Sebuah Opini
Beberapa hari lalu, tepatnya sejak Ahad, 15 Maret 2020 beredar himbauan tentang diliburkannya sekolah, TPQ, majelis ta'lim, serta menyusul istilah work from home (bekerja dari rumah) melalui jaringan media televisi, video dan artikel yang dikirimkan melalui pesan-pesan broadcast WA, twitter, facebook, maupun media sosial lainnya. Secara resmi pemerintah pusat melalui Pernyataan resmi Presiden menyatakan, "bekerja, belajar, dan ibadah di rumah masing-masing". Maka mulailah berseliweran video-video edukasi dan threads tentang coronavirus dan solusi dengan istilah lockdown, social distancing, dan extreme social distancing.
Maka dengan itu, sejak tanggal 16 maret sampai tanggal 29 maret 2020, hampir seluruh daerah di Indonesia memberlakukan kebijakan tersebut. Masyarakat dihimbau untuk tetap berada dirumahnya masing-masing, untuk mencegah penyebaran virus agar tidak semakin meluas.
Ketika menyimak informasi tentang virus yang telah menjadi pandemik (global) ini, satu hal yang menarik yang saya tangkap. Virus ini pasti akan tetap menyebar dan tetap akan ada orang-orang yang sakit. Artinya, semua usaha yang sedang dijalankan bersama ini bukanlah upaya untuk membasmi virus baru ini. Lockdown dan (extreme) social distancing ini hanyalah upaya agar orang-orang yang sakit tidaklah sakit secara bersamaan. Sehingga fasilitas kesehatan mampu menampung serta menyembuhkan mereka yang sakit.
Dari kenyataan itu, ada yang menggelitik pikiran yang membuat saya sulit untuk tidur sampai saya memutuskan untuk menuliskan sebuah opini pribadi. Dan, siapa saya untuk dijadikan rujukan kebenaran? Opini ini hanyalah bagian dari pengingat pribadi sebagai hasil pembelajaran dari fenomena yang membuat hampir seisi negeri terasa mencekam.
Tetaplah Berada di Rumahmu
Lockdown dan social distancing hanyalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada kebijakan agar kita tetap berada di rumah kita masing-masing. Dan sebisa mungkin untuk tidak keluar dari rumah ataupun melakukan perjalanan keluar kota bahkan keluar negeri. Pun merupakan istilah untuk menunjukkan bahwa dengan tinggal di rumah berarti mengurangi interaksi (kontak fisik) dengan orang lain (selain anggota keluarga). Istilah ini kemudian diikuti dengan pencanangan pola hidup bersih : Mencuci tangan dengan sabun secara berkala; menutup hidung ketika bersin menggunakan lengan bagian dalam atau tissu; tidak bersalaman/bersentuhan dengan orang lain terutama yang menunjukkan gejala kurang sehat; serta minum air putih dan makan masakan yang dimasak secara sempurna; dst.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) sudah menyebutkan bahwa virus ini tidaklah lebih berbahaya dari virus-virus yang pernah ada sebelumnya seperti sars, hiv/aids, maupun ebola. Namun, karena perkembangan media dan persebaran informasi yang begitu cepat, dunia terasa begitu mencekam dengan sebuah virus baru ini.
Maka, apa yang saya ambil dari kejadian yang masih berlangsung ini?
1. Bukankah kita harus semakin yakin pada Allah sebagai satu-satunya Pencipta? Dialah Dzat yang menciptakan kita dan bahkan menciptakan apa-apa yang kita takutkan sampai hari ini. Sungguh, tidak ada yang lebih kuasa dari-Nya. Seyakin-yakinnya kita pada info terpercaya, penelitian medis, maupun pengalaman yang sudah terjadi pada orang-orang tertentu, bukankah keyakinan kepada Allah diatas segala-galanya?
