Selama di Lampung ini,
saya lebih sering berinteraksi dengan sekumpulan Ibu-Ibu yang usianya sudah
40an keatas bahkan sudah punya cucu. Awalnya, saya kebingungan karena saya
merasa style saya anak muda banget, jadi saya sering mati gaya kalau dihadapkan
dengan Ibu-Ibu. Tapi, sebulan, dua bulan, dan sekarang hampir setahun saya
bermulazamah, akhirnya saya terbiasa juga. Saya berpikir, 'mungkin ini sarana
belajar bagi saya yang akan menjalani proses menjadi seperti mereka kelak.' Dan
ya, saya jadi lebih santai bercengkrama dgn mereka.
Sepanjang interaksi
saya dengan mereka, ada beberapa hal yang saya bisa petik sebagai pelajaran untuk
saya pribadi. Betapa semangat mereka untuk menuntut ilmu di usia mereka yang sudah
tidak lagi muda menjadi pelajaran berharga. Belum lagi ketika berkaitan dengan
dana, mereka semangat banget membagi harta jika itu untuk kepentingan agama.
Dan, ada satu hal lagi yang kmrn baru saya dapat.
Kemarin, saya sempat
berbincang dengan salah seorang Ibu teman pengajian saya. Saya penasaran, karena
ketika saya datang kerumahnya, saya melihat bagaimana keIslaman dirumah beliau
terkesan begitu kondusif. Rumahnya terasa sejuk, anak-anaknya (keduanya
perempuan) sopan dan kelihatan hanif (semoga besar mereka jadi
perempuan-perempuan sholihah), dan saya ingat si Ibu itu punya pengetahuan yang
banyak terkait hadits-hadits Rasulullah. Jadi, saya keluarkan pertanyaan yang sempat
saya simpan, 'Kalau boleh tau Bu, suami Ibu ikut ta'lim (pengajian) gitu
nggak?'
Si Ibu menjawab,
'Semenjak rumah saya di renovasi mbak, nggak ta'lim lagi krna nggak ada tempat
buat ta'lim. Tapi suami saya emang udah kenal sama ustadz F.'
Saya bingung, apa
hubungannya renovasi rumah sama ta'lim. Nggak mungkin suaminya yg turun tangan
untuk merenovasi sendiri kan? Haha. Jadi saya bertanya, 'Maksudnya Bu?'
'Sebelum di renovasi
kan ta'limnya di rumah saya mbak. Yang isi materi, ustadz F, pesertanya
bapak-bapak kompleks sini. Soalnya di masjid depan kompleks ustadznya masih
pake yasinan, maulidan, dsb. Tapi karena rumah saya direnovasi, jadi sementara
libur dulu karena nggak ada tempat, sampai renovasinya selesai.'
Saya paham, 'Oo, iya
Bu. Maksud saya, berarti suami Ibu udah nggak asing sama ta'lim ya. Artinya Ibu
dan suami sejalan terkait keIslaman ya.'
Dia menjawab, 'Ah, iya
mbak. Justru suami saya duluan yang kenal ta'lim dibanding saya. Karena suami
saya kenal dengan ustadz F, trus ikut ta'lim dan ngajak saya, makanya saya jadi
kenal ta'lim, mbak.'
Saya senyum.
Saya kebayang, betapa
timpangnya kehidupan rumah tangga yang Ibu-Ibunya udah kenal ta’lim,
menginginkan anak-anaknya dididik dengan baik dan benar, tapi justru terhambat
karena suami ternyata nggak sejalan. Suaminya belum kenal dengan ta’lim
ternyata. Dan betapa nyamannya diperhatikan, jika seorang suami memang sudah
mengerti tentang bagaimana Islam yang sebenarnya, untuk mendidik anak-anak agar
bisa berIslam dengan benar, jadi lebih mudah.
Sepulang dari rumah
Ibu tersebut, saya jadi berazzam dan bermunajat pada Allah. Agar jika saya menikah,
saya ingin agar calon suami saya orang yang paham tentang Islam yang benar.