_ menjadi pesawat kertas mainan. Lalu dengan tanpa rasa bersalah, kita seenaknya saja menerbangkan 50an lebih pesawat-pesawat kertas itu dari jendela kos kita di lantai dua, pada tengah malam buta. Saat orang-orang tengah terlelap. Dan bagaimana kita cekikikan saat pagi-pagi terdengar gerutu dari penghuni lantai bawah: sampah kertas berserakan dimana-mana.
Dan kita bersembunyi sebentar, untuk kemudian turun membersihkan hasil perbuatan kita yang sungguh bodoh bin konyol itu. Tapi, stress kita terbayarkan. Meski agak jahat awalnya _karena mengagetkan tetangga_ tapi kesadaran itu langsung muncul bersamaan dengan lenyapnya stress dari kepala kita berdua. Dan, sebagaimana kita telah membersihkan sampah pesawat kertas kita, senyum kita terukir kembali. Kita, kembali produktif lagi.
Kini, di salah satu sudut kamarku teronggok seplastik penuh dengan lipatan pesawat kertas mainan. Mungkin ia akan diterbangkan suatu saat nanti, mungkin juga ia akan tetap teronggok seterusnya. Entah. Tapi, ada masa dalam sekian detik tadi saya ingin kembali: Menerbangkannya pada tengah malam buta, dengan bingkai biru jendela sandaran kita.
Saya kangen....
Bdl, 120314
* * *
I Can Call Your Name Now
Kemarin dulu, saya menemukan sebuah video pendakian Rinjani. And what a surprise, disitu ada kamunya. Semacam envy (karena saya cuma bisa lihat tanpa ngerasain langsung), seneng (karena kamu bener2 ada di atas sana), dan entah bagaimana menyebutnya _sebuah perasaan orang yang kini sudah nggak menjalani aktivitas itu lagi. But well, tetep aja saya ketawa ngeliat kamu di atas puncak Rinjani sana. Rasanya nggak matching aja kamu dengan background alam liar. Haha.
Kapan hari juga, saya pernah buka Gtalk but I set my profile in invisible. Cuma ngecek tapi nggak niat nge-chat karena ada kerjaan. And, what a surprise kamu aktif gitu. Tumben, pikir saya. Tapi saya nggak nyapa kamu. Kalo dipikir-pikir, selalu saya duluan yang memulai pembicaraan. Emang sih, kamu pernah bilang kalo kamu orangnya nggak kepo, nggak bisa memulai nyapa sebelum disapa, semacam itulah. Dan ya, saya akhirnya mengerti bahwa setiap hal itu ada masa-masanya. Dan saya rasa masa akrab buat kita telah berlalu. You're with your distance, so I stopped having a crush on you.
Saya berharap sih kamu punya prinsip kayak saya. Kalo sekali jadi teman, selamanya bakal tetap teman. Seenggak-enggaknya pernah kenal. We're not stranger back then. Meski lost contact berpuluh-puluh tahun pun. Tapi saya nggak berharap banyak. Nggak semua orang bisa se- ide dengan pikiran saya yang njlimet. Memandang sebuah pertemanan dari sudut yang paling sederhana yet terlalu rumit untuk diputus dengan hal semacam lost contact.
Tapi jujur loh, saya kangen....
Bdl, Feb 2014