2. Bukankah ini menjadi pengingat terbaik bagi kita semua terutama seorang muslim untuk memperhatikan bahwa Allah telah mengatur kehidupan kita dalam syariat-Nya yang agung? Islam sebagai satu-satunya agama yang diridhoi di sisi-Nya merupakan aturan hidup dan manhaj etika yang harus kita jalankan. Termasuk adab pergaulan, adab makan, adab bersin, dsb. Maka mudah-mudahan dengan semua ini kita termotivasi untuk kembali belajar adab dan berusaha menerapkannya, bukan hanya semata karena kita hendak terhindar dari penyakit, tapi juga sebagai bagian dari ibadah dan berupaya untuk bisa meraup pahala dengannya.
3. Dan diantara syariat-Nya yang hari ini telah banyak dilalaikan oleh manusia adalah: Hijab yang paling baik bagi seorang perempuan adalah tetap berada di dalam rumahnya. Ya, stay at home adalah kodrat perempuan seharusnya. Kodrat perempuan (seharusnya) adalah lebih suka tinggal di dalam rumahnya. Lalu ada seorang teman yang menyanggah pernyataan saya ini dengan berkata, "Tapi lockdown dan social distancing ini bukan hanya berlaku untuk perempuan, mbak. Laki-laki juga bekerja bahkan beribadah di rumahnya masing-masing." (Ia berusaha mengatakan opini saya nggak relevan). Boleh jadi opini saya ini nggak berdasar. Opini saya memang nggak bisa dijadikan pegangan. Sekali lagi, siapa saya?
Tapi, saya masih menyimpan pelajaran yang saya ambil dari fenomena yang sedang berlangsung ini. Bukankah Allah menyuruh kita untuk memikirkan, jika kita adalah orang-orang yang berakal (uluul albaab).
Maka saya putuskan untuk beropini pada blog pribadi saya ini.
Sesungguhnya semua yang ada pada diri seorang perempuan adalah aurat. Maka setan berusaha menghiasi perempuan dengan tipu daya dan fitnah. Karenanya, sudah seharusnya ayah, suami, atau wali si perempuan (muslimah) melakukan lock(ing)-down (membuat larangan bagi istri dan anak perempuannya sehingga tidak bebas keluar dari rumah tanpa seizinnya). Karena kembali lagi, hijab yang paling baik bagi perempuan adalah dirumahnya. Dan laki-laki (ayah, suami, atau saudara laki-laki akan dimintai pertanggungjawaban terhadap istri, anak perempuan, atau saudara perempuannya).
Dan sudah seharusnya pula para muslimah menyadari kewajiban social distancing pada dirinya. Tetaplah berada dirumahmu, dan jangan memudah-mudahkan keluar untuk perkara-perkara sepele apalagi yang nggak bermanfaat. Kecuali untuk perkara-perkara yang penting dan atas seizin ayah, suami, atau saudara laki-lakinya.
Maka mudah-mudahan semua fenomena ini bisa terlihat sebagai bentuk kasih sayang Allah dalam mengembalikan kita pada kesempurnaan syariat-Nya.
Jika yang mengaku pejuang agama Allah pun masih sering lalai dengan syariat Allah yang satu ini, maka siapa lagi yang bisa mengingatkan kita untuk kembali?
Haps, bukankah dirimu sudah begitu hafal dengan ash-shaf : 2 (karena surat ini adalah surat pilihan yang wajib dihapalkan di awal-awal tarbiyah, bukan?) "Sungguh sangat dibenci di sisi Allah mereka yang mengatakan apa-apa yang nggak mereka kerjakan".
Semoga Allah senantiasa memberi kita semua petunjuk untuk kembali di atas kebenaran.
Ya Allah, jadikan kami termasuk ke dalam golongan orang-orang yang lurus. Jangan Engkau belokkan kami. Jangan pula Engkau sesatkan kami. Tetapkan kami sebagai orang-orang yang menyeru pada kebaikan dan mencegah dari yang mungkar. Jadikan kami ummat terbaik, ya Allah.
Bandar Lampung, Hari Kedua Segala Aktivitas (Terpaksa) Terhenti. 17 Maret 2020.
