Terakhir kali saya masih saja mempertanyakan, 'kenapa saya tidak, kenapa dia boleh?'. Sebelumnya juga saya pernah mempertanyakan, 'kenapa cuma dia, kenapa saya tidak?'. Pun di tiap detik masalah menerpa saya selalu bertanya, 'kenapa begini?', 'kenapa begitu?'. Sampai di satu titik saya sangat lelah karena terus saja bertanya, 'kenapa bisa?'.
Lalu antara putus asa, sedih, ingin lupa, dan ketiganya, saya berhenti mempertanyakan 'kenapa?'. Pada akhirnya saya sudah tak peduli lagi. Pada diri sendiri saya katakan, 'Qadarullah, apa yang terjadi, terjadilah.'
Dan kini saya memaksa diri untuk tersenyum lagi.