Catatan Ramadhan (Bag. 2)


Malam ini saya melankolis, banget. Entahlah, tetiba saja saya mudah tersentuh hatinya. Saya tak bisa membendung airmata saya saat sebuah stasiun televisi swasta menayangkan kisah seorang kakek berkewarganegaraan Cina, pengayuh becak yang miskin dan papa tapi berhati mulia. 

Mirisnya, ia hanyalah tukang becak yang penghasilannya tak seberapa. Tapi dengan hatinya yang mulia ia menyumbangkan SELURUH penghasilannya dari mengayuh becak itu ke panti asuhan. Sementara untuk makan, ia memilih MEMULUNG. Diceritakan, hingga pada usiake 91 tahun ia datang ke panti asuhan tempat ia selalu menyumbangkan penghasilannya, ia pun meminta maaf karena tak bisa lagi mengayuh becak karena sering sakit-sakitan. Dan di hari itu, ia menyumbangkan uang penghasilannya yang terakhir. 

Saya sangat terharu. Kakek itu seorang Cina yang bukan muslim. Tapi dalam keadaannya yang miskin itu, ia membawa semangat berbagi yang begitu besar. Semangat berbuat untuk sesama. Saya benar-benar tak bisa menghentikan airmata saya.

Saya malu, saya tersedu-sedu. Saya, seorang muslim, masih muda, dan bukan termasuk orang miskin. Tapi semangat saya untuk membantu sesama belum sebesar kakek itu. Apalagi ini bulan Ramadhan. Saya malu...

Lantas saya berdoa pada Allah, saya ingin menjadi manusia yang berguna, dan bisa menolong sesama. Hingga akhir hayat saya.

Para malaikat, “aamiin”-kan doa saya. Ya Allah, kabulkanlah Ya Allah.
Bdl, 27 Juli 2012

1 komentar:

  1. "Lantas saya berdoa pada Allah, saya ingin menjadi manusia yang berguna, dan bisa menolong sesama. Hingga akhir hayat saya." --> Aamiin... :')

    BalasHapus

Komentarnya masuk kotak penampungan dulu ya...

Just make sure saya baca satu persatu :-)