Beberapa hari lalu, tepatnya sejak Ahad, 15 Maret 2020 beredar himbauan tentang diliburkannya sekolah, TPQ, majelis ta'lim, serta menyusul istilah work from home (bekerja dari rumah) melalui jaringan media televisi, video dan artikel yang dikirimkan melalui pesan-pesan broadcast WA, twitter, facebook, maupun media sosial lainnya. Secara resmi pemerintah pusat melalui Pernyataan resmi Presiden menyatakan, "bekerja, belajar, dan ibadah di rumah masing-masing". Maka mulailah berseliweran video-video edukasi dan threads tentang coronavirus dan solusi dengan istilah lockdown, social distancing, dan extreme social distancing.
Maka dengan itu, sejak tanggal 16 maret sampai tanggal 29 maret 2020, hampir seluruh daerah di Indonesia memberlakukan kebijakan tersebut. Masyarakat dihimbau untuk tetap berada dirumahnya masing-masing, untuk mencegah penyebaran virus agar tidak semakin meluas.
Ketika menyimak informasi tentang virus yang telah menjadi pandemik (global) ini, satu hal yang menarik yang saya tangkap. Virus ini pasti akan tetap menyebar dan tetap akan ada orang-orang yang sakit. Artinya, semua usaha yang sedang dijalankan bersama ini bukanlah upaya untuk membasmi virus baru ini. Lockdown dan (extreme) social distancing ini hanyalah upaya agar orang-orang yang sakit tidaklah sakit secara bersamaan. Sehingga fasilitas kesehatan mampu menampung serta menyembuhkan mereka yang sakit.
Dari kenyataan itu, ada yang menggelitik pikiran yang membuat saya sulit untuk tidur sampai saya memutuskan untuk menuliskan sebuah opini pribadi. Dan, siapa saya untuk dijadikan rujukan kebenaran? Opini ini hanyalah bagian dari pengingat pribadi sebagai hasil pembelajaran dari fenomena yang membuat hampir seisi negeri terasa mencekam.
Tetaplah Berada di Rumahmu
Lockdown dan social distancing hanyalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada kebijakan agar kita tetap berada di rumah kita masing-masing. Dan sebisa mungkin untuk tidak keluar dari rumah ataupun melakukan perjalanan keluar kota bahkan keluar negeri. Pun merupakan istilah untuk menunjukkan bahwa dengan tinggal di rumah berarti mengurangi interaksi (kontak fisik) dengan orang lain (selain anggota keluarga). Istilah ini kemudian diikuti dengan pencanangan pola hidup bersih : Mencuci tangan dengan sabun secara berkala; menutup hidung ketika bersin menggunakan lengan bagian dalam atau tissu; tidak bersalaman/bersentuhan dengan orang lain terutama yang menunjukkan gejala kurang sehat; serta minum air putih dan makan masakan yang dimasak secara sempurna; dst.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) sudah menyebutkan bahwa virus ini tidaklah lebih berbahaya dari virus-virus yang pernah ada sebelumnya seperti sars, hiv/aids, maupun ebola. Namun, karena perkembangan media dan persebaran informasi yang begitu cepat, dunia terasa begitu mencekam dengan sebuah virus baru ini.
Maka, apa yang saya ambil dari kejadian yang masih berlangsung ini?
1. Bukankah kita harus semakin yakin pada Allah sebagai satu-satunya Pencipta? Dialah Dzat yang menciptakan kita dan bahkan menciptakan apa-apa yang kita takutkan sampai hari ini. Sungguh, tidak ada yang lebih kuasa dari-Nya. Seyakin-yakinnya kita pada info terpercaya, penelitian medis, maupun pengalaman yang sudah terjadi pada orang-orang tertentu, bukankah keyakinan kepada Allah diatas segala-galanya?
