Kuliah Terrorisme & Kejahatan Transnasional

1 April 2008, di ruang FIS III 203 pukul 10.15

Aku dengan malas memasuki ruangan untuk mengikuti mata kuliah TERRORISME & KEJAHATAN TRANSNASIONAL. Ruangan terasa begitu gaduh. Teman-teman asyik dengan urusannya masing-masing. Berdiskusi, sekedar membaca, sibuk dengan laptopnya, atau bahkan sekelompok orang di bawah AC yang sibuk bergosip. Dosen pengajar belum datang. Biasa, sudah menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia yang sering terlena dengan jam karetnya.

Tak lama, dosen pengajar mata kuliah ini masuk. Aku memilih duduk di dekat pintu. Dosen yang masuk kali ini bukan dosen yang biasa masuk pada pekan-pekan sebelumnya. Namun dosen satu ini tidak lagi asing di mataku dan teman-teman. Yah, sebagian besar mata kuliah kami dibawakan oleh dosen satu ini. Agussalim Burhanuddin, dosen lulusan S2 dari Australia.

Pembawaannya yang santai namun serius membuat mahasiswa HI angkatan 06 “nyambung” dengan dosen ini. uraian2nya yang cukup memberi “pencerahan” namun terkadang bisa jadi sebaliknya. Serta umurnya yang bisa dibilang masih lumayan muda (klo bukan belum tua) membuat teman-temanku biasa memanggilnya dengan panggilan kak.

Aku mulai berkonsentrasi, mencerna kata demi kata yang terucap dari orang di hadapanku sembari mencatat hal-hal yang menurutku penting.

TERRORISME

–> Andreas Papendrou said : “one man’s terrorist is another man’s freedom fighter.” –> pendefinisian terrorist sangat subjektif yang didasarkan pada ideology, keyakinan, serta pengetahuan. –> akademisi mencoba melihat terroris dari sudut pandang orang ketiga (diluar/eksternal) sehingga dia membuang ideology serta keyakinannya dalam memandang terroris.

— wait . . wait . . aku mencerna ulang kata-kata yang terakhir kucatat. Membuang ideology dan keyakinannya. Mungkinkah hal itu dilakukan??? Oleh manusia yang dalam dirinya selalu melekat ideology serta keyakinan yang dianut bahkan dijadikan sebagai pedoman dalam hidupnya?! Keningku mulai berkerut —

Aku kembali berkonsentrasi mengikuti alur yang diarahkan dosen di hadapanku.

”kemudian apa yang dimaksud terrorist? Apakah macan tamil bisa disebut terrorist? Apakah al qaeda juga termasuk terrorist?” Pak Agus mulai mengeluarkan jurus andalannya, mengajak kami berpikir……

“terroris adalah orang/ pelaku yang menggunakan terror sebagai bahasa dalam melakukan tindakan-tindakannya sehingga menimbulkan kecemasan, ketakutan, dan sebagainya.” Salah seorang temanku mulai berbicara.

“kalau begitu, pencuri di bank juga bisa disebut terroris? Geng motor juga bisa disebut terroris? Bukankah mereka juga menimbulkan kecemasan serta ketakutan? Atau kalau saya mengancam Ratih (temanku yang melontarkan jawaban diatas-red) hingga menimbulkan ketakutan pada Ratih maka saya juga bisa disebut terroris?”

Kulihat teman-temanku mulai berpikir. . . begitu juga dengan aku sendiri. . .

“Kak, rasanya nggak pantas kalau pencuri atau perampok dan sebagainya disebut sebagai terroris. Seolah-olah status mereka yang tadinya hanya ‘maling’ yang notabene kacangan, bisa naik menjadi terroris.” Tiba-tiba Asri, temanku, berkomentar ditengah-tengah kesenyapan yang sempat tercipta.

Sontak seisi kelas tertawa…. Lalu, dengan segenap perdebatan yang keluar dari mulut teman-temanku satu persatu, pak Agus kemudian menuliskan perbedaan terroris dan tindak kriminal.

Terroris · Tujuannya Politis · Tidak segan-segan membunuh korban, cuz pembunuhan adalah bahasa mereka · Memberitahukan identitasnya agar public memberi perhatian padanya · Merasa apa yang dilakukannya adalah benar · Berani bertanggung jawab atas jatuhnya korban

kriminal
· Tujuannya Materil · Menghindari korban, cuz berpikir rasional jika tertangkap maka hukumannya lebih berat · Berusaha menyembunyikan identitasnya agar public tidak tahu · Merasa apa yang dilakukannya memang sesuatu yang salah · Jika jatuh korban, maka akan dinyatakan sebagai unsur kecelakaan

–>definisi terrorist unsur-unsurnya :
  • Ada penggunaan kekerasan/ancaman kekerasan (use of violence)
  • Tujuannya menciptakan ketakutan (inspiring fear) sehingga growing attention
  • Biasa sasaran lain kerusuhan/kekacauan politik (political grievance / political chaos) namun tidak selalu ada.
  • Targetnya adalah menyampaikan sebuah pesan yang besar sehingga mendapatkan simpati dari pihak luar
Sesaat sebelum pak Agus menutup kuliah kali ini, ada pernyataannya yang membuatku berpikir sepuluh kali. “ Kalau perang adalah cara yang dilakukan oleh orang/pihak yang kuat, dan gerilya adalah cara yang dilakukan oleh orang/ pihak yang lemah, maka terrorisme adalah cara yang dilakukan oleh orang/pihak yang paling lemah.”

Entah iseng atau memang karena pemikiran yang mendalam, teman disebelahku berbisik lirih….“yah, terrorisme adalah cara yang hanya dilakukan oleh PECUNDANG !”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentarnya masuk kotak penampungan dulu ya...

Just make sure saya baca satu persatu :-)