We never know what we've got 'till it's gone, uh?! Klasik banget sih emang. Tapi, saya yakin semua orang pasti meng-iyakan. Seperti saya, malam ini...
Mungkin,
my brain is at its limit right now. Tetiba saya jadi kembali melankolis. Semoga tidak terlalu kritis. Mungkin pengaruh flu yang masih saja tak mau pergi dari saya. Mungkin juga karena terlalu lama saya tidak bersosialisasi. Mungkin juga karena alasan-alasan lain yang sulit didefinisikan atau dijadikan sesumbar di blog ini. Yang jelas, hati saya mulai terenyuh tiap melihat hal atau orang dari masa lalu. Tetiba semua seakan larut dalam suasana sendu.
Baru saja saya membuka akun
facebook saya. Padahal, akhir-akhir ini saya jarang
update status. Bosan, gak ada waktu, atau memang
less of passion, not interested anymore. Kalopun ada kesempatan ngebajak BB atau android orang rumah,
I prefer tweeting. Dan saat saya masuk di beranda fb, saya dapat 1 permintaan teman, 1 pesan, dan beberapa notifikasi.
Sesuai urutan, saya buka permintaan teman, lalu pesan, baru kemudian notifikasi (dengan memanfaatkan fasilitas
open in new tab). Lalu mata saya terpancang pada pesan yang saya terima. Saya
shock, kaget, tertegun,
or whatsoever the name buat ngegambarain gimana ada detik yang seakan berhenti saat saya baca pesan itu.
Teman lama saya meninggal. Dan sudah lama sekali saya tidak pernah lagi bertemu dengannya. 4 atau 5 tahun, barangkali. Saya juga tak pernah berkomunikasi. Padahal, saya berteman di jejaring sosial dengannya. Tapi, tak pernah sekedar bertanya kabar padanya. Padahal, mungkin masih banyak kesalahan saya padanya yang masih belum dibersihkan. Padahal, mungkin masih ada hal yang belum diselesaikan diantara kami. Padahal, saya belum pernah melihat wajahnya lagi setelah ia menikah. Padahal, dulu ia pernah bilang kalo ia sering jengkel dengan sikap saya. Padahal, dulu saya belum sempat minta maaf padanya. Padahal, terakhir kali saya dapat sms undangan pernikahnnya, saya jengkel setengah mati padanya. Padahal, saya ingin membalasnya dengan memberikan undangan pernikahan saya jauhjauh hari. Padahal saya belum menikah dan bahkan lupa dengan niat saya hendak memamerkan undangan saya padanya. Padahal, ia orang yang sangat ceria. Padahal, ia begitu lekat di ingatan saya karena cara bicaranya yang
okkots_ khas daerah Barru, Sulawesi Selatan sana. Padahal, saya bahkan belum sempat merindukan kamu, Fathimah....
Lalu saya mulai menangis...
#(&*&^$$&Y^#$@#$!#(&*&^$$&Y^*&^$$&Y^#$@#$!#(&*&^$$&Y^#$@#$
*&^#$@#$!#(&*&^$$&Y^#$@##(&*&^$$&Y^#$@#$!#(&*&^$$&Y^#$@#$!
Y^#$@##(&*&^$$&Y^##(&*&^$$&Y^#$@&*&^$$&Y^#$!#(&*&^$$&Y^#$@
(&*&^$$&Y^#$@&*&#(&*&^$$&Y^^$$&Y^##(&#$@#$!#(&*&^$$&Y^*&$$&
Dan saya sudah mulai tak tahu ingin menulis apalagi. Bagaimana cara saya untuk mendapatkan maaf darimu???? Bagaimana ini, saya baru merasakan rindu padamu sekarang ini.
I just feel of myself kalo saya ini temen yang gak baik. Kenapa untuk bilang maaf saja,
like I climb a mountain burden with a heavy bag yang isinya batu semua. Dan sekarang, kamu sudah gak ada...
Then I'm really guilty... Maafkan saya, Fathimah... untuk semua kesalahan saya padamu selama ini. Maafkan saya, Fathimah... Maafkan saya... Maaf... Maaf... Maafkan...
Semoga Dilapangkan Kuburmu... Semoga Diterangi Kuburmu... Semoga diringankan siksamu... Semoga Engkau dikumpulkan dengan orang-orang sholih dan bertemu dengan Tuhanmu... Semoga amal ibadahmu diterima Allah... Fathimah, semoga engkau bahagia dengan kembali pada Tuhanmu....
Fathimah, maafkan saya... maafkan saya...
Bdl, 12 Oktober 2012.