2. Bukankah ini menjadi pengingat terbaik bagi kita semua terutama seorang muslim untuk memperhatikan bahwa Allah telah mengatur kehidupan kita dalam syariat-Nya yang agung? Islam sebagai satu-satunya agama yang diridhoi di sisi-Nya merupakan aturan hidup dan manhaj etika yang harus kita jalankan. Termasuk adab pergaulan, adab makan, adab bersin, dsb. Maka mudah-mudahan dengan semua ini kita termotivasi untuk kembali belajar adab dan berusaha menerapkannya, bukan hanya semata karena kita hendak terhindar dari penyakit, tapi juga sebagai bagian dari ibadah dan berupaya untuk bisa meraup pahala dengannya.
3. Dan diantara syariat-Nya yang hari ini telah banyak dilalaikan oleh manusia adalah: Hijab yang paling baik bagi seorang perempuan adalah tetap berada di dalam rumahnya. Ya, stay at home adalah kodrat perempuan seharusnya. Kodrat perempuan (seharusnya) adalah lebih suka tinggal di dalam rumahnya. Lalu ada seorang teman yang menyanggah pernyataan saya ini dengan berkata, "Tapi lockdown dan social distancing ini bukan hanya berlaku untuk perempuan, mbak. Laki-laki juga bekerja bahkan beribadah di rumahnya masing-masing." (Ia berusaha mengatakan opini saya nggak relevan). Boleh jadi opini saya ini nggak berdasar. Opini saya memang nggak bisa dijadikan pegangan. Sekali lagi, siapa saya?
Tapi, saya masih menyimpan pelajaran yang saya ambil dari fenomena yang sedang berlangsung ini. Bukankah Allah menyuruh kita untuk memikirkan, jika kita adalah orang-orang yang berakal (uluul albaab).
Maka saya putuskan untuk beropini pada blog pribadi saya ini.
Sesungguhnya semua yang ada pada diri seorang perempuan adalah aurat. Maka setan berusaha menghiasi perempuan dengan tipu daya dan fitnah. Karenanya, sudah seharusnya ayah, suami, atau wali si perempuan (muslimah) melakukan lock(ing)-down (membuat larangan bagi istri dan anak perempuannya sehingga tidak bebas keluar dari rumah tanpa seizinnya). Karena kembali lagi, hijab yang paling baik bagi perempuan adalah dirumahnya. Dan laki-laki (ayah, suami, atau saudara laki-laki akan dimintai pertanggungjawaban terhadap istri, anak perempuan, atau saudara perempuannya).
Dan sudah seharusnya pula para muslimah menyadari kewajiban social distancing pada dirinya. Tetaplah berada dirumahmu, dan jangan memudah-mudahkan keluar untuk perkara-perkara sepele apalagi yang nggak bermanfaat. Kecuali untuk perkara-perkara yang penting dan atas seizin ayah, suami, atau saudara laki-lakinya.
Maka mudah-mudahan semua fenomena ini bisa terlihat sebagai bentuk kasih sayang Allah dalam mengembalikan kita pada kesempurnaan syariat-Nya.
Jika yang mengaku pejuang agama Allah pun masih sering lalai dengan syariat Allah yang satu ini, maka siapa lagi yang bisa mengingatkan kita untuk kembali?
Haps, bukankah dirimu sudah begitu hafal dengan ash-shaf : 2 (karena surat ini adalah surat pilihan yang wajib dihapalkan di awal-awal tarbiyah, bukan?) "Sungguh sangat dibenci di sisi Allah mereka yang mengatakan apa-apa yang nggak mereka kerjakan".
Semoga Allah senantiasa memberi kita semua petunjuk untuk kembali di atas kebenaran.
Ya Allah, jadikan kami termasuk ke dalam golongan orang-orang yang lurus. Jangan Engkau belokkan kami. Jangan pula Engkau sesatkan kami. Tetapkan kami sebagai orang-orang yang menyeru pada kebaikan dan mencegah dari yang mungkar. Jadikan kami ummat terbaik, ya Allah.
Bandar Lampung, Hari Kedua Segala Aktivitas (Terpaksa) Terhenti. 17 Maret 2020.