Ramadhan kemarin, pas masih puasa, saya melakukan hal yang nggak saya ungkapkan kepada siapapun saat itu, kecuali 2 orang yang saat itu memang terlibat dalam prosesnya. Saya katakan pada diri saya bahwa apa yang saya lakukan saat itu adalah bagian dari usaha saya untuk meraih takdir terbaik yang saya pinta pada Allah. Lalu, saya menunggu.
Kemarin, setelah ramadhan berlalu berganti dengan lebaran, saya mendapat beberapa hal. Yang tetap perlu saya usahakan. Tapi hati saya masih terkesan setengah. Not so interest. Lalu, sampai pada satu hal yang (saya rasa) adalah jalan kelanjutan dari usaha yang saya lakukan di awal ramadhan kemarin.
Tapi, kekhawatiran menyergap saya. Saya hanya nggak ingin menghianati idealisme saya sendiri. Jadi, sepertinya saya memang harus ragu. Kalau tidak, maka saya akan sangat bersalah ketika saya dengan ringan mengambil jalan ini. Karena apa sedang akan saya hadapi bertentangan dengan apa yang pernah saya lontarkan beberapa tahun yang lalu. Untuk kata-kata yang pernah saya muntahkan, lalu saya jilat kembali, itu adalah sebuah penghianatan pada idealisme yang telah saya bangun. Jadi, saya memang harus ragu untuk melangkah. Meskipun, pada akhirnya saya tetap akan mengambil jalan ini, setidaknya, saya sudah memulainya dengan perasaan bersalah. Jadi, dalam setiap langkah yang saya tapaki di jalan ini, saya akan berhati-hati. Agar nggak semakin bersalah.
Jika penghianatan ini memang harus kamu lakukan, seriuslah haps! Serius dalam mengupayakan agar rasa bersalah atas penghianatan yang kamu lakukan terbayarkan dengan manfaat yang jauh lebih banyak. Jadi, upayakan agar kamu benar-benar mengambil jalan ini, dan menetapi jalan ini sampai selesai.
Dan, jangan berpikir untuk mundur kembali. Jejak yang sudah kamu ambil akan terekam dengan jelas. Jadi, kamu harus total, haps!
Sekarang, yang perlu kamu lakukan, haps... tentukan kamu akan mengambil jalan ini dengan menghaianati idealismemu, atau kamu hanya akan diam ditempat?