Saya tergelitik ketika membaca sebuah twitpic yang diretweet oleh teman saya. Tentang event hari ini, tanggal ini. Sebenarnya, sejak pagi timeline saya penuh dengan bahasan tentang kontroversi terlarangnya ucapan untuk hari ini. Banyak sekali yang ngetwit pro dan kontra. Saya, nggak ambil pusing dengan itu semua. Buat saya, nggak ada yang spesial dengan hari ini. It's just tanggal merah yang berarti libur seperti liburnya hari buruh. Sedemikian saya nggak bergeming dengan euforia hari buruh, saya pun nggak bergeming dengan euforia tanggal 25.
Kembali ke twitpic tadi, saya merasa lucu saja. Twitpic itu milik orang yang nggak saya kenal, yang saya nggak tahu dia muslim atau bukan_ yang isinya dia tujukan kepada muslim yang masih bingung dengan boleh tidaknya mengucapkan. Dia mengajak orang muslim untuk melihat event 25 ini sebagai sebuah hal yang menggembirakan dengan ornamen pohon yang dihias-hias, makan bareng2, senyum dimana-mana. Kurang lebih seperti itulah. Jadi, dia mengharap para muslim bisa mengucapkan kalau para muslim bahagia sebagaimana bahagianya orang kristiani di tanggal 25.
Saya merasa lucu saja dengan pernyataan itu. Kalau dia seorang kristiani, kenapa mesti pusing dengan tidak adanya muslim yang mengucapkan selamat padanya? I mean, that's yours, not us. Kita semua melek kan kalau muslim, kristiani, budha, hindu, meski sama2 manusia, sama2 orang Indonesia, tapi kita punya perbedaan. Muslim menyembah Allah. Kristiani punya Jesus, Budha dan Hindu dengan banyaknya dewa dewi. Itu jelas2 sebuah perbedaan yang nggak bisa disangkal. Jadi, kenapa kita nggak bisa menghargai perbedaan dengan nggak meminta agar kita jadi sama? Selama nggak ada muslim yang memasang bom di gereja, atau tetangga muslim yang meneror rumahmu ketika kamu nyanyi malam kudus, kamu bebas berbahagia dengan keluarga dan teman2 kristianimu di event 25. That's nothing to do with moslem, right? Karena 25 desember adalah event spesial agamamu.
Kalau si empunya twitpic itu adalah seorang muslim, saya ingin bertanya haruskah kita berpura-pura bahagia untuk hal yang nggak ada kaitannya sama kita? I mean, kenapa kita selalu memaksakan diri untuk menganggap spesial hal yang sebenarnya nggak spesial buat kita. Apa spesialnya tanggal 25 buat seorang muslim? Apakah kita ikut ngehias2 pohon? Apakah kita ikut costplay baju merah menyala? Apakah kita nyanyi2 semalam suntuk dan ngegelar pesta makan besar? Jadi, apa maknanya 25 desember buat seorang muslim? Nggak ada kan? Dia cuma hari yang kebetulan libur. Jadi kita bisa bersantai di rumah, atau liburan bareng keluarga, tanpa perlu sirik atau resek sama tetangga kita yang rumahnya penuh lampu dan lonceng2. Tanpa perlu ngenganggu atau terlibat di event mereka.
Jadi, apa pentingnya ucapan ataupun mengucapkan? Jangan mengaburkan batasan toleransi. Unite itu untuk urusan kemanusiaan, untuk urusan duniawi. Kalau berbicara tentang agama, kita punya privasi yang harus dihargai. Kalau kita semua hendak sama dalam ibadah dan perayaan, jangan punya Tuhan yang berbeda. Kita cuma boleh punya 1 Tuhan yang sama. Tapi, kita nggak bisa kan? Maka, hargailah agama sendiri, lalu hargai kepercayaan orang lain.
kalau saya pribadi mikirnya, agama islam kan melarang kita mengucapkan selamat natal, ya udah turuti saja.
BalasHapusmanusia hanya mampu berpikir sebatas logikanya sebagai manusia biasa. Allah yang paling tahu. Lillahi ta'ala